Karyawan bertugas di Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jawa Barat (PIKOBAR) di Command Center Gedung B Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung. | Abdan Syakura/Republika

Kabar Utama

Penuhi Kebutuhan RS

 

 

SLEMAN -- Pemerintah diminta segera memenuhi kebutuhan rumah sakit (RS) terkait perlengkapan dan peralatan medis di tengah kegentingan virus korona baru (Covid-19). Ini penting agar RS, khususnya yang menjadi rujukan penyakit virus korona baru (Covid-19), semakin sigap menangani pasien.

Ada 100 RS di 32 provinsi yang ditunjuk sebagai RS rujukan korona, salah satunya RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta. Saat ini, RSUP Sardjito sedang mengisolasi warga negara asing (WNA) asal Jepang. Sementara, pasien lain yang sempat diisolasi meninggal dunia pada Kamis (5/3). Namun, pasien meninggal dunia itu dinyatakan negatif korona berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kemenkes.

Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUP Sardjito Windarwati mengatakan, pihaknya telah menyiapkan puluhan ruang isolasi untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi penyebaran virus korona. Ia mengatakan, RSUP Sardjito dipilih sebagai RS rujukan karena memiliki sarana dan prasarana serta sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten dalam penanganan korona.

Selain Sardjito, RSUD Panembahan Senopati di Kabupaten Bantul, RSUD Wates di Kabupaten Kulon Progo, dan RSUD Kota Yogyakarta juga menjadi rujukan penanganan korona. "Jadi, rumah sakit tersebut dipandang mampu oleh Kemenkes untuk merawat pasien dengan positif korona," kata Windarwati, di RSUP Dr Sardjito, Sleman, Yogyakarta, Jumat (6/3).

Sementara itu, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Paru RSUP Dr Sardjito Ika Trisnawati mengatakan, pihaknya membutuhkan dukungan dari Kemenkes untuk alat pelindung diri (APD). Sebab, APD hanya dapat digunakan satu kali.

Ia menyebut, jumlah APD yang ada di Sardjito sudah mencukupi. Namun, penambahan APD dibutuhkan jika ada kasus positif korona di DIY. "Kalau semakin banyak pasien, pasti kita butuh baju yang seperti robot itu, masker n-95, kacamata, itu jelas kita butuh di-support karena bahan habis pakai. Kalau yang lain yang sifatnya standar, seperti tensimeter dan stetoskop, sudah ada," kata dia.

Terkait penambahan ruang isolasi, Ika berpendapat hal tersebut tergantung kebutuhan. Walaupun begitu, ia berharap tidak ada kasus positif korona di DIY.

Sejumlah rumah sakit rujukan di daerah sebelumnya melaporkan keterbatasan APD dan peralatan lainnya. RSUD Indramayu, Jawa Barat, misalnya, kekurangan peralatan berupa hepa filter (penyaring udara), monitor, ventilator, dan monitor central. Namun, ruang isolasi diyatakan sudah siap. Begitu pula dengan SDM.

Di Sumatra Barat, dua RS rujukan telah disiapkan untuk menangani pasien terkait korona. Dua RS itu adalah RSUP M Djamil di Padang dan RSUD Achmad Mochtar di Bukittinggi. Namun, Pemprov Sumbar menyarankan untuk sementara hanya menggunakan RSUP Djamil karena RSUD Achmad Mochtar masih kekurangan APD.

Kondisi ini menjadi sorotan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Pria yang akrab disapa Bamsoet itu mengiyakan bahwa banyak RS di daerah yang membutuhkan tambahan alat untuk penanganan terhadap pasien //suspect// ataupun positif korona. Oleh karena itu, ia meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) secepatnya mengirimkan kelengkapan peralatan yang dibutuhkan.

"Terutama, kelengkapan untuk membuat ruang isolasi serta memastikan tenaga medis yang memadai dan mencukupi untuk menangani pasien terjangkit virus tersebut," kata Bamsoet.

Bamsoet juga mendorong Kementerian Kesehatan untuk membuat standar kesehatan RS yang sama, seperti standar perlindungan diri dan kelengkapan peralatan yang layak guna. Dengan begitu, kualitas RS di seluruh Indonesia merata. Masyarakat pun dapat dengan mudah melakukan pengobatan tanpa perlu terlebih dahulu dirujuk ke RS yang lebih jauh.

"Setiap RS harus memberlakukan prosedur operasional standar (POS) sesuai standar yang berlaku jika terpantau ada pasien yang terindikasi terjangkit virus korona," ujar dia.

Politikus Golkar itu juga berharap pemerintah bisa mencari tambahan alat pelindung diri untuk RS yang masih kekurangan atau belum memiliki. Sebab, alat tersebut saat ini diperlukan sebagai salah satu kelengkapan penanganan terhadap pasien //suspect// ataupun positif korona.

Selain penanganan, kegiatan pencegahan juga perlu digencarkan. Pemerintah daerah, perangkat desa, RS, ataupun puskesmas di seluruh Indonesia diharapkan terus melakukan sosialisasi tentang cara pencegahan penyebaran Covid-19 kepada masyarakat. Mereka juga diminta memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai gejala, penanganan, dan pencegahan yang benar. "Agar tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang belum dapat diketahui secara pasti kebenarannya," katanya menambahkan.

Kemenkes belum bisa dikonfirmasi mengenai pemenuhan kebutuhan APD maupun peralatan medis lainnya. Namun, Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Sesditjen P2P) Kemenkes Achmad Yurianto yang kini menjadi juru bicara penanganan korona sebelumnya mengatakan, Kemenkes melakukan mobilisasi atau menggeser APD untuk RS yang menangani korona.

Ia mencontohkan, jika salah satu RS rujukan, yakni RSPI Sulianti Saroso, membutuhkan APD, Kemenkes memindahkan APD yang ada di RS lain ke RSPI. "Jadi, digeser-geser. Mengapa harus melakukan itu? Karena, bahan baku APD sudah tidak bisa impor ke Indonesia. Kami impor APD dari Cina, padahal mereka sedang kewalahan (menangani Covid-19)," ujarnya.

Medical Emergency Rescue Comittee (MER-C) merekomendasikan agar jumlah laboratorium yang bisa mendeteksi virus korona ditambah. Apalagi, setelah adanya kasus positif korona di Indonesia, jumlah warga yang ingin melakukan pemeriksaan korona meningkat dan membutuhkan hasil yang secepat mungkin.

Negatif

Satu pasien yang dirawat di ruang isolasi RSUP Dr Sardjito meninggal dunia pada Kamis (5/3) sekira pukul 11.30 WIB. Pasien tersebut sebelumnya berada dalam pengawasan dan pemeriksaan virus MERS CoV dan Covid-19.

PLH Direktur Utama RSUP Dr Sardjito, Rukmono Siswishanto, mengatakan, pasien berumur 74 tahun tersebut negatif MERS CoV ataupun Covid-19. Pengawasan dan isolasi dilakukan kepada pasien tersebut karena baru saja pulang umrah dan sempat transit di Malaysia.

"Saat masuk, tim medis memberikan kriteria pengawasan terhadap pasien. Dasar penetapannya karena kondisi pasien yang mengalami demam, batuk, dan sesak napas ditambah pernah masuk negara yang terdapat Covid-19," kata Rukmono di RSUP Dr Sardjito, Sleman, Jumat (6/3).

Pasien itu dinyatakan negatif MERS-CoV dan Covid-19 berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes. Hasil ini diberikan kepada pihak RS setelah pasien meninggal dunia.

"Memang kita belum memperoleh hasil saat meninggal. Tapi, hasil baru ada sore harinya, itu ada konfirmasi dari Balitbangkes keduanya negatif. Ini bukan MERS atau Covid," ujarnya.

Karena hasil dari Balitangkes keluar setelah pasien meninggal, penanganan jenazah dilakukan sesuai dengan penanganan pasien terinfeksi virus. Dengan demikian, jenazah dibungkus plastik saat dikembalikan kepada keluarga.

Pasien keluar dari Sardjito pada pukul 4.30 WIB, kemarin. "Karena penerbangannya jam 8.00 tadi pagi. Memang sudah posisinya masih standar bandara, tetap dibungkus plastik. Tapi, keluarga sudah tahu kalau hasilnya itu negatif," kata Kepala Bagian Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjito, Banu Hermawan. n 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat