Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov. | AP/Shamil Zhumatov/Pool Reuters

Internasional

Rusia Syaratkan Pencabutan Sanksi

Zelenskyy telah bersikeras sejak invasi dimulai pada 24 Februari bahwa sanksi Barat terhadap Rusia perlu diperkuat.

MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan diskusi menuju perdamaian terus dilakukan dengan salah satu syarat pencabutan sanksi yang dikenakan pada Rusia. Negosiator senior Ukraina Mykhailo Podolyak membantah dan menyatakan bahwa pencabutan sanksi tidak menjadi pembahasan.

"Saat ini, delegasi Rusia dan Ukraina sebenarnya mendiskusikan setiap hari melalui konferensi video rancangan kemungkinan perjanjian," kata Lavrov dalam komentarnya kepada kantor berita resmi Cina Xinhua yang diterbitkan di situs web Kementerian Luar Negeri Rusia pada Sabtu (30/4).

Menurut Lavrov, Moskow mendukung untuk melanjutkan negosiasi, meskipun itu sulit. "Agenda pembicaraan... termasuk, antara lain, masalah denazifikasi, pengakuan realitas geopolitik baru, pencabutan sanksi, status bahasa Rusia," kata Lavrov tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Dalam pernyataan yang dikutip oleh kantor Presiden Volodymyr Zelenskiy, Podolyak mengatakan, masalah sanksi internasional global terhadap Federasi Rusia tidak dibahas sama sekali dalam kerangka negosiasi Rusia-Ukraina. "Ini untuk semua mitra kami, bersama dengan Ukraina, untuk memutuskan keputusan apa yang harus diambil mengenai sanksi, dan kapan," katanya.

photo
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg (tengah) mengahdiri pertemuan dengan Parlemen Uni Eropa di Brussels, Belgia, Kamis (28/4/2022). - (AP/Olivier Matthys)

Podolyak menolak dengan mengatakan Lavrov tidak menghadiri satu putaran negosiasi. Dia menyatakan Ukraina tidak membutuhkan pelajaran dalam denazifikasi atau penggunaan bahasa Rusia dalam upaya menyerang dan menduduki kota-kota Ukraina.

Zelenskiy telah bersikeras sejak invasi dimulai pada 24 Februari bahwa sanksi Barat terhadap Rusia perlu diperkuat dan tidak dapat menjadi bagian dari negosiasi. Kiev memperingatkan sebelumnya bahwa pembicaraan untuk mengakhiri invasi Rusia, sekarang di bulan ketiga, berada dalam bahaya.

Hingga saat ini belum ada pembicaraan damai tatap muka kembali sejak 29 Maret. Suasana pun memburuk karena tuduhan Ukraina bahwa pasukan Rusia melakukan kekejaman saat mereka mundur dari daerah dekat Kiev dan klaim itu telah dibantah Rusia.

Moskow menyebut tindakannya di Ukraina sebagai operasi khusus untuk mendemiliterisasi tetangganya dan menyingkirkan nasionalisme ekstrim anti-Rusia yang dikobarkan oleh Barat. Ukraina dan Barat mengatakan Rusia melancarkan perang agresi yang tidak beralasan.

Sekutu Barat Ukraina telah membekukan sekitar setengah dari emas negara bagian Moskow dan cadangan mata uang asing. Ditambah lagi pemberlakuan pembatasan ketat pada perdagangan dengan Rusia, sehingga memukul ekonomi negara itu.

Sementara, Kanselir Jerman Olaf Scholz menolak gelombang kritik yang menyebut Jerman tidak menunjukkan kepemimpinan dalam upaya Barat memasok senjata berat ke Ukraina. Dalam hal tersebut, Scholz memilih lebih berhati-hati.

“Saya mengambil keputusan dengan cepat dan bersama dengan mitra kami. Saya menemukan tindakan tergesa-gesa dan upaya Jerman yang luar biasa dipertanyakan,” kata Scholz dalam wawancara dengan surat kabar Bild am Sonntag yang diterbitkan Ahad (1/5).

Saat ini Scholz tengah mendapat tekanan dari dalam dan luar negeri untuk memasok Ukraina dengan senjata berat. Ia juga didesak mendukung Uni Eropa dalam menerapkan embargo terhadap produk energi Rusia. Saat ini lebih dari 50 persen pasokan gas Jerman diperoleh dari Moskow.

Pada 26 April lalu, Jerman menyetujui pengiriman tank anti-pesawat “Gepard” ke Ukraina. Menurut survei, keputusan tersebut didukung 55 persen rakyat di sana. Namun keputusan itu tidak mengubah persepsi publik tentang Scholz sebagai tokoh atau pemimpin yang bimbang.

Sebuah jajak pendapat yang diterbitkan di Bild am Sonntag menunjukkan bahwa 54 persen warga Jerman tidak puas dengan penanganan krisis yang dilakukan Scholz. Peringkat persetujuannya turun menjadi 32 persen. Khawatir Rusia dapat memperluas perang ke negara-negara selain Ukraina, beberapa mitra Jerman dalam aliansi militer NATO telah menyatakan ketidakpuasan dengan keraguan awal Scholz untuk mempersenjatai Ukraina. Lainnya seperti Polandia tidak senang dengan penentangan Jerman terhadap embargo Uni Eropa atas impor gas Rusia.

Partai koalisi Scholz, yakni, The Greens and Free Democrats, juga lebih tertarik memberikan lebih banyak bantuan militer ke Ukraina. Scholz harus menyeimbangkan tuntutan mereka dengan tuntutan anggota partainya yang mengatakan pengiriman senjata berat ke Ukraina berisiko memicu respons militer Rusia di negara ketiga dan memicu konflik yang lebih luas.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Impian Entaskan Kemiskinan Melalui Gerakan Cinta Zakat

Zakat menjadi kekuatan ekonomi yang menyimpan potensi besar.

SELENGKAPNYA

Doa Khaulah yang Menembus Langit

Khaulah lantas mengangkat tangannya dan berdoa dengan kesungguhan, penuh harap kepada Allah SWT, dan rasa kesedihan dalam hatinya.

SELENGKAPNYA

Idul Fitri, Kedepankan Ukhuwah

Prof Haedar mengajak umat Islam menjadikan Ramadhan dan Idul Fitri sebagai jalan baru keruhanian.

SELENGKAPNYA