Pesantren Raudhatut Thullab Magelang yang dididirikan Kiai Asrori. | DOK FACEBOOK RATHUCHANNEL

Khazanah

Tak Ada Pesantren Ajarkan Radikalisme

MUI meminta untuk menghentikan narasi yang menyudutkan pesantren.

JAKARTA – Sudah saatnya, narasi yang mengaitkan pondok pesantren (ponpes) dengan tindakan radikalisme dihentikan. Sebab, hal itu mencoreng nama baik pesantren.

Penegasan itu disampaikan Sekretaris Jenderal Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI), KH Akhmad Alim, kepada //Republika//, Rabu (26/1). "Ponpes merupakan produk asli pendidikan Indonesia sebelum adanya pendidikan nasional dan berperan aktif dalam menjaga kesatuan NKRI serta memajukan bangsa," ujar dia.

Sejarah membuktikan bahwa pesantren memberikan sumbangsih besar terhadap kemerdekaan Indonesia. Kala itu, para kiai, ulama, santri, ajengan, tuan guru, bahkan habib bersatu untuk mengusir penjajah.

"Sehingga tidak ada pesantren yang mengajarkan hal radikal," ujar dia.

Karena itu, menurut dia, tidak perlu lagi ada narasi yang terkesan mencurigai keberadaan pesantren. Apalagi, menyeret nama pesantren seolah terindikasi virus radikal atau teroris.

"Jikapun ada personal yang terlibat radikalisme itu sifatnya oknum. Tidak perlu disangkutpautkan dengan pondok pesantren," ujar dia.

Jika narasi tersebut terus berlanjut, kata dia, hal itu sama saja dengan menegasikan peran pesantren yang telah berjasa besar untuk kemerdekaan dan persatuan NKRI.

Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi paparan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Boy Rafli Amar, dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (25/1). Dalam salah satu bagian paparannya, Boy menyebut adanya pesantren yang diduga terafiliasi dengan jaringan teroris.

"Kelompok radikal masih terpantau, sebagai perpanjangan tangan dari teroris global," kata Boy.

Ia menjelaskan, jaringan itu di antaranya Jamaah Islamiyah (JI) yang terafiliasi dengan jaringan Alqaidah. Kemudian, Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharul Khilafah (JAK) yang terkait dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

"Termasuk kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang berpusat di Poso, yang saat ini tersisa tiga orang yang dikejar para petugas," kata Boy.

BNPT, kata dia, juga menghimpun beberapa ponpes yang diduga terafiliasi kelompok terorisme, di antaranya 11 ponpes berafiliasi JAK, 68 ponpes terafiliasi JI, dan 119 ponpes terafiliasi JAD dan simpatisan ISIS.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Amirsyah Tambunan, mempertanyakan informasi yang disampaikan kepala BNPT tersebut, khususnya tentang dugaan adanya ratusan ponpes yang terafiliasi dengan terorisme.

"Atas dasar apa pendataan tersebut, apa metodologinya, apakah merupakan hasil kajian resmi BNPT?" ujar Buya Amirsyah.

Amirsyah mengungkapkan, pernyataan tersebut dapat menimbulkan masalah. "Pertama, menimbulkan keresahan bagi masyakat sekitar, kedua, membuat masyarakat kurang aman dan nyaman. Mestinya BNPT melakukan upaya preventif bersama lembaga terkait, sehingga tidak muncul info ini di publik," kata Amirsyah.

Ia pun lantas meminta agar secara kelembagaan BNPT menjelaskan ke publik, agar tidak menimbulkan stigma negatif kepada kelompok tertentu, terutama ponpes. "Jadi, saya mengajak semua pihak hentikan narasi menyudutkan kelompok tertentu dengan Islamofobia.”

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat