SOLO, 31/1 - AKSI TOLAK KDRT. Sejumlah pegiat Jaringan Peduli Perempuan dan anak, menggelar aksi tolak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di depan Balaikota Solo, Jateng, Kamis (31/1). Dalam aksinya mereka mengecam KDRT sekaligus menuntut pemerintah untu | ANTARA FOTO

Bodetabek

Kekerasan Seksual dan KDRT Dominan di Tangsel

Kesadaran masyarakat Tangsel melaporkan kasus KDRT semakin meningkat

TANGERANG SELATAN -- Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten mencatat sebanyak 87 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah setempat. Jenis kekerasan yang mendominasi, yakni kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

"Periode Januari sampai April 2022 ada 87 kasus (kekerasan terhadap perempuan dan anak)," ujar Kepala UPTD P2TP2A Kota Tangsel Tri Purwanto, Selasa (17/5).

Tri memerinci pada Januari 2022 terdapat 25 kasus, Februari 18 kasus, Maret 23 kasus, dan April 21 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Berdasarkan jenis kekerasan, jumlah kekerasan seksual sebanyak 28 kasus, KDRT sebanyak 26 kasus, lalu kekerasan fisik berjumlah 8 kasus.

Berlanjut kekerasan berbasis online sebanyak 6 kasus, penelantaran 5 kasus, psikis 4 kasus, anak berhadapan dengan hukum (ABH) pelaku 3 kasus, dan eksploitasi 1 kasus, serta lainnya 10 kasus.

Berdasarkan tempat terjadinya kasus, yakni di rumah tangga 53 kasus, di tempat kerja 1 kasus, di sekolah 1 kasus, dan di ruang publik 13 kasus, serta lainnya 19 kasus. Adapun dominan kasus kekerasan dialami anak usia 0 sampai 17 tahun sebanyak 35 kasus, lalu usia 25 tahun sampai 59 tahun sebanyak 32 kasus, dan usia 18 tahun sampai 24 tahun sebanyak 18 kasus. Lalu, satu kasus untuk usia di atas 60 tahun dan satu kasus tidak dicatat usianya.

Data yang sama menunjukkan, Kecamatan Ciputat menjadi wilayah dengan kasus kekerasan terbanyak, disusul Pamulang, Pondok Aren, Setu, Ciputat Timur, Serpong, dan terakhir Kecamatan Serpong Utara. Tri menyebut, puluhan kasus kekerasan pada perempuan dan anak tersebut didominasi masalah ekonomi. Di antaranya perilaku menelantarkan, suami tidak memberi nafkah, dan suami tidak memberi biaya untuk sekolah anak.

"Rata-rata keluhan tentang ekonomi. Kadang orang tua nggak paham soal hak anak seperti hak anak harus mengenyam pendidikan," tuturnya.

Tri mengatakan, pihaknya menindaklanjuti tiap kasus yang masuk ke P2TP2A Kota Tangsel. Upaya penyelesaian yang dilakukan meliputi layanan hukum, psikologi, dan mediasi.

"Setiap kasus yang masuk, kita klasifikasi dulu apakah ada unsur pidananya, kalau ada unsur pidana kita kasih tahu ini bisa dilaporkan ke polisi, kalau mau lapor kita dampingi. Kalau dia hanya ingin layanan psikolog ya sudah kita berikan, tapi biasanya kalau KDRT itu mediasi," ujarnya.

 
Setiap kasus yang masuk, kita klasifikasi dulu apakah ada unsur pidananya, kalau ada unsur pidana kita kasih tahu ini bisa dilaporkan ke polisi.
 
 

Sementara itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Tangsel menyebut, kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan semakin meningkat seiring dengan sosialisasi yang gencar dilakukan. Banyaknya laporan dinilai menjadi indikator keberhasilan sosialisasi mengenai kekerasan.

"Semakin banyak yang melapor semakin banyak orang sadar, jadi tidak bisa dikatakan bahwa dengan banyaknya (laporan) kekerasan berarti menjadi sesuatu yang negatif, justru semakin banyak laporan kekerasan bisa menjadi indikasi bahwa sosialisasi berhasil karena sebetulnya kalau dilihat survei yang ada, 1 dari 4 perempuan mengalami kekerasan, jadi sesungguhnya yang dilaporkan lebih sedikit dari kejadian yang sesungguhnya," ujar Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak DP3AP2KB Tangsel Irma Safitri kepada Republika, Selasa (17/5).

Berdasarkan data yang dihimpun, Irma mengakui, KDRT dan kekerasan seksual mendominasi laporan. Menurut dia, penyebab utama dari KDRT, yakni karena faktor ekonomi, sementara kekerasan seksual di antaranya karena pola asuh orang tua yang tidak tepat.

Irma menjelaskan, dalam melakukan upaya menekan kasus kekerasan, pihaknya terus melakukan langkah sosialisasi. Upaya itu merambah ke banyak lini, meliputi sosialisasi ke sekolah segala tingkat dari PAUD hingga Perguruan Tinggi, orang tua, hingga majelis taklim.

Selain sosialisasi juga upaya membentuk jejaring untuk memberi edukasi terkait tindak kekerasan yang dialami perempuan dan anak di Tangsel. "Kami lakukan program seperti kelompok-kelompok bina keluarga balita, bina keluarga remaja, bina keluarga lansia. Lalu, konseling remaja untuk anak-anak sekolah bagaimana menjadi anak yang siap menjadi dewasa dan tahu kesehatan reproduksi," ujarnya.

Lebih lanjut, upaya dari segi ekonomi, Irma menyebut, dilakukan melalui kerja sama dengan dinas-dinas terkait serta pihak kelurahan dan kecamatan. Pemberdayaan terhadap perempuan korban KDRT, kata dia, terus dilakukan bersama dinas-dinas terkait, seperti Dinas Koperasi dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tangsel.

Namun, hingga saat ini dia mengakui masih mengalami kendala dalam praktiknya. Kendala itu terkait dengan masalah mental karena trauma yang dialami masyarakat yang menjadi penyintas.

"Ada pemberdayaan bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan, tapi mereka cenderung mentalnya down, susah bangkit," ujarnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Adopsi Teknologi, Kunci Sukses Bisnis FnB

Dengan teknologi yang membantu efisiensi, pelaku usaha dapat berfokus kepada strategi pengembangan.

SELENGKAPNYA

Jalan Terjal Transformasi Energi Jerman

Ketergantungan pasokan gas dari Rusia menjadi kendala rencana transformasi produksi energi listrik di Jerman.

SELENGKAPNYA

Wajib Masker Dilonggarkan

Pelonggaran wajib masker menjadi bagian program transisi dari pandemi menuju endemi Covid-19.

SELENGKAPNYA