Pedagang menimbang daging sapi lokal dagangannya di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (6/8). Harga daging sapi segar lokal di pasar tradisional menjelang lebaran terpantau masih tinggi di angka Rp 120 ribu/kg. Sementara daging impor dipatok Rp 100 ribu/kg. | Republika/Adhi Wicaksono

Ekonomi

Kementan Tekan Impor Daging

Pataka menyarankan pemerintah mengevaluasi kebijakan impor daging kerbau dari India.

JAKARTA -- Pemerintah akan mengimpor daging sapi dan kerbau sebanyak 266.065 ton pada tahun ini. Kementerian Pertanian (Kementan) mengatakan, volume impor daging sapi terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

"Impor memang iya masih dilakukan, tapi jumlahnya terus menurun," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Makmun dalam webinar yang digelar Pataka, Kamis (13/1).

Makmun menjelaskan, pemerintah telah menetapkan neraca daging sapi dan kerbau nasional untuk 2022. Tingkat konsumsi diperkirakan sebesar 2,57 kilogram (kg) per kapita per tahun atau 706 ribu ton secara nasional. Sementara itu, kemampuan produksi dalam negeri diproyeksikan hanya 436 ribu ton dan stok awal tahun 62 ribu ton. Dengan demikian, pasokan yang ada masih di bawah dari kebutuhan.

Di sisi lain, pemerintah pun menargetkan harus terdapat stok sisa akhir tahun sebesar 58,8 ribu ton. Dengan demikian, diperoleh defisit daging 2022 sebesar 266 ribu ton. Defisit tersebut akan dipenuhi melalui impor.

Melihat tren tahun-tahun sebelumnya, impor daging berasal dari impor sapi bakalan, daging sapi beku dari Australia dan Brasil, serta daging kerbau beku India.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Puslitbang Peternakan (puslitbangnak.kementan)

Makmun mengatakan, alokasi impor daging tahun ini telah dihitung bersama dengan para kementerian terkait. Volume impor tersebut tercatat turun 3,4 persen dibandingkan impor pada 2021 yang sebesar 284,2 ribu ton. Impor pada 2021 juga menurun jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Sementara itu, dari sisi produksi terus mengalami peningkatan. Pada 2022, ditargetkan produksi dapat mencapai 274,8 ribu ton, naik 3,13 persen dibandingkan 2021 yang sebesar 272,2 ribu ton.

"Produksi sapi lokal kita terus tumbuh, tapi memang belum bisa mengejar kebutuhan konsumsi daging sapi yang sebetulnya partisipasinya hanya tujuh persen dari konsumsi pangan hewani," kata Makmun.

Ia mengatakan, Kementan akan terus meningkatkan produksi daging sapi lokal dengan berbagai program. Salah satu yang masih diupayakan, yakni integrasi lahan perkebunan sawit untuk peternakan sapi.

Budi daya ternak sapi di lahan sawit juga akan menciptakan siklus kehidupan yang baik karena dapat mencegah efek rumah kaca. Keberadaan sapi dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia serta untuk membersihkan gulma dan rumput di area perkebunan.

Sementara itu, Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) menilai, kebijakan pemerintah membuka impor daging kerbau beku India sejak 2016 belum mampu memberikan dampak pada penurunan harga daging dalam negeri. Tren harga justru terus mengalami fluktuasi, bahkan cenderung meningkat.

Ketua Gapuspindo Didiek Purwanto mencatat, realisasi impor daging kerbau beku pada 2016 sebesar 39,5 ribu ton dan meningkat menjadi 73 ribu ton pada 2021.

"Kita lihat harga eceran daging sapi dari data BPS sejak 2019 sampai 2021 ternyata hampir berdampingan (sama) sehingga tidak telalu berdampak menurunkan harga daging," kata Didiek.

Ia mencatat, harga daging sapi pada 2019 berkisar Rp 105 ribu-Rp 109 ribu per kg. Kemudian, harga pada 2020 bergerak pada rentang Rp 110 ribu-Rp 112 ribu per kg. Sedangkan, pada 2021 harga masih di kisaran Rp 112 ribu per kg. Padahal, kata dia, impor daging kerbau beku India yang didatangkan pemerintah melalui BUMN dijual sebesar Rp 80 ribu per kg atau jauh di bawah harga pasar dalam negeri.

"Jadi, daging beku ini dijual berapa di pasar? Apa benar Rp 80 per per kilogram atau justru dia terangkat naik dan harga daging sapi lokal tertarik turun. Ini menjadi persoalan yang harus kita kaji lebih detail," ujarnya.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Ali Usman menyarankan pemerintah dapat mengevaluasi kebijakan impor daging kerbau asal India. Menurut dia, perlu ada pengukuran efektivitas daging beku tersebut dalam membantu menurunkan harga daging sapi lokal.

Ia menuturkan, harga daging sapi masih tinggi dan daging kerbau mengalami kenaikan. “Tata niaga harus dibenahi jangan hanya melihat dari sisi konsumen, tetapi dari sisi produsen peternak rakyat juga harus dilihat," katanya.

Ali menyebut, biaya pemeliharaan sapi saat ini masih tinggi hingga soal rantai pasok yang masih minim. Dengan demikian, harga daging sapi masih tinggi di level konsumen akhir. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat