Pengunjung memilih buku pada pameran Islamic Book Fair (IBF) ke-19 di Jakarta Convention Center, Rabu (26/2) | Prayogi/Republika

Laporan Utama

Momentum Kebangkitan Literasi Umat

Peningkatan jumlah penulis baru juga diiringi dengan hadirnya keberagaman tulisan yang disajikan.

 

 

 

Untuk ke-19 kalinya, Islamic Book Fair (IBF) 2020 kembali digelar. Masyarakat berbondong-bondong ke perhelatan buku Islam terbesar nasional yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta. Dibuka sejak Rabu (26/2), festival buku tersebut akan digelar hingga Ahad (1/3).

Pada penyelenggaraan tahun ini, IBF mengusung tema “Literasi Umat”. Ketua Panitia IBF 2020 Syahruddin El-Fikri menjelaskan, tema itu dipilih untuk mengingatkan dan mengajak masyarakat untuk kembali kepada literasi Islam. Peran itu telah berlangsung sekian lama dalam perjalanan bangsa.

 

“Kami ingin mengingatkan umat lagi bahwa bangsa ini dibangun dan didirikan oleh jasa besar para ulama, di mana aspek literasi Islam di situ berperan besar dalam pergerakan yang ada,” kata Syahruddin, di sela-sela pembukaan IBF ke-19 di JCC, Jakarta, Rabu (26/2).

Menurut dia, gema gerakan literasi Islam merupakan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dia berharap IBF menjadi budaya dan menjadi momentum kebangkitan umat Islam agar menjadi umat terbaik. Dia berpendapat, gerakan tersebut dapat membentengi umat dari gelombang hoaks yang kian merajalela di era digital seperti sekarang ini. Umat Islam pun diharapkan mampu berpikir kritis dan juga cerdas dalam menangkap informasi yang diterima.

Sekretaris IBF 2020 Husni Kamil menyampaikan, gerakan literasi umat menjadi momentum untuk membangkitkan kembali budaya membaca dan menulis di kalangan Muslim. Dia pun menyebut penyelenggaraan IBF kerap dijadikan wisata literasi bagi setiap kalangan dan generasi.

 

 
Pengunjungnya bahkan dari ASEAN. Ini kesempatan untuk tampilnya penulis-penulis baru
 

Semarak merayakan literasi itu, kata dia, terlihat dari jumlah pengunjung IBF yang kian meningkat tiap tahun. “Sekarang (2020), target pengunjung kita 150 ribu dengan waktu penyelenggaraan yang hanya lima hari,” ungkap Wakil Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) DKI Jakarta tersebut.

 

Saat pertama kali IBF digelar pada 2002 silam, pihaknya tak menyangka bahwa IBF bakal mendapatkan termpat tersendiri di hati anak bangsa. Kini, IBF mampu menjadi ajang pameran terbesar dan paling bergengsi di Indonesia.

Salah satu hal yang paling terasa dalam hadirnya IBF dalam perjalanan 19 tahun ini yakni adanya peningkatan jumlah kepesertaan penulis dan penerbit. Menurut dia, hadirnya penulis-penulis baru di dunia literasi Indonesia membuktikan bahwa semangat membaca di Indonesia tidak padam. “Artinya, para pembaca pun semakin meningkat,” kata dia.

 

Tak hanya itu, dia pun menyebut bahwa peningkatan jumlah penulis baru juga diiringi dengan hadirnya keberagaman tulisan yang disajikan. Keberagaman tulisan itulah yang dinilai sebagai salah satu kekuatan gerakan literasi yang ada saat ini. “IBF ini kami hadirkan para penulis dan penerbit dari beragam segmentasi pasar,” ungkap dia.

Pegiat pendidikan Islam Dr Adian Husaini mengatakan, literasi umat merupakan suatu kewajiban bagi setiap Muslim. Untuk mencapai itu, dibutuhkan semangat gotong-royong demi menciptakan momentum pembentukan budaya literasi di kalangan umat Islam sebagaimana titah agama. “Untuk menjadi budaya, literasi ini harus didukung oleh banyak elemen,” kata Adian saat dihubungi Republika, Rabu (26/2).

Berbagai elemen pendukung tersebut yakni buku-buku dengan kualitas mumpuni serta penulis yang berjiwa baik dan berakhlak teruji. Tidak ketinggalan, gerakan masif seperti penyelenggaraan IBF juga amat penting. Menurut Adian, fakta tersebut merupakan momentum yang harus dimanfaatkan setiap elemen pendidikan, terutama mereka yang bergerak di lingkup pendidikan formal, seperti sekolah dan pesantren.

Dia pun mengingatkan, peran keluarga, lingkungan sekitar, hingga organisasi masjid dinantikan untuk menggencarkan budaya literasi kepada pelajar. Menurut dia, hadirnya IBF merupakan sebuah gelaran sekaligus pembuktian bahwa Indonesia mempunyai peluang untuk membentuk sebuah budaya literasi yang dapat diperhitungkan. "Pengunjungnya bahkan dari ASEAN (Association of Southeast Asian Nation), ini kesempatan tampilnya penulis-penulis baru, kesempatan juga buat pertumbuhan pembaca kita,” ujar dia.

Adian pun memberikan catatan mengenai momentum budaya literasi umat. Dia menilai, yang hampir hilang adalah mengenai adab dan akhlak dalam menuntut ilmu.

Dia menjelaskan, perkembangan literasi di dunia Muslim perlu memiliki karakteristik berupa karakter santun. Para santri, pelajar, maupun penuntut ilmu perlu menegakkan kembali adab-adab ilmu, seperti sikap terhadap guru, menyikapi buku bacaan, hingga sikap dalam belajar. “Sikap santun kepada guru, sikap santun kepada buku (tidak beli buku bajakan), dan menegakkan adab-adab belajar,” ujar Adian.

Duta Baca Indonesia Najwa Shihab mengatakan, menegakkan minat baca dan budaya literasi di Indonesia memerlukan dukungan berbagai elemen bangsa. Dia menjelaskan, buku dapat menjadi penghubung setiap insan dari segala perbedaan. Untuk itu, minat baca yang tinggi sejatinya perlu digencarkan dan membutuhkan faktor-faktor pendukung yang menyertainya. Hal itu sebagaimana yang secara konsisten digalakkan IBF tiap tahunnya. “Perlu gotong royong, keroyokan, untuk memajukan minat baca dan literasi di Indonesia,” ungkap dia. n

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat