Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK). | Republika/Thoudy Badai

Khazanah

MASK Dorong Daya Juang Generasi Muda Muslim

Dialog yang digelar atas kerja sama MASK dengan harian Republika itu menghadirkan dua narasumber

JAKARTA – Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK) Jakarta menggelar kegiatan dialog bertema ‘’Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan’’.  Melalui kegiatan semacam ini, MASK ingin membangun kesadaran dan semangat juang generasi muda Muslim.

‘’Supaya semakin banyak anak muda yang menyadari bahwa perjuangan mereka adalah untuk mengentaskan kemiskinan, mendorong ekonomi umat, dan lain sebagainya,’’ kata anggota Dewan Pengurus MASK, Arief Rosyid Hasan, kepada Republika seusai memandu dialog tersebut di ruang ibadah utama MASK, Jakarta, Jumat (7/1).   

Selain itu, ia berharap generasi muda Muslim dapat berkarya sebaik mungkin di profesinya masing-masing. ‘’Supaya anak muda bangga dengan profesinya sendiri, menjadi dokter terbaik, ilmuwan terbaik. Jadi, kesadaran itu yang ingin kita dorong dari Masjid Agung Sunda Kelapa," ujar Arief. 

Dia berharap, dari masjid kelak akan lahir tokoh-tokoh bangsa seperti KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Bung Karno. "Itu sebenarnya semangat dari kegiatan kita ini, selain berharap anak-anak muda memperjuangkan api Islam, juga ingin di masa yang akan datang lahir cendekiawan Muslim yang berpikir maju," ujarnya.

Dialog yang digelar atas kerja sama MASK dengan harian Republika itu menghadirkan dua narasumber, yakni ulama sekaligus Dewan Pakar MASK KH Nur Alam Bachtir dan Presiden Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir 2015-2016 Abdul Ghofur Mahmudin.

Kepada Republika seusai acara dialog, KH Nur Alam Bachtir menerangkan, peradaban Islam tidak pernah punah sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang. Sebenarnya yang dialami oleh umat Islam adalah fluktuatif, tapi substansinya peradaban Islam itu berkisar dari lima “koneksitas” yang tidak boleh lepas.

Lima koneksitas itu adalah, pertama, koneksitas antara manusia dengan Sang Pencipta. Itu yang disebut dengan sikap menghambakan diri kepada Allah. Menghambakan diri kepada Allah ada dua dimensi, yaitu yang bersifat vertikal dan horizontal.

Kedua, lanjut Kiai Nur Alam, koneksitas antara manusia dan alam. Manusia itu adalah makhluk sempurna dan dimuliakan oleh Allah. Di sisi lain, perbuatan syirik sebenarnya merendahkan manusia itu sendiri. Artinya, manusia menghinakan dirinya sendiri di hadapan makhluk yang sebenarnya tidak boleh dimuliakan di atas diri manusia itu sendiri. Karena itu, manusia tidak boleh takut kepada jin dan lain sebagainya.

Adapun koneksitas yang ketiga yakni koneksitas antara manusia. Dalam berhubungan dengan manusia harus berbuat adil, memaafkan, dan beramal baik lainnya. Seseorang juga tidak boleh menzalimi diri sendiri, menzalimi orang lain, dan menzalimi Allah.

Yang keempat, lanjut Kiai Nur Alam, koneksitas manusia dengan amanah. Sebab, semua manusia memiliki amanah. Contohnya adalah istri, anak, kendaraan, rumah, harta, jabatan, dan lain sebagainya adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan. "Tidak ada manusia yang tidak punya amanah, semuanya punya amanah," ujarnya.

Kelima, koneksitas manusia dengan kehidupan. Artinya, manusia tidak lepas dari ujian. Sepanjang manusia masih hidup maka manusia akan diuji oleh dua dimensi, yaitu dimensi baik dan buruk. Orang yang banyak hartanya, diuji oleh kekayaannya.

"Banyak orang diuji dengan kebaikan dan tidak lulus. Sementara, banyak juga manusia yang lulus saat diuji dengan dimensi buruk," ujarnya. Kiai Nur Alam menegaskan, lima koneksitas tersebut adalah kunci peradaban Islam. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat