Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus (tengah) bersama jajarannya memberikan keterangan pers terkait dugaan penimbunan masker di gudang di Neglasari, Kota Tangerang, Banten, Rabu (4/3/2020). | Fauzan/Antara

Fatwa

Menimbun Masker, Bagaimana Hukumnya dalam Islam? 

 

Ditemukannya kasus virus korona jenis Covid-19 membuat warga berbondong-bondong memburu masker. Namun, banyak warga yang kesulitan memperoleh penutup alat pernapasan itu sebab banyak toko hingga pusat perbelanjaan kehabisan stok persediaan. Di lain sisi, kelangkaan masker dimanfaatkan sebagian orang untuk mencari keuntungan. Yakni, dengan menimbun masker untuk kemudian dijual kembali dengan harga yang tinggi.

Pada edisi fatwa kali ini, ada tiga kasus terkait penimbunan masker yang akan dibahas. Pertama, bagaimana hukumnya orang yang sengaja menimbun masker di tengah masyarakat yang membutuhkan untuk kemudian dijual kembali dengan harga yang tinggi? Kedua, bagaimana hukumnya menimbun masker dalam jumlah banyak untuk kebutuhan diri sendiri? Ketiga, bagiamana hukumnya menimbun masker untuk kemudian dibagikan kepada masyarakat saat membutuhkan, seperti pada kasus Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang menimbun masker untuk kemudian dibagikan kepada warga yang membutuhkan? 

Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Moqsith Ghazali menjelaskan, menimbun dalam istilah hukum islam disebut dengan ihtikar. Menurut Kiai Moqsith, ihtikar hukumnya haram terlebih menimbun barang yang sangat dibutuhkan. Sebagaimana hadis Nabi: Tidak seorang pun yang melakukan penimbunan dia adalah pendosa (HR Muslim). 

Menurut Kiai Moqsith, ihtikar yang diharamkan adalah jika mengandung unsur kezaliman. Dia mencontohkan, penimbunan suatu barang seperti masker agar langka di pasaran sehingga orang yang menimbun memperoleh keuntungan besar ketika melepasnya atau menjualnya ke pasar. Sehingga barang yang biasanya murah menjadi sangat mahal harganya karena terjadinya kelangkaan barang tersebut di pasaran. Meski demikian, menimbun barang untuk dikonsumsi atau digunakan sendiri dinilai tidaklah haram. 

“Maka tak haram jika menimbun barang hanya untuk konsumsi pribadi, bukan untuk mencari keuntungan dalam kesempitan,” kata Kiai Moqsith kepada Republika

Begitu pun menimbun barang dengan tujuan untuk dikeluarkan atau dibagikan kepada masyarakat saat dalam kondisi membutuhkan, seperti yang dilakukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Menurut Kiai Moqsith, hal tersebut diperbolehkan. “Menimbun barang untuk dilepas kembali ke masyarakat ketika masyarakat membutuhkan hukumnya boleh, apalagi digratiskan. Ini tidak termasuk kategori ihtikar yang diharamkan itu,” katanya. 

Begitu juga menurut Wakil Ketua Umum Persis, Ustaz Jeje Zainuddin. Dia menilai, segala perbuatan dan tindakan yang menimbulkan kesulitan dan perselisihan di antara manusia diharamkan dalam Islam. Karena itu, menurut Ustaz Jeje, penimbunan barang, seperti obat-obatan, alat medis termasuk masker ataupun segala barang yang menjadi kebutuhan publik, dengan tujuan ekonomis seperti menjual kembali dengan harga yang jauh lebih mahal ataupun untuk tujuan politis seperti menimbulkan kepanikan atau kekacauan politik termasuk disebut ihtikar yang diharamkan. 

Meski demikian, menurut Ustaz Jeje, pada kasus menimbun barang untuk diri sendiri diperbolehkan selama tidak menyebabkan kesusahan pada orang lain. “Menimbun untuk diri sendiri karena khawatir terjadi kelangkaan di kemudian hari, baik itu makanan, pakaian, obat-obatan dan sebagainya. Jika penimbunannya itu wajar dan tidak menyebabkan kesusahan orang banyak maka masih diperbolehkan. Namun, jika berlebihan dan berdampak kesusahan orang banyak bahkan mengakibatkan fakir miskin tidak mampu membelinya maka ia termasuk dihukumkan orang egois dan zalim,” tutur dia 

Lain lagi dengan penimbunan yang dilakukan seorang penguasa atau pemimpin untuk mengendalikan harga di pasar atau menyimpan cadangan sebagai upaya pengamanan untuk dilepaskan ke pasar atau didistribusikan kepada masyarakat secara gratis. Menurut Ustaz Jeje, tindakan tersebut dibenarkan selama sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dan tujuan yang benar untuk pelayanan kepada rakyat. Ini sebagaimana kaidah fikih bahwa kebijakan seorang pemimpin harus berlandaskan unutk kebaikan rakyatnya. 

Sementara itu, Sekretaris Bindang Fatwa MUI KH Asrorun Niam Sholeh berpendapat tindakan menimbun barang untuk mencair keuntungan pribadi pada saat orang lain membutuhkan secara mendesak yang menyebabkan kerugian baik fisik maupun sosial apalagi sampai mengancam jiwa hukumnya dosa.n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat