Polisi meletakkan barang bukti senjata tajam saat gelar perkara kasus tawuran di pintu lobby Mall BTM, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/9/2021). Satreskrim Polresta Bogor Kota berhasil mengamankan 15 tersangka dan barang bukti senjata tajam yang digunakan | ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/wsj.

Jakarta

Polisi Amankan Enam Pelajar karena Tawuran 

Janjian tawuran dilakukan menggunakan dua akun medsos Instagram. 

TANGERANG — Tawuran antar-remaja yang teridentifikasi sebagai pelajar sekolah menengah pertama (SMP) terjadi di Jalan Poris Indah, Kelurahan Poris Gaga, Kecamatan Batuceper, Kota Tangerang, Banten. Atas insiden itu, polisi mengamankan enam anak di bawah umur. 

Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol Komarudin mengatakan, insiden yang terjadi pada Ahad (6/3) itu menyebabkan tiga orang mengalami luka sabetan senjata tajam (sajam). Pihaknya telah meringkus sebanyak enam orang atas peristiwa itu. "Kita amankan enam orang, masih SMP semua," ujar Komarudin kepada wartawan, Senin (7/3). 

Komarudin menjelaskan, insiden tawuran itu bermula saat sejumlah remaja dalam dua kelompok berjanjian untuk tawuran melalui media sosial (medsos). Perjanjian tawuran tersebut menggunakan dua akun medsos Instagram

Dari perjanjian di medsos tersebut, tawuran pun pecah antara dua kelompok di Jalan Poris Indah, Kelurahan Poris Gaga, Kecamatan Batuceper. Dari aksi itu, tiga orang mengalami luka-luka dan dilarikan ke Rumah Sakit Sari Asih Cipondoh. "(Korban) luka bacok tiga orang, satu di punggung, satu di pinggang, satu di perut," ujarnya. 

Komarudin mengatakan, keenam orang yang diamankan dalam insiden tersebut tengah menjalani pemeriksaan intensif di Mapolsek Batuceper. Polisi mendalami sejumlah hal, di antaranya peran dari masing-masing personel dalam tawuran tersebut. 

"Sedang menjalani pemeriksaan karena dari mereka kita sedang dalami perannya masing-masing, ada yang menjadi joki, ada yang membawa sajam," katanya.

Atas perbuatannya, para pelaku yang diamankan dijerat Pasal 169 juncto 170, dengan ancaman hukuman kurungan penjara selama lima tahun. Lebih lanjut, pihak kepolisian juga tengah memburu sejumlah pelaku lainnya dalam tawuran itu. Komaruddin menyebut sudah ada data atau identitas empat pelaku lain yang melarikan diri. 

Keempatnya, yakni AL, RN, EZ, dan GBL. AL beralamat di Gang Ampera 1, Poris Gaga, DN dan WZ beralamat di Gang MD, Kelurahan Poris Jaya, dan MD beralamat di Warung Buntu, Kalideres. "Masih terus kita buru. Kita juga mengimbau para orang tua yang anaknya terindikasi supaya diserahkan. Kalau tidak, kita yang akan buru mereka," katanya menegaskan.

 

Bukan fenomena baru

Pengamat sosial dari Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati, menilai aksi tawuran yang melibatkan kaum remaja bukanlah fenomena baru, terutama di kota-kota besar, di Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan lainnya. Apalagi pada masa pandemi Covid-19 ini, di mana mereka lebih banyak di rumah dan minim kegiatan yang bisa menjadi saluran jiwa mudanya.

"Karena mereka memang entitas yang membutuhkan ruang ekspresi dan menyalurkan energinya. Jadi, ketika mereka tidak mendapatkan ruang untuk melakukan hal tersebut, jalanan menjadi salah satu tempat untuk menunjukkan eksistensinya dan menyalurkan energinya yang tidak tersalurkan," kata Devie, Senin (7/3).

Dia menyebut tak sedikit pola asuh dari orang tua juga kurang baik. Seperti menyerahkan kendali kepada anak-anaknya. Maka sebenarnya, Devie mengatakan, anak-anak yang masih berusia remaja ini adalah korban dari sistem pola asuh yang abai terhadap mereka. Sehingga dari hasil penelitian menunjukkan tawuran ini terjadi dalam kondisi anak sedang bebas atau tidak ada kegiatan.

"Biasanya angka tawuran akan menurun ketika pada masa-masa ujian atau mereka sedang dipenuhi tugas-tugas sekolah. Ini berdasarkan riset ya. Jadi, sebetulnya membuat anak leluasa jika orang tua tidak mengontrol," ujar Devie.

Terkait munculnya sifat brutal remaja, bahkan sampai berani melakukan tindakan keji seperti membacok lawannya saat tawuran, Devie menyebut, ada beberapa analisis. Pertama, kaum remaja adalah entitas yang tidak memiliki tanggungan. Pada saat mereka tidak memiliki tanggungan, akan lebih berani mengambil risiko, sekalipun nyawa taruhannya atau setidaknya pidana.

Hal ini berbeda dengan orang dewasa yang sudah memiliki tanggungan, baik istri maupun anak. Sehingga orang dewasa akan berpikir ulang ketika akan melakukan tindakan yang merugikan dirinya maupun orang, seperti tawuran. Kemudian orang dewasa juga sudah memiliki kesibukan dan tak ada waktu untuk melakukan tindakan yang tak berguna.

"Kedua, mereka semakin sadis, dianggap bisa mengangkat harkat dan martabat mereka, karena mereka bisa menunjukkan. Artinya, mereka adalah orang yang layak ditakuti," kata Devie.

Devie menilai, untuk memberantas aksi tawuran di kalangan remaja atau pelajar tidak cukup hanya dengan penegakan hukum yang dilakukan pihak kepolisian. Namun, dia melanjutkan, harus dilakukan melalui pendekatan keluarga, juga harus menjadi perhatian mulai dari lingkungan terkecil, dari tingkat RT atau RW. 

Maka dari lingkungan terkecil harus membangun komunikasi dengan keluarga. Hal itu dilakukan untuk membangun sistem sosial di lingkungannya. Artinya, pemerintah daerah (pemda) setempat harus memberikan mereka kesibukan ruang untuk berekspresi. Intinya para remaja ini harus dilibatkan dalam segala kegiatan. Contohnya, dalam kegiatan vaksinasi booster atau untuk membersihkan lingkungan.

"Habiskan energi mereka libatkan mereka, beri penghargaan. Jadikan mereka jagoan-jagoan di sektor lingkungan, kemanusiaan. Saya yakin ini akan membuat mereka bangga dan membuat mereka merasa harkat martabatnya naik tanpa dengan kekerasan," kata Devie.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat