Perdana Menteri Belanda Mark Rutte di Roma, Italia, 15 Januari 2020. EPA-EFE/FABIO FRUSTACI | ANSA

Internasional

Belanda: Maaf, Rakyat Indonesia

Rutte meminta maaf atas kekejaman Belanda kepada rakyat Indonesia era 1945-1949.

AMSTERDAM --Perdana Menteri Belanda Mark Rutte meminta maaf sepenuhnya kepada Indonesia, Kamis (17/2). Permintaan maaf itu disampaikan setelah temuan sejarah menunjukkan, Belanda menggunakan "kekerasan ekstrem" dalam merebut kembali wilayah bekas jajahannya termasuk Indonesia pada 1945-1949.

"Kami harus menerima fakta yang memalukan," kata Rutte dalam konferensi pers usai temuan itu dirilis. "Atas nama Pemerintah Belanda, hari ini saya menyampaikan permintaan maaf mendalam kepada rakyat Indonesia."

"Para politisi yang bertanggung jawab malah menutup mata atas kekerasan ini, begitu juga militer, pejabat sipil dan hukum yang berwenang, mereka bahkan membantu, menutupi, dan sedikit --atau bahkan tidak sama sekali-- menjatuhkan hukum (kepada pelaku --Red)," ujar Rutte.

Temuan sejarah menunjukkan, militer Belanda terlibat kekerasan yang sistematis, berlebihan, dan tidak etis semasa perjuangan Indonesia pada 1945-1949. Tindakan itu bahkan diterima dan dimaklumi oleh Pemerintah Belanda dan rakyatnya saat itu.

photo
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte (kanan) berjalan bersama Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (7/20/2019). Keduanya sedang melakukan seremoni penanaman pohon di sela-sela pertemuan bilateral kedua negara. (AP Photo/Dita Alangkara) - (AP)

Penelusuran bersejarah ini didanai Pemerintah Belanda pada 2017. Proses itu dilakukan oleh lebih dari 20 akademisi dan ahli dari kedua negara, lalu dipresentasikan di Amsterdam, Kamis. Temuan para ahli ini bertentangan dengan pandangan Pemerintah Belanda sejak lama.

"Sepanjang perang, angkatan bersenjata Belanda menggunakan kekerasan ekstrem secara struktural dan sering, dalam bentuk eksekusi di luar hukum, perlakuan buruk dan penyiksaan, penahanan dengan kondisi tidak manusia, pembakaran rumah dan desa, pencurian dan penghancuran properti serta simpanan makanan, serangan udara dan serangan artileri yang tidak seimbang, dan yang sering adalah penahanan massal dan pemenjaraan secara random," kata laporan itu.

Kekerasan oleh militer Belanda, termasuk penyiksaan kini mungkin akan dikategorikan kejahatan perang. Hal ini diungkap sejarahwan Ben Schoenmaker dari Institute for Military History di Belanda. Sekitar 100 ribu warga Indonesia meninggal sebagai akibat langsung dari perang saat itu.

"Jelas bahwa pada setiap level, tak diragukan lagi Belanda menerapkan standar berbeda kepada 'subjek' kolonialnya," simpul penelitian itu, mengacu pada Pemerintah Belanda dan rakyatnya yang mendukung tindakan tersebut.

Pada 1969 Pemerintah Belanda menyimpulkan bahwa pasukan mereka bertindak benar selama konflik. Namun, pada 2005, mereka mengakui keliru menyimpulkan sejarah. Raja Belanda Willem-Alexander secara mengejutkan menyampaikan permintaan maaf saat ia berkunjung ke Indonesia pada Maret 2020.

photo
Pasukan Belanda menyebarkan selebaran propaganda untuk mempengaruhi warga Yogyakarta terkait situasi Agresi Militer II 1948. - (Memenuhi Panggilan Tugas 1989)

Pada 2013, Belanda mencapai kesepakatan dengan para janda di Desa Rawagede yang mengalami pembantaian pada 1947. Pemerintah Belanda menawarkan kompensasi sekitar 5.600 dolar AS kepada anak-anak dari warga Indonesia yang dieksekusi saat perang.

Dalam pernyataan kali ini, Rutte kembali menyatakan, tawaran kompensasi kepada para korban masih terbuka. Namun, Rutte dan para akademisi yang tergabung dalam penelusuran sejarah itu menolak menyatakan apakah Belanda melakukan kejahatan perang dalam konflik dengan Indonesia.

"Itu bagian jaksa penuntut," kata Rutte. "Laporan ini ditulis tidak dari sudut pandang hukum, tapi dari perspektif sejarah --namun atas semua yang terjadi di sana, kami kecam setegas-tegasnya hari ini."

Namun, temuan ini juga menyimpulkan, pasukan Indonesia juga saat itu menggunakan kekerasan parah. Mereka terlibat dalam pembunuhan 6 ribu orang pada awal konflik. Para korban antara lain blasteran Eropa dan Asia, etnis Maluku, dan kelompok minoritas lain.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat