Tujuh Perda Diajukan Untuk Dicabut | Republika

Jawa Barat

Tujuh Perda Diajukan untuk Dicabut

Pencabutan tujuh perda karena tumpang tindih dengan UU.

 

BOGOR - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor mengajukan pencabutan tujuh peraturan daerah (perda) yang dianggap tidak lagi efektif untuk diberlakukan. Pasalnya, ada peraturan sejenis yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi (pemprov) maupun pemerintah pusat. "Jadi, memang masih ada beberapa perda yang masih menggunakan aturan yang lama, jadi harus diubah lagi," kata Kabag Hukum Pemkot Bogor Alma Wiranta di Kota Bogor, Senin (10/2).

 

Alma menjelaskan, perda pertama dari tujuh aturan itu adalah Perda Nomor 11 Tahun 1987 tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga kepada Daerah. Perda tersebut dicabut karena ketentuan mengenai penerimaan sumbangan pihak ketiga kepala daerah sudah diatur Perda Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Kedua, Perda Nomor 10 Tahun 1990 tentang Penagihan Pajak Daerah dengan Surat Paksa dalam Wilayah Kota-madya Daerah Tingkat II Bogor. Perda tersebut dicabut karena ketentuan mengenai penagihan pajak daerah atau retribusi daerah sudah diatur dalam perda mengenai pajak dan retribusi daerah.

 

Ketiga, Perda Nomor 18 Tahun 1999 tentang Penomoran Rumah dan Bangunan dalam Wilayah Kota madya Daerah Tingkat II Bogor. Perda tersebut dianggap tak diperlukan karena hal tersebut cukup diatur dengan peraturan wali kota (perwalkot).

 

Keempat, Perda Nomor 12 Tahun 2007 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah. Perda tersebut dicabut karena telah diundangkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

 

Kelima, Perda Nomor 10 Tahun 2008 tentang Biaya Pemungutan Pajak Daerah. Perda tersebut dicabut karena ketentuan mengenai biaya pemungutan pajak daerah sudah diatur dalam Perda Nomor 9 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pajak Daerah. Keenam, Perda Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan di Kelurahan. Pasalnya, telah terdapat Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa. Karena itulah, perda tak diperlukan dan pengaturannya cukup dengan perwalkot.

 

Ketujuh, Perda Kota Bogor Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA). Perda tersebut tak diperlukan karena sudah ada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang SDA dan berlakunya UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang SDA.

 

Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim menjelaskan, ketujuh perda yang diusulkan dicabut dimasukkan dalam rencana peraturan daerah (raperda) Kota Bogor. Dedie mengatakan, pemkot mengajukan tiga raperda, termasuk tujuh perda yang dicabut.

 

"Yang dibahas yakni raperda (Perumda) Bank Kota Bogor, struktur OPD (organisasi perangkat daerah), dan pencabutan tujuh perda yang sudah ada aturan lain sehingga dianggap tumpang-tindih," ucap Dedie.

 

Menurut Dedie, pemkot telah melakukan kajian untuk mengusulkan raperda tersebut. Dia menyatakan akan sepenuhnya menyerahkan raperda tersebut kepada pansus (panitia khusus) yang dibentuk oleh DPRD Kota Bogor. "Sehingga, peraturan-peraturan itu ada yang direvisi dan tidak diberlakukan kembali serta resmi secara hukum ditetapkan oleh pansus," ujar Dedie.

 

Bentuk pansus

Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto mendukung pengajuan raperda yang dilakukan pemkot. Dia menjelaskan, dewan telah membentuk pansus untuk membahas tiga raperda itu. "Kita dari DPRD sudah jelas menerima usulan raperda yang dimaksud, yang nantinya akan kita bahas di dalam pansus," ucap Atang.

 

Dia menerangkan, Pansus I yang di ketuai Iwan Iswanto dari Fraksi PDIP akan membahas raperda Perumda Bank Pasar Kota Bogor. Pansus II yang diketuai Heri Cahyono dari Fraksi Golkar membahas raperda pencabutan tujuh perda. "Raperda tentang penyusunan organisasi OPD diketuai Akhmad Saeful Bakhri dari PPP," ucap Atang.

 

Selanjutnya, Atang berharap pemkot dapat memiliki perda yang dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan dan perkembangan Kota Bogor. Dengan demikian, perda yang dibuat dan dihasilkan dapat diimplementasikan secara efektif.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat