|

Opini

Menumbuhkan Kelas Menengah

Sebagian kelas menengah bekerja di sektor formal. Peranan mereka rentan digantikan teknologi tinggi.

Oleh Badri Munir Sukoco

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga


Dalam laporan terbaru Bank Dunia, "Aspiring Indonesia: Expanding the Middle Class" (30 Januari 2020), middle class (MC) Indonesia (pengeluaran Rp 1,2 juta-Rp 6 juta per orang setiap bulan) berjumlah 52 juta orang dan tumbuh tercepat dibandingkan kelas ekonomi lain.

Kelas inilah pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 2002, dengan pertumbuhan konsumsinya 12 persen per tahun dan mewakili setengah konsumsi rumah tangga kita.

Mengacu visi Kabinet Kerja II, yakni membawa Indonesia lepas dari middle income trap, mempertahankan MC untuk tidak turun kelas (90 persen berkisar antara Rp 1,2 juta-Rp 3,2 juta: MC2, di atas Rp 3,2 juta-Rp 6 juta: MC1).

Selain itu, menaikkan level aspiring middle class - AMC (115 juta orang, dengan pengeluaran Rp 532 ribu- Rp 1,2 juta per orang per bulan) menjadi MC2 adalah tantangan terbesar Indonesia saat ini.

Sebagian besar MC saat ini bekerja di sektor formal, begitu juga AMC yang ditargetkan menjadi MC dalam 5-10 tahun ke depan. Sayangnya, World Economic Forum (WEF) memprediksi, 52 persen pekerjaan formal saat ini akan digantikan teknologi tinggi.

Kondisi ini menjadi dasar urgensi reskilling revolution, inisiatif global yang diprakarsai WEF, untuk memastikan semua pekerja saat ini memiliki keterampilan dan keahlian yang sesuai kebutuhan masa depan.


Apa yang harus dilakukan Indonesia untuk menjamin MC tumbuh agar terlepas dari middle income trap?

Mendorong CSV
Konsep creating shared value (CSV) pertama kali diajukan Porter dan Kramer (2011) di Harvard Business Review.

Konsep ini menjawab permasalahan legitimasi perusahaan yang untungnya kian besar, sedangkan ketimpangan ekonomi semakin melebar dengan permasalahan lingkungan dan sosial, di mana mereka beroperasi tidak ada atau progres perbaikannya lamban.

Dengan CSV, perusahaan mengejar keuntungan yang juga memberikan manfaat bagi masyarakat. Ada tiga tingkatan CSV. Pertama, reconceiving products and markets dengan mendesain kembali produk dan layanan untuk memenuhi kebutuhan sosial.

Laporan FSG, organisasi nonprofit yang fokus pada aplikasi CSV, mengilustrasikan semua perusahaan farmasi terbesar di dunia membuat cara baru memenuhi kebutuhan kesehatan yang tidak terpenuhi dengan mengembangkan produk atau layanan yang terjangkau dan memadai.

Kedua, redefining productivity in value chains guna melayani kelompok konsumen (pasien) yang selama ini belum terlayani dengan biaya terjangkau dan skala besar.

Ketiga, enabling local cluster development melalui penguatan kelembagaan (sistem, infrastruktur, dan budaya) yang membuat produk atau layanan bisa didistribusikan secara kompetitif dan luas.

Salah satu CSV yang berhasil menurut FSG adalah Intel, yang melatih lebih dari 10 juta guru dalam penggunaan teknologi untuk meningkatkan kualitas lulusan, menjadikan pendidikan sebagai bisnis yang menguntungkan bagi Intel.

Berdasarkan data McKinsey Global Institute, WEF memprediksi pada 2030, jumlah jam kerja yang memerlukan //technological skills// mengalami penambahan 60 jam dibandingkan 2016.

Diikuti oleh pekerjaan yang memerlukan social and emotional skills (26 jam) dan higher cognitive skills (9 jam). Adapun pekerjaan yang terkait basic cognitive skills akan berkurang 14 jam dan physical and manual skills berkurang 11 jam.

Meskipun Kementerian Ketenagakerjaan sejak 2018 menyosialisasikan program upskilling dan reskilling, gaung dan dampaknya belum terasa.
Pemerintah bisa mempercepat reskilling revolution melalui CSV dengan pembelajaran daring. Data Bank Dunia menunjukkan, secara nasional MC2 memiliki akses internet sebesar 51 persen, yakni 61 persen di perkotaan dan 37 persen di pedesaan.

Tentu penggunaan internet semakin besar bagi MC1, yang mana secara nasional sebesar 76 persen (79 persen di perkotaan dan 54 persen di pedesaan). Dari 52 juta MC, sebanyak 40,6 juta orang tinggal di kota, sisanya di pedesaan.

Sedangkan yang AMC berkebalikan, yang ada pedesaannya 60,5 juta dan perkotaan 54,2 juta orang. Dari data ini, pemerintah bisa meminta perusahaan rintisan pembelajaran daring atau universitas terbuka melakukan reskilling.

Adapun perguruan tinggi dapat ditugasi memfasilitasi reskilling pada social and emotional skills ataupun higher cognitive skills, baik secara daring maupun luring.

Bagaimana dengan pendanaan? Pemerintah mampu menyediakan dana Rp 10 triliun untuk kartu pra-kerja, sebagian bisa dijadikan syarat agar angkatan kerja dapat memanfaatkan dana ini jika berpartisipasi dalam program reskilling.

Bisa juga menggunakan dana CSR BUMN yang 30 persennya dapat dimanfaatkan untuk pendidikan, sebagaimana disampaikan menteri BUMN Rabu, pekan lalu.

Perusahaan juga dapat memanfaatkan fasilitas reskilling di atas dengan memberikan subsidi atau pembiayaan keseluruhan bagi pegawainya. Selain menjadikan pegawainya terampil sesuai kebutuhan zaman, juga meningkatkan produktivitas organisasi.

Pemaparan di atas menunjukkan, Indonesia rentan terhadap middle income trap, bila MC2 jatuh ke AMC atau jumlah AMC yang turun ke tingkat miskin.

Ini bisa terjadi ketika dampak revolusi industri 4.0 menjadikan setengah pekerjaan tergantikan mesin, khususnya terkait basic cognitive skills dan physical and manual skills.

Tantangan melengkapi kemampuan dan keterampilan penduduk Indonesia agar relevan dengan perkembangan zaman, bukan hanya menjadi tugas menteri pendidikan dan kebudayaan atau menteri tenaga kerja. Namun, ini tugas semua pihak terkait dan memiliki sumber daya untuk meningkatkan kapabilitas bangsa. Dengan skema CSV, pemerintah dapat juga menggandeng pemangku kepentingan yang relevan dan berkompeten melakukan //reskilling// secara massal.

Bila reskilling terkait keterampilan dasar dalam bidang teknologi, metode pembelajaran daring dapat diserahkan kepada pelaku yang memiliki kompetensi untuk menyediakannya.

Adapun reskilling untuk human attribute skills, misalnya creativity, complex problem solving, atau emotional intelligence dapat menggandeng perguruan tinggi, baik daring maupun luring. 

Terakhir, skema CSV yang ketiga paling tepat digunakan untuk AMC agar terberdayakan dan naik kelas menjadi MC2. Adapun skema CSV yang pertama dan kedua lebih tepat digunakan untuk menaikkan MC2 menjadi MC1.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat