Penyanyi Didi Kempot | BUDI CANDRA SETYA/ANTARA FOTO

Geni

Konser Akbar untuk Sobat Ambyar

Didi Kempot akan tampil bersama penyanyi Ambon Yopie Latul dan penyanyi Batak Victor Hutabarat.

 

Didi Kempot mendapat hadiah luar biasa untuk perayaan 30 berkarier di belantika musik Indonesia. Pria 53 tahun tersebut segera menggelar konser akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, pada 10 Juli 2020.

Baginya, konser bertema "Ambyar Tak Jogeti" ini merupakan kebanggaan, terutama untuk seniman tradisional seperti dirinya. "Kado yang sangat luar biasa, tidak pernah bermimpi konser di GBK," ujar pemilik nama asli Dionisius Prasetyo itu saat jumpa pers di Hotel Santika, Jakarta, Selasa (10/3).

Dia akan membawakan lagu-lagu lawas, seperti "Cidro", "Stasiun Balapan", dan "Ojo Sujono". Begitu pula tembang yang kini sangat populer di antara penikmat musik kalangan milenial, seperti "Pamer Bojo".

Sepanjang tiga dekade berkarya, Didi berpendapat, lagu yang dia anggap paling berkesan adalah "Stasiun Balapan". Alasannya, tembang legendaris tersebut yang memunculkan Didi di televisi dan membuatnya dikenal sebagai penyanyi tradisional.

Sebelum terkenal seperti sekarang, Didi mengamen di Surakarta. Sematan kata Kempot di belakang namanya adalah singkatan dari Kelompok Pengamen Trotoar, grup musik tempat dia tergabung sebelum masuk ke dunia rekaman.

Dia lantas mengadu nasib ke Jakarta pada 1987. Setelah memiliki album pertama, Didi menceritakan, tembang "Cidro" kurang terkenal di Indonesia.

Lagu tersebut justru sangat digemari turis asal Belanda dan Suriname, hingga akhirnya Didi sering manggung di kedua negara tersebut. Sudah belasan kali Didi bolak-balik Indonesia, Suriname, dan Belanda.

Dia tidak menyangka mantan pengamen jalanan seperti dirinya bisa menulis lagu yang digemari penikmat musik di Eropa. Namun, dibandingkan semua itu, konser mendatang adalah yang betul-betul membuat dia bangga.

"Diadakan di negara saya sendiri, dengan standar artis-artis internasional, membanggakan karena Indonesia bisa menerima dan menghargai tembang-tembang tradisional," kata Didi.

Pertunjukan ini sekaligus menjadi kabar gembira bagi para Kempoter's dan Sobat Ambyar, sebutan untuk penggemar berat Didi. Penyanyi asal Surakarta, Jawa Tengah, ini menjanjikan penampilan prima kepada penggemarnya.

Didi berharap, konser menjadi wadah temu kangen dengan penikmat musik. Didi kagum kepada penikmat musik lintas generasi, termasuk kalangan milenial yang mengapresiasi lagu-lagunya dengan antusias. "Anak muda tidak malu menyanyikan tembang-tembang tradisional," kata musisi berjuluk Godfather of Broken Heart itu.

Didi terlahir dari keluarga seniman tradisional. Orang tuanya adalah pasangan seniman tradisional Ranto Edi Gudel dan Umiyati Siti Nurjanah.

Didi mengikuti jejak ibunya menjadi penyanyi tembang Jawa. Sementara, kakaknya, Mamiek Prakoso, mengikuti jejak sang ayah menjadi pemain ketoprak. Didi punya kepercayaan besar terhadap kesenian tradisional. Pelantun lagu "Sewu Kuto" itu meneladani sang ayah yang mampu menghidupi keluarga dari honor sebagai seniman tradisional.

photo
Penyanyi Campur Sari Didi Kempot (kiri) menghibur penggemarnya di Stadion Brawijaya, Kota Kediri, Jawa Timur.
(ANTARA FOTO)

Kolaborasi antardaerah

Pada penampilan mendatang, Didi tidak tampil sendiri. Dia akan berbagi pentas dengan penyanyi Ambon Yopie Latul dan penyanyi Batak Victor Hutabarat. Keduanya juga kerap membawakan tema patah hati dalam lagu berbahasa daerah.

Yopie senang bisa terlibat dalam konser musisi kondang yang kini sangat digemari penikmat musik. Pria 64 tahun kelahiran Ambon itu mengapresiasi Didi yang sudah konsisten bernyanyi lagu berbahasa Jawa.

Dia bangga lagu daerah berada di posisi top. "Semuanya naik sekarang, musik daerah mempersatukan kita, dari Sabang sampai Merauke bisa bersatu," kata Yopie yang memopulerkan lagu etnik "Poco-Poco" pada 1995.

Begitu pula Victor amat tersanjung bisa sepanggung dengan Didi yang dianggapnya maestro dari Jawa. Pelantun lagu "O Tano Batak" itu sempat terheran-heran karena konser akan digelar di Stadion Utama GBK.

"Saat dihubungi, saya masih bertanya, apa benar ini," ujarnya.

Ketiga penyanyi semula akan tampil satu per satu, kemudian ada momen kolaborasi yang detailnya masih rahasia. Direktur Utama Garindo Media Tama, Dian Eka Yanto Suryanegara, selaku penyelenggara konser menjelaskan alasan pemilihan para pengisi acara tersebut.

Tiga sosok musisi legendaris itu sangat berkomitmen memopulerkan lagu daerah. Eka menjuluki mereka sebagai trio JAB yang merupakan akronim dari Jawa, Ambon, dan Batak. Baik Didi, Yopie, dan Victor punya kekhasan musik serta penggemar setia di daerah masing-masing.

"Beliau-beliau ini perjuangannya berat sampai bisa ada di titik ini," ujar Eka.

Meski para penampil adalah musisi tembang berbahasa daerah, konser dijamin megah dan berstandar internasional. Promotor hendak memberikan kualitas terbaik dari tata suara, tata panggung, rancangan kostum, hingga aspek pengamanan.

Pemilihan lokasi konser di Stadion Utama GBK menjadi wujud penghargaan terhadap penyanyi tembang tradisional. Pertunjukan juga diharapkan bisa mendukung pelestarian musik Indonesia. Eka menjelaskan makna di balik tajuk konser.

Tema "Ambyar Tak Jogeti" adalah istilah bahasa Jawa yang bila diterjemahkan secara bebas artinya ambyar atau hancur tercerai-berai, tetapi dibawa berjoget saja. "Banyak orang pernah sakit hati, patah hati, tapi biarlah hati saja yang patah, hidup jangan sampai hancur," kata Eka.

Promotor sudah menyediakan tiket presale konser. Tersedia kategori Zona CAT 1 standing (Rp 300 ribu), CAT 2 seat (Rp 500 ribu), CAT 3 festival standing (Rp 200 ribu), CAT 4 regular seat (Rp 150 ribu), dan CAT 5 premium tribune seat (Rp 100 ribu). n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat