Tangkapan layar di Youtube mengenai aksi protes ribuan guru di Prancis mengenai penanganan Covid-19 oleh pemerintah, Kamis (13/1/2022). | Reuters
Ribuan guru dan murid turun ke jalan, di Bayonne, barat daya Prancis, Kamis, (13/1/2022). Mereka melakukan aksi protes di penjuru Prancis untuk mendemo kebijakan pemerintah yang dinilai tidak memberikan perlindungan maksimal terkait Covid-19 | AP

Internasional

Ribuan Guru Prancis Mogok Massal

Para guru memprotes gencarnya perubahan keputusan seputar sekolah.

PARIS -- Ribuan guru di Prancis pada Kamis (13/1) menggelar aksi mogok secara massal. Pemerintah dinilai gagal mengadopsi kebijakan yang koheren bagi sekolah dalam mengelola pandemi Covid-19. Kegagalan itu terutama dalam melindungi siswa dan staf sekolah dari infeksi Covid-19 ketika kelas tatap muka dimulai.

"Kami telah mencapai tahapan rasa putus asa, lelah, dan marah sehingga kami tidak punya pilihan lagi selain menggelar mogok untuk mengirimkan pesan kuat kepada pemerintah," kata Elisabeth Allain-Moreno, sekretaris jenderal serikat guru SE-UNSA, Kamis.

Sekolah-sekolah di Paris dan sekitarnya menampilkan pemandangan beragam pada Kamis pagi. Sejumlah sekolah tutup total akibat para guru mogok. Sebagian lagi belajar separuhnya dan sejumlah lainnya tetap belajar seperti biasa. Beberapa sekolah bahkan buka hanya untuk anak-anak dari para pekerja medis.

Mirlene Pouvin, seorang ibu yang putranya bersekolah di sekolah menengah atas, mengatakan, sejumlah guru di sekolah itu ikut mogok. Namun, Pouvin mengaku bersimpati kepada para guru.

"Saya bisa memahami mereka karena protokol (kesehatan--Red) mustahil diberlakukan baik di sekolah maupun di rumah sakit. Saya tidak marah kepada mereka," kata Pouvin.

Serikat guru memperkirakan, banyak sekolah ditutup. Alasannya, sebagian besar guru, termasuk sekitar 75 persen guru di sekolah dasar bergabung dalam aksi mogok.

"Rasa lelah dan kecewa dari seluruh komunitas pendidikan telah mencapai tahap yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata 11 serikat pekerja dalam sebuah pernyataan bersama.

"Menteri dan pemerintah harus bertanggung jawab dalam situasi kacau ini karena gencarnya berubah keputusan, protokol yang tidak berjalan, dan kurangnya alat yang tepat untuk menjamin (sekolah) dapat berfungsi dengan baik," kata pernyataan bersama tersebut.

Menteri Pendidikan Jean-Michel Blanquer mendesak para guru untuk tidak meninggalkan pekerjaan mereka. Dalam wawancara dengan BFM TV, Blanquer mengatakan, "Tidak ada satu aksi mogok yang dapat menentang virus."

 
Menteri dan pemerintah harus bertanggung jawab dalam situasi kacau ini karena gencarnya berubah keputusan, protokol yang tidak berjalan
 
 

Serikat pekerja mengatakan, mereka telah menyerukan pemogokan bukan untuk melawan virus, melainkan karena disorganisasi yang disebabkan oleh tes dan aturan pelacakan kontak. Hal ini meningkatkan risiko penularan dan kekurangan masker untuk staf.

Guru, orang tua, dan administrator sekolah telah berupaya untuk mengikuti aturan pembatasan baru yang diumumkan sebelum akhir liburan Natal. Namun, pemerintah mengubah aturan tersebut sebanyak dua kali sejak dikritik.

photo
Ribuan guru dan murid turun ke jalan, di Bayonne, barat daya Prancis, Kamis, (13/1/2022). Mereka melakukan aksi protes di penjuru Prancis untuk mendemo kebijakan pemerintah yang dinilai tidak memberikan perlindungan maksimal terkait Covid-19.. (AP Photo/Bob Edme) - (AP)

Pemerintah menutup kelas yang menjadi klaster kasus virus korona. Pemerintah mengatakan, beberapa tingkat komplikasi adalah konsekuensi dari pembukaan sekolah.

Namun, lonjakan infeksi pada periode tahun baru yang mencapai rekor harian mendekati 370 ribu di Prancis juga telah menyebabkan lonjakan kasus di sekolah. Banyak sekolah mengalami kesulitan untuk tetap memberlakukan kelas tatap muka. Alasannya, banyak murid dan staf sekolah mengalami infeksi Covid-19.

photo
Tangkapan layar di Youtube mengenai aksi protes ribuan guru di Prancis mengenai penanganan Covid-19 oleh pemerintah, Kamis (13/1/2022). - (Reuters)

Tetap berbahaya

Sementara itu, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, varian omikron memang lebih jinak daripada delta. Namun, dia mengingatkan bahwa omikron tetap merupakan varian yang berbahaya, terutama bagi orang yang tidak divaksinasi.

Dalam webinar Covid-19, Rabu (12/1), ia mengatakan, jumlah rekor 15 juta kasus Covid-19 dilaporkan pada pekan lalu. Namun, ia yakin, angka sesungguhnya lebih tinggi.

"Di seluruh dunia, sebagian besar orang yang dirawat di rumah sakit adalah orang tidak divaksinasi," kata Tedros yang dikutip laman Anadolu Agency, Kamis.

Dia mengakui bahwa vaksin tetap sangat efektif untuk mencegah penyakit parah dan kematian. Namun, vaksin tidak sepenuhnya mencegah penularan. ';