Melepas burung | Didik Suhartono Antara

Jawa Timur

Air Terjun dan Burung Rangkong

Suara dua burung itu meningkahi langkah-langkah kaki kami menyapu serasah hutan ketika tiba di pohon-pohon besar.


Dua suara burung terdengar dengan jelas. Saya mengenali salah satunya, karena selama tiga bulan pernah mendengarnya di hutan Kalimantan. Itu adalah suara burung rangkong. Rupanya, rangkong di Papua berbeda dengan rangkong di Kalimantan. Rangkong Papua dikenal sebagai Rhyticeros plicatus.

Suara burung yang satu lagi, saya belum mengenalnya. Itu suara burung kumkum, ujar dosen Fakultas Kehutanan Universitas Papua (Unipa), Manokwari, Jimmy F Wanma. Jimmy ditemani koleganya dari Fakultas Kehutanan Unipa, Alfredo Ottow Wanma, dan Ezrom Batorinding dari Balit bangda Provinsi Papua Barat.

Di masa lalu, burung kumkum (Ducula picolor) dikenal suka memakan buah pala. Biji pala pun ditelan, lalu dibuang menjadi kotoran, sehingga tak ada fuli (kulit pembungkus pala) yang bisa diambil oleh petani.

Suara dua burung itu meningkahi langkah-langkah kaki kami menyapu serasah hutan ketika tiba di pohon-pohon besar. Ada pohon matoa dan beringin. "Ini matoa jenis Pometia coreace, ujar Jimmy menunjuk dua pohon dengan banir atau akar yang menjulur keluar yang sudah cukup lebar.

Saya sudah girang saja bertemu matoa dan hendak mencari anakannya di bawah. Namun Jimmy buru-buru memberi penjelasan. Buah Pometia coreace ini tak bisa di makan. Yang bisa dimakan matoa jenis Pometia pinnata,'' lanjut Jim my.

Mandiriansyah kapten kapal yang kapal pinisinya mengantar kami-- yang semula asyik meneropong ke atas untuk bisa melihat burung yang bersuara harus rela kehilangan teropongnya. Perantinya ini terlepas dan jatuh ke area jurang.

Hingga akhirnya kami pun mendekati sebuah mata air yang menjadi tujuan perjalanan kami di Teluk Nusalasi, Distrik Karas, Kabu paten Fakfak, Papua Barat. Untuk mencapai mata air, kami memilih turun dari speedboat sebelum mencapai lokasi. Mendaki di atas jurang pun menjadi pilihan.

Dengan begitu, kami bisa merasakan berada di kawasan hutan primer dengan fokus pada suara-suara burung yang bersahutan di hutan. Dengan jalan mendaki ini, kami mencari jalan melingkar di atas jurang, kemudian menuruni lembah untuk mencapai mata air di dasar jurang.

Sementara teman-teman yang lain langsung menuju ke mata air menggunakan speedboat. Ketika kami masih dalam separuh perjalanan di atas jurang, speedboat sudah terlihat parkir di dekat mata air.

Kami pun tiba di mata air ketika teman-teman yang lain sudah puas bermain di kolam mata air itu. Airnya bening, keluar dari dasar kolam batu karang terus mengalir ke laut. Saya mencoba menyusuri air tawar itu mengalir hingga bertemu dengan air laut yang sudah asin.

Dari lokasi mata air ini, speedboat mengangkut kami ke Air Terjun Kiti-Kiti. Sekitar 15 menit jaraknya, sambil menikmati dari ke jauhan beberapa ikan lumbalumba menari-nari. Ketika speedboat mencoba mendekat, ikan lumba-lumba itu segera menghilang di air.

Karas juga sekaligus nama pulau di teluk itu, yang di masa lalu menjadi ancaman bagi kapal-kapal Belanda yang berlabuh. Ketika itu ada kapal Belanda yang saat berlabuh di Karas, kemudian diserbu secara mendadak oleh orang-orang Papua di Karas.

Begitu tiba di Kiti-Kiti, temanteman seperjalanan langsung berhamburan bermain air. Tak lupa mereka mengambil gambar dari berbagai sudut pandang. Di lokasi air terjun, ada dua aliran air terjunnya yang cukup deras, mungkin karena sehabis hujan.

Jika dilihat dari kejauhan, air terjun muncul dengan warna putih pekat dari kehijauan pepohonan, dan air langsung meluber menjadi hamparan air hijau yang luas, hamparan air teluk. Untuk men dapatkan sudut pandang dan objek gambar yang bagus, berbagai upaya dilakukan, termasuk membawa speedboat ke bawah air terjun, lalu dari kejauhan diambil gambarnya.

Dari lokasi Air Terjun Kiti-Kiti terlihat dua pulau. Setelah puas menikmati Kiti-Kiti, kami menyam bangi dua pulau itu, yang menurut Mandiriansyah menjadi tempat tidur kelelawar. Begitu dekat dengan pulau, terlihat kelelawar bergelantungan di pepohonan.

Dinding pulau terlihat cekung, karena aus digerus ombak. Pepohonan tumbuh di atasnya. Jika tak ada kelelawar yang terbang, tentu kami tak bisa mendapat foto-foto yang mengasyikkan. Maka, kami goda kelelawar-kelelawar itu dengan tepuk tangan dari speedboat. Beterbanganlah kelelawar itu dan kami segera mengambil gambar.

Dua kali kami mengelilingi pulau, untuk mengganggu mereka agar beterbangan. Pada April 2018, saya juga menyaksikan kelelawar di Pulau Um, di perairan Malaumkarta, Kabupaten Sorong. Di pulau ini, saya bisa keliling pulau dengan berjalan kaki di pantai pasirnya yang putih.  ed: endah hapsari

Pesiar dengan Kapal Pinisi Kurabesi

Saat Alfred Russel Wallace naik kapal Dutch Mail Steamer dari Makassar ke Banda di abad ke-19, secangkir kopi atau teh sudah tersedia pukul 06.00. Wallace lama tinggal di Banda lalu juga tinggal selama tiga bulan di Wai giau, sebuah pulau di Raja Ampat. Ia sempat mengunjungi Pulau Mansinam di perairan Manokwari.

Wallace tak pernah sampai di Papua wilayah selatan, seperti Fak fak dan Kaimana, kendati ia sampai di Seram, pulau di wilayah Maluku yang dekat dengan Fakfak- Kaimana. Namun, ia pernah dikunjungi kapten kapal perang Belanda, Etna, yang memperlihatkan skesta pesisir selatan Papua dan Pegunungan Arfak.

Nama kapal Etna dijadikan nama teluk di Kaimana, seperti halnya nama kapal Inggris, Triton, yang juga dijadikan nama teluk di Kaimana. Dulu, di kapal Belanda itu, Wallace bisa sarapan pukul 07.00 dengan sarden dan telur.

Sedangkan pukul 07.00 di Kurabesi Explorer, awal Desember 2019, saya bisa menikmati sarapan nasi goreng dengan kerupuk udang atau sarapan dengan spageti, jika belum kenyang makan roti dan buah.

Bahkan sebenarnya begitu bangun tidur, kami bisa segera menikmati kopi, karena sebelum pukul 06.00 kopi sudah disediakan di pantry kapal Kurabesi Explorer. Buah-buahan pun tersedia, selain roti dengan selai dan susu. Bagi yang ingin roti bakar, bisa membakarnya menggunakan toaster.

Sehabis menyeduh kopi, saya selalu bersiap diri menyambut matahari terbit. Berburu matahari terbit tak seberuntung berburu matahari terbenam. Awan selalu menutup cakrawala saat matahari terbit.

Jadwal setelah sarapan adalah pergi ke kampung menggunakan speedboat. Pukul 12.00, jika tak kembali ke kapal, awak kapal akan mengirim makanan ke kampung.

Sebelum bermain di Air Terjun Kiti- Kiti, saya memilih makan siang dengan papeda. Kuah kuning tentu menyertainya, selain sayur bunga pepaya. Hari-hari lain,makan siang atau malam di kapal Kurabesi, saya selalu memilih menu ikan.

Memancing dan Menyelam

Masih belum puas? Memancing menjadi salah satu tujuan wisata di Kaimana. Ikan black bass dan barramundi menjadi ikan yang diburu komunitas pemancing yang berwisata ke sini,'' ujar Mustafa, kepala Seksi Jasa Pangan dan Minum Dinas Pariwisata Kaimana.

Mereka yang ingin mendapatkan ikan black bass akan mengunjungi Teluk Etna di Distrik Buruway. Jika menginginkan ikan barramundi, silakan menyambangi Teluk Arguni. Mereka datang di bulan-bulan Oktober hingga musim angin teduh. "Wisatawan yang datang untuk mancing di sini dari Cina, Jepang, Singapura, dan Swedia,'' ujar Mustafa.

Sedangkan di Teluk Triton, daya pikat utamanya adalah tawaran menyelam. Ada paus yang bisa diajak bermain saat menyelam. Untuk diving, whale shark ini jadi destinasi utama,'' ujar Mandiriansyah, kapten kapal pesiar pinisi Kurabesi Explorer yang sering membawa wisatawan ke Teluk Triton.

Bahkan, menurut Bupati Kaimana Matias Airuma, ada 15 ekor hiu paus di Teluk Triton. Setidaknya ada 25 titik penyelaman di Triton. Selain paus, ada banyak pula ikan-ikan, yang bisa dilihat saat menyelam. "Ada bumphead, kakap, squid, baracudda. Untuk yang hanya bisa snorkeling, " kata Mandiriansyah.

Bahkan, kita juga bisa melihat hiu paus (whale shark). Agar hiu paus itu mau muncul di permukaan laut, perlu dipancing dengan makanan kesukaannya; ikan teri.

Wisatawan juga bisa menyelam di Teluk Nusalasi. Ada empat titik penyelaman. Cuma, pemandangan di permukaan laut di Nusalasi tak seindah di Teluk Triton. Pulau-pulau karang di Teluk Triton menyimpan keindahan tersendiri, menyaingi keindahan pulaupulau karang di Raja Ampat. Berminat mencoba?

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat