Karyawan melayani nasabah di kantor pusat Bank Muamalat, Jakarta, Jumat (19/11). BPKH selaku pemegang saham pengendali Bank Muamalat bisa menjalin sinergi pengelolaan investasi dengan BUMN yang saling menguntungkan. | Prayogi/Republika.

Opini

Penguatan Kapasitas Investasi BPKH

Kerja sama investasi BPKH dengan BUMN akan menjadi sinergi yang saling menguntungkan.

A ISKANDAR ZULKARNAINAnggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)

Kegiatan investasi ibarat dua sisi mata uang. Selain menghadirkan imbal hasil (return), di sisi lainnya juga menghadirkan risiko (risk). Dan biasanya, besar kecilnya imbal hasil berbanding lurus dengan risikonya.

Itulah mengapa dalam dunia investasi terdapat ungkapan “high risk high return”. Semakin besar imbal hasil yang ingin didapat, kita juga harus siap dengan risiko yang semakin besar. Bahkan ada pula istilah yang agak ekstrem, “no pain no gain”, yang berarti kalau ingin untung, berarti harus siap pula merasakan sakit.

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) adalah lembaga yang diberikan mandat untuk melakukan pengelolaan keuangan haji atau dana haji. Salah satu kewenangan yang paling diharapkan kinerjanya dari BPKH adalah kegiatan penempatan dan investasi dana haji memberikan imbal hasil maksimal.

Tujuannya agar dapat meningkatkan nilai manfaat bagi jamaah haji. Nilai manfaat ini nantinya akan menjadi salah satu komponen yang menentukan besarnya biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) yang akan dikeluarkan calon jamaah haji.

Semakin besar nilai manfaat, maka BPIH yang dibayarkan calon jamaah haji dapat ditekan. Sebaliknya, bila nilai manfaat rendah, maka bila tidak ada subsidi dari pemerintah, biaya haji yang harus dibayarkan calon jamaah haji akan lebih besar.

 
Bila nilai manfaat rendah, maka bila tidak ada subsidi dari pemerintah, biaya haji yang harus dibayarkan calon jamaah haji akan lebih besar.
 
 

Sejauh ini, kegiatan penempatan dan investasi dana haji BPKH telah menunjukkan hasil positif dengan tren yang meningkat. Hal ini tercermin dari kinerja nilai manfaat yang dibukukan dan nilai manfaat yang dibagikan kepada calon jamaah haji.

Pada 2018, nilai manfaat BPKH mencapai Rp 5,78 triliun, meningkat berturut-turut menjadi Rp 7,37 triliun pada 2019 dan Rp7,43 triliun pada 2020. BPKH juga berhasil membagikan nilai manfaat kepada calon jamaah haji tunggu dalam bentuk virtual account sebesar Rp 2 triliun (2020), meningkat dibandingkan tahun sebelumnya Rp 1,08 triliun dan Rp 777 miliar (2018).

Pada 2021, diperkirakan capaian kinerja hasil investasi BPKH akan lebih baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkiraan capaian kinerja hasil investasi selama 2021 adalah meningkatnya dana kelolaan yang ditempatkan pada investasi. 

Penguatan kapasitas investasi langsung

Sesuai kewenangannya, BPKH dapat melakukan investasi dana haji dalam berbagai instrumen investasi, yaitu (i) surat berharga syariah (SBS), (ii) emas, (iii) investasi langsung, dan (iv) investasi lainnya. Meskipun telah membuahkan hasil positif, BPKH masih memiliki peluang untuk meningkatkan kinerja hasil investasinya.

Hal ini dapat dilakukan bila BPKH meningkatkan kapasitas investasinya dengan memperbesar pangsa investasi langsung dan investasi lainnya. Sejauh ini, investasi BPKH masih terbatas pada SBSN, sedangkan investasi langsung dan investasi lainnya masih sangat kecil, kurang dari 1 persen dari total investasi BPKH.

Pada 2021, BPKH melakukan aksi menjadi pemegang saham pengendali (PSP) di Bank Muamalat Indonesia (BMI), setelah sebelumnya melakukan kerja sama pengelolaan aset pembiayaan dengan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero). Posisi sebagai PSP terjadi setelah BPKH menerima hibah saham sebesar 78 persen dari pemegang saham BMI sebelumnya.

 
Pada 2021, BPKH melakukan aksi menjadi pemegang saham pengendali di Bank Muamalat Indonesia.
 
 

Sebagai kelanjutannya, BPKH melakukan kegiatan investasi di BMI melalui pola investasi Tier 1 sebesar Rp 1 triliun dan Tier 2 sebesar Rp 2 triliun. Melalui aksi ini, dapat dikatakan bahwa BPKH telah memulai babak baru (new milestone) dalam kegiatan investasinya. Yaitu, dari sebelumnya dominan pada investasi di SBSN, kini mulai memperluas sebaran investasi ke dalam investasi langsung. 

Cakupan investasi langsung yang dapat dilakukan BPKH sebenarnya luas yang antara lain dapat dilakukan dengan cara: (i) memiliki usaha sendiri, (ii) penyertaan modal, (iii) kerja sama investasi, dan (iv) investasi langsung lainnya.

Sektor ekonomi yang dapat dimasuki BPKH pun juga tidak dibatasi. Selain sektor keuangan, BPKH juga dapat melakukan investasi langsung di sektor perkebunan, energi, pertambangan, properti dan lain-lain, yang tentunya disesuaikan dengan kajian kelayakan investasi dan kemampuan BPKH dalam menyerap risiko (risk appetite).

Mungkin timbul pertanyaan: kalau demikian luasnya ruang bagi BPKH melakukan investasi langsung, lalu mengapa hal tersebut belum dilakukan secara maksimal? Bukankah investasi langsung akan memberikan imbal hasil yang lebih besar dibanding investasi pada SBS dan penempatan di perbankan syariah?

Strategi penguatan kapasitas investasi

Secara teori, investasi langsung memang dapat memberikan imbal hasil yang lebih besar. Namun, seperti ungkapan di dunia investasi di atas, “high risk high return”, risiko yang melekat pada investasi langsung juga lebih besar dibanding investasi pada instrumen surat berharga.

Risiko terbesarnya adalah bila proyek investasi langsung gagal beroperasi atau beroperasi tetapi tidak menghasilkan pendapatan yang cukup. Dalam dunia perbankan, bila dana yang disalurkan untuk kredit/pembiayaan gagal, bank akan menanggung kerugian yang timbul akibat kredit/pembiayaan bermasalah (bad debt).

Di dunia perbankan, bila terjadi kredit/pembiayaan bermasalah, bank dapat membentuk pencadangan (allowance) yang besarnya disesuaikan dengan kualitas kredit/pembiayaan yang dimiliki bank. Pembentukan cadangan ini bahkan diwajibkan oleh regulasi, sehingga bagi pelaku di industri perbankan tidak perlu merasa terlalu khawatir melakukan ekspansi kredit/pembiayaan, karena bayang-bayang kredit/pembiayaan macet. Sebab, potensi kerugian yang timbul akibat kredit/pembiayaan bermasalah sudah di-cover dengan pencadangan yang cukup dan dibiayakan setiap tahunnya. 

Kondisi inilah yang berbeda dengan BPKH dan menjadi salah satu faktor: mengapa BPKH belum dapat lebih aktif dalam melakukan investasi langsung. BPKH belum memiliki kewenangan membentuk cadangan untuk meng-cover potensi kerugian pada investasi langsung.

 
BPKH belum memiliki kewenangan membentuk cadangan untuk meng-cover potensi kerugian pada investasi langsung.
 
 

Di sisi lain, BPKH diwajibkan memberikan perlindungan terhadap dana haji dari berbagai investasi yang merugikan. Dan bila merugi, pengurus BPKH wajib mempertanggungjawabkannya secara tanggung renteng, kecuali bila dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaian dalam pengelolaannya.

Penulis berpendapat bahwa perlu ada payung regulasi yang memberikan kewenangan bagi BPKH untuk membentuk cadangan bagi kegiatan investasi, khususnya investasi langsung/lainnya. Tujuannya, selain memberikan jaminan perlindungan dana haji sekaligus juga untuk meningkatkan kemampuan BPKH dalam menyerap risiko (risk appetite), khususnya untuk kegiatan investasi langsung/lainnya.  

Berkaca dari pengalaman pengelolaan dana haji oleh Tabung Haji di Malaysia, mereka dapat melakukan investasi ke dalam berbagai portofolio investasi langsung dalam jumlah yang besar, antara lain, di sektor perkebunan, perdagangan, perhotelan, dan lain-lain.

BPKH sebenarnya memiliki peluang melakukan investasi langsung ke sektor-sektor ekonomi yang menjadi unggulan di Indonesia seperti perkebunan, energi, pertambangan, pangan, dan lain-lain. Antara lain dengan melakukan kerjasama investasi di sektor-sektor tersebut dengan BUMN yang bergerak di berbagai sektor tersebut. 

Dengan kapasitas dana kelolaan BPKH yang begitu besar, penulis berpendapat kerja sama investasi antara BPKH dan BUMN-BUMN tersebut akan menjadi sinergi yang saling menguntungkan. Termasuk pula, BPKH juga memiliki peluang investasi di luar negeri, misalnya di Arab Saudi, dengan menjalin kerja sama investasi di bidang properti dan akomodasi bagi kebutuhan penyelenggaraan haji di Tanah Suci.

Salah satu kuncinya adalah, BPKH memiliki risk capacity yang lebih besar, yang antara lain dapat diwujudkan melalui pemberian kewenangan dalam membentuk cadangan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat