Sejumlah kapal nelayan bersandar untuk mendapatkan BBM solar bersubsidi di dermaga PPI Lempasing, Bandar Lampung, Lampung, Sabtu (19/3/2022). Nelayan setempat mengaku sejak dua minggu terakhir sulit mendapat BBM solar bersubsidi dengan harga Rp5.150 akiba | ANTARA FOTO/Ardiansyah/nz.

Ekonomi

Dirut Pertamina: Solar Overkuota

Pertamina mengeklaim industri tambang dan sawit memakai solar subsidi. 

JAKARTA — PT Pertamina (Persero) angkat bicara terkait kelangkaan solar, khususnya solar subsidi di masyarakat. Saat ini, total konsumsi solar subsidi per Februari 2022 telah jebol 10 persen dari kuota yang ditetapkan. 

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, saat ini secara produksi dan pasokan Pertamina menjamin ada barangnya. Sayangnya, dalam hal distribusi memang masih terkendala karena saat ini penyaluran solar subsidi oleh Pertamina sudah melebihi kuota.

“Kondisinya saat ini semua aktivitas usaha sudah berjalan semua dan industri sudah naik seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang naik 5 persen,” kata Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (28/3).

Nicke mengatakan, kuota solar subsidi yang dipatok pemerintah tahun ini mencapai 14,9 juta kiloliter (KL). Angka kuota ini bahkan turun 5 persen dari jatah solar subsidi pada 2021, tapi hingga saat ini konsumsi sudah mencapai 16 juta KL. “Kami memprediksi konsumsi sampai akhir tahun ini ada kenaikan 14 persen,” ujar Nicke.

Kondisi kelangkaan solar juga diperparah dengan kondisi gap harga solar nonsubsidi dan solar subsidi yang sudah mencapai Rp 7.800 per liter. Nicke mengakui adanya shifting konsumsi karena disparitas harga ini. Ia menyebutkan, saat ini realisasi konsumsi solar subsidi sudah 93 persen dan solar nonsubsidi hanya 7 persen. 

Kelangkaan solar subsidi yang terjadi di beberapa daerah disinyalir Pertamina karena adanya konsumsi yang tidak tepat sasaran. Nicke mengatakan, Pertamina menemukan ada pihak-pihak, seperti industri tambang dan sawit, yang sebenarnya tidak boleh memakai solar subsidi, tetapi memakai solar subsidi.

“Antrean ini banyak yang dari industri sawit dan tambang. Kita duga banyak yang pakai solar subsidi,” kata Nicke. 

Nicke menjelaskan, per Maret 2022 saja konsumsi solar subsidi sudah mencapai 93 persen dari total penjualan. Sedangkan, solar nonsubsidi hanya 7 persen. “Dan, ini kelihatannya, penjualan solar nonsubsidi turun, solar subsidi naik, padahal industri secara operasional naik,” ujar Nicke.

Nicke mengakui, saat ini Pertamina memang tidak bisa menindak secara tegas terkait hal ini. Sebab, meski ada peraturan presiden (perpres) soal subsidi, belum ada kejelasan kriteria penerima subsidi.

“Butuh keputusan menteri (kepmen) yang bisa dijadikan juknis juklak mengatur siapa yang berhak mengonsumsi maupun volumenya berapa. Industri kan tumbuh, kita tetap suplai, meski sudah overkuota,” kata Nicke.

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi meminta pemerintah mewaspadai kelangkaan solar karena bisa memicu kenaikan harga kebutuhan pokok di masyarakat akibat proses distribusi barang yang terganggu.  

“Terhambatnya distribusi tersebut berpotensi makin menyulut kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang sebelumnya sudah mengalami kenaikan signifikan,” ujar dia.  

Fahmy menyampaikan, Pertamina mestinya sudah bisa mengantisipasi kenaikan permintaan yang hanya sekitar 10 persen tanpa menimbulkan kelangkaan solar subsidi.

Menurut dia, keterlambatan pasokan solar itu menyebabkan antrean panjang truk dan kendaraan umum. Bahkan, sejumlah nelayan tidak bisa melaut untuk mencari ikan karena kesulitan mendapatkan solar untuk perahu mereka.

Kenaikan Konsumsi BBM 

Pertamina memprediksi pada momen Ramadhan tahun ini akan terjadi kenaikan konsumsi BBM, terutama saat Lebaran nanti. Kondisi ini menyusul tak adanya lagi pembatasan perjalanan pemerintah. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, jika dua tahun sebelumnya

pemerintah masih melarang mudik, momen Lebaran tahun ini menjadi kesempatan masyarakat untuk mudik. Untuk itu, Nicke memprediksi, konsumsi BBM juga avtur serta liquified petroleum gas (LPG) akan mengalami peningkatan.

“Saat ini antusias masyarakat untuk mudik sudah terlihat, karena itu kami mengantisipasi pasokan di titik-titik tertentu, seperti jalan tol dan rest area,” kata Nicke.

Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution menyampaikan, kenaikan konsumsi diprediksi secara total naik 14 persen. Khusus untuk Pertamax terutama diperkirakan bakal naik 14,8 persen, sedangkan Pertalite naik 1,4 persen.

“Konsumsi LPG juga diprediksi akan naik sampai 3,4 persen. Solar juga kami prediksi naik 10 persen,” ujar Alfian. 

Alfian menjelaskan, guna mengantisipasi hal itu Pertamina sudah menyiapkan stok. Untuk LPG, ketahanan stok per Senin (28/3) mencapai 18,3 hari. Sedangkan Pertamax 17,2 hari, Solar 11,8 hari, dan Pertalite 7,5 hari. “Kita akan tambah pasokan fame 23 hari. Saat ini, kondisi avtur mencapai 29,7 hari,” kata Alfian menambahkan. 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by PT Pertamina (Persero) (pertamina)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat