Soni Sumarsono | ANTARA FOTO

Jakarta

Penjabat Gubernur DKI Dinilai Harus Paham Konstelasi  

Calon Pj Gubernur Jakarta harus memenuhi persyaratan untuk karakteristik wilayah DKI Jakarta.

Masa jabatan Anies Rasyid Baswedan sebagai gubernur DKI Jakarta berakhir 16 Oktober 2022. Siapa yang layak menggantikannya? Berikut wawancara dengan pelaksana tugas (plt) gubernur DKI periode 2016-2017 Soni Sumarsono.

Siapa kandidat penjabat (pj) gubernur DKI yang ideal?

Calon yang tepat adalah yang memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk karakteristik wilayah DKI Jakarta. Pertama, secara administratif harus pimpinan madya atau eselon satu. Itu administratifnya. Selain, dari memiliki kapasitas manajemen daerah, ini sangat luas. Tentu, berdasarkan wilayah yang ditangani.

Kedua, memahami konstelasi politik lokal dan mengelola dinamika sosial di daerah. Bahasanya ketenteraman dan ketertiban. Harus bisa mengelola dinamika politik yang berkembang. Itu paling penting.

Ketiga, harus menjaga netralitas ASN (aparatur sipil negara) dan birokrasi serta melakukan konsolidasi dalam rangka menjalankan pelayanan publik. Jika ASN tidak netral, apalagi digerakan pj tidak netral, dikhawatirkan menyurutkan kepercayaan publik. Jika sudah tidak percaya pada pj gubernurnya, bahaya mengancam. Itu bahaya. Semua fungsi pemerintah tidak akan berjalan semestinya.

Pengalaman Anda memimpin Jakarta bagaimana?

Dulu saat saya menjabat plt gubernur DKI Jakarta, yang saya hadapi di luar dugaan. Pada masa Ahok, (ada) pro kontra yang jadi gerakan 212. Itu contoh kasus politik lokal yang di luar dugaan dan perlu ditangani karena dampaknya akan nasional. Terlebih, saat Jakarta menjadi episentrum nasional berbagai bidang.

Pekerjaan rumah (PR) utama Jakarta saat ini?

PR Jakarta itu paling utama, sebagai daerah khusus ibu kota negara (IKN) setelah ada UU tentang IKN, pertanyaan pertama 'Apakah kemudian daerah kekhususan Jakarta jadi apa?' Bisnis nasional? Atau khusus lainnya? Jakarta harus tetap menjadi daerah khusus. Pj ini harus tahu masalah ini dan tetap dikawal. Tidak bisa tiba-tiba persiapan kita kelabakan. Ini sifat pertama yang umum.

Tantangan kedua yang sejauh ini tidak bisa terselesaikan, Jakarta itu rawan banjir dan kemacetan. Dua ini tidak pernah terpecahkan dari gubernur-gubernur sebelumnya. Nambah terus, ngurangin dikit (volume air) saya kira ini perhatian juga. Nah, inilah kemampuan pj gubernur yang dalam perkembangannya sangat diperlukan. Itu masalah krusial juga.

Masalah ketiga adalah multikepentingan, mau dari pihak pengusaha maupun semua agenda pejabat daerah dan sektor pusat di DKI. Jadi, multikepentingan itu akan beradu. Karena itulah gubernur DKI dengan melihat perkembangan masalah yang ada saat ini harus bisa mengelola dengan baik secara vertikal dan horizontal. Saya kira itu yang harus diperhatikan.

Ada tiga nama yang muncul jadi kandidat penjabat, menurut Anda?

Yang paling cocok harus dilihat keunggulan dan kelemahannya. Jakarta perlu orang yang berpengalaman mengenali dan memahami serta menjiwai bekerja taktis di DKI. Itu akan sangat membantu.

Dalam hal ini, seorang Heru Budi Hartono yang mantan kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) DKI dan mantan wali kota Jakarta Utara memiliki syarat dan kriteria pertama ini. Dia bukan hanya mengenali Jakarta, melainkan juga sudah baik menjalani tugasnya, termasuk saat menjadi staf saya. Saya kira itu pengalaman dia.

Kedua, Sekda Marullah Matali, karena saat ini sebagai sekda dan mantan wali kota Jakarta Selatan, tentu dia sangat diandalkan dan memiliki kapasitas mengenal Jakarta secara dalam. Sama seperti Heru posisinya. Ketiga, Juri Ardiantoro mantan ketua KPU DKI (dan nasional) sangat memerinci dalam menghadapi konflik pilkada secara nasional.

Keunggulan ketiganya?

Kelebihan Saudara Heru, dia sekarang sudah menjadi kepala Sekretariat Kepresidenan dari 2017-sekarang. Dia berarti ada dua hal yang baik dalam kepercayaan dari Jokowi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Indonesia. Setelah mendapat kepercayaan itu, pj gubernur memiliki sifat sebagai kepanjangan tangan presiden dan Heru sudah mendapat itu.

Sementara, Pak Sekda Matali, di daerah juga bagus, asli Betawi. Namun, pengalaman nasionalnya belum sama sekali. Sehingga dia lokal DKI oke. Kalau Pak Juri, pengalaman pemda, tidak ada sama sekali. Silakan dengan kesimpulan tadi, Saudara simpulkan mana yang terbaik dan cocok. Masalah cocok, itu jadi hak prerogatif presiden.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Kapolda Tolak Jadi Penjabat Gubernur DKI Gantikan Anies

Anies berharap penggantinya memperhatikan pembangunan di Kepulauan Seribu.

SELENGKAPNYA

Mendagri Didesak Batalkan Brigjen TNI Jadi Penjabat Bupati

Mendagri menunjuk Brigjen TNI Andi Chandra menjadi Pj Bupati Seram Bagian Barat.

SELENGKAPNYA