Suasana pembangunan gedung bertingkat di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta, Sabtu (1/1/2022). | ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Opini

Ekonomi Politik 2022

Pemulihan ekonomi, dengan didongkraknya kembali investasi dan reindustrialisasi, mensyaratkan stabilitas nasional.

DIDIN S DAMANHURI, Guru Besar Ekonomi Politik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB

Ada tiga modal kuat Presiden Jokowi mengatasi problem ekonomi politik ke depan. Pertama, Pak Jokowi menjelang Pilpres 2024 sudah tidak jadi kandidat presiden lagi, meski ada upaya sekelompok kecil yang mengompori agar menjabat tiga periode.

Kedua, setahun ke depan, Indonesia menjadi presidensi G-20. Meski ini hanya semacam arisan, bagaimana juga ada faktor internasional yang bisa dimanfaatkan, yakni agar bukan hanya agenda G-20 itu sendiri yang disukseskan. Ada pula misalnya agar kesulitan mencapai target sustainable development goals (SDG’s) disinergikan dalam mengatasinya.

Ketiga, dalam penanganan pandemi Covid-19, akhirnya relatif berhasil, meski terdapat tantangan varian baru omikron dan godaan untuk cepat membuka pembatasan karena ingin meraih target pertumbuhan ekonomi tinggi.

 
Ada tiga modal kuat Presiden Jokowi mengatasi problem ekonomi politik ke depan. Pertama, Pak Jokowi menjelang Pilpres 2024 sudah tidak jadi kandidat presiden lagi.
 
 

Seperti dilaporkan WHO, Indonesia pernah terperosok akibat kasus kematian tertinggi Covid-19 di dunia selama pekan kedua Agustus 2021.

Problem ekonomi politik

Pertama, pascakeputusan MK soal UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat, hendaknya pemerintah tak hanya serius memperbaiki berbagai aksi legislasi (bersama DPR), yang lebih baik meninggalkan pendekatan omnibus law.

Ini karena dalam konstruksi hukum cenderung mengabaikan substansi kepentingan berbagai stakeholder (tenaga kerja, lingkungan, pendidikan, kesehatan) dan rawan pemboncengan kepentingan kelompok tak  bertanggung jawab (kalangan oligarki dan pemburu renten).

Seperti keputusan MK, pemerintah wajib menyelesaikan problem UU Cipta Kerja sebelum dua tahun dengan memperbaiki masalah hak buruh, kelestarian lingkungan, menghilangkan pasal-pasal komersialisasi sektor pendidikan dan kesehatan.

 
Seperti keputusan MK, pemerintah wajib menyelesaikan problem UU Cipta Kerja sebelum dua tahun dengan memperbaiki masalah hak buruh, kelestarian lingkungan, menghilangkan pasal-pasal komersialisasi sektor pendidikan dan kesehatan.
 
 

Selain itu, menegaskan kembali negative list untuk investor asing bagi industri pertahanan dan perlindungan UMKM. Perbaikan sangat mendesak.

Agar, unsur baik UU Cipta Kerja, yakni menghilangkan hambatan investasi dengan penyederhanaan birokrasi, kepastian hukum, dan keamanan membawa ekonomi yang didominasi konsumsi (sekitar 60 persen dan investasi kurang 30 persen) di balik komposisinya.

Yakni, investasi yang lebih dominan dalam struktur PDB, tetapi investasi yang terjadi tetap dijaga agar berkualitas sehingga tantangan pengisian bonus demografi dapat terjawab secara berkualitas pula.

Kedua, gejala post truth dan keterbelahan bangsa yang mengancam integrasi hendaknya diatasi dengan rekonsiliasi. Pemerintah hendaknya melokalisasi isu terorisme dan radikalisme yang cenderung gebyah uyah dengan gebyarnya gejala Islamofobia.

Untuk meraih pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan berkualitas baik, penanganan pandemi Covid-19 dan mutasi virus baru (delta, omikron) harus tetap dijaga keberhasilannya.

Di sisi lain, pemulihan ekonomi, dengan didongkraknya kembali investasi dan reindustrialisasi, mensyaratkan stabilitas nasional dengan dukungan masyarakat tanpa ada pihak manapun yang merasa ditinggalkan.

 
Kedua, gejala post truth dan keterbelahan bangsa yang mengancam integrasi hendaknya diatasi dengan rekonsiliasi. 
 
 

Secara ekonomi, misalnya, UMKM dan masyarakat yang termarginalisasikan selama ini karena pendekatan lebih favorable pada kalangan korporasi besar, baik nasional maupun asing, dicari jalan keluarnya.  

Demikian pula secara politik, seperti yang selama ini terstigmatisasi cap tak perlu karena penggunaan buzzer dan influencer. Lebih baik pemerintah menggunakan pendekatan lebih inklusif sehingga pertumbuhan ekonomi tinggi juga berkualitas.

Ketiga, yang konstan sejak Orde Baru hingga Reformasi adalah problem perekonomian selalu terjadi dilema antara pencapaian pertumbuhan ekonomi dan dampaknya terhadap ketimpangan.

Namun, yang makin ekstrem pada era Reformasi, pertumbuhan ekonomi yang dicapai rata-rata lima persen. Lebih banyak terakumulasi oleh korporasi besar sehingga Indonesia terakhir ini menjadi negara tertimpang keempat di dunia setelah Rusia, Thailand, dan India.

Seperti dilaporkan Credit Suisse, 10 persen pendapatan orang paling kaya menguasai 75,3 persen pendapatan nasional.

Tentu, bukan berarti pemerintah pada era Reformasi termasuk masa pemerintahan Presiden Jokowi tak ada program propemerataan, seperti menggelontorkan Dana Desa, program KUR, PNPM, Keluarga Harapan, dan seterusnya.

 
Ketiga, yang konstan sejak Orde Baru hingga Reformasi adalah problem perekonomian selalu terjadi dilema antara pencapaian pertumbuhan ekonomi dan dampaknya terhadap ketimpangan.
 
 

Namun, belum terlalu progresif pendekatannya. Misalnya, tetap membiarkan UU BI dan Perbankan yang notabene UMKM dalam struktur ekonomi sekitar 99,98 persen, tetapi alokasi kreditnya hanya 20 persen atau kurang.

Selain itu, UU Lalu Lintas Devisa yang membolehkan pengekspor memarkir devisanya di perbankan luar negeri. Dengan begitu, setidaknya perkiraan ada dana 150 miliar dolar AS secara akumulatif devisa hasil ekspor yang disimpan di luar negeri.

Ini opportunity loss yang sangat besar. Padahal, India, Malaysia, Thailand, misalnya, mewajibkan dana hasil ekspor untuk disimpan dalam perbankan nasionalnya minimal enam bulan bahkan setahun.

Lalu, pasar modal kita yang transaksinya mayoritas di bawah satu bulan dan hampir zero akses UMKM. Padahal, pasar modal adalah peluang mendapatkan modal murah. Jadi, mendesak dilakukan revisi UU BI, Perbankan, Lalu Lintas Devisa, dan Pasar Modal. Sehingga, pemerintah dapat mengoreksi ketimpangan ekonomi secara lebih progresif.

Keempat, dalam menghadapi disrupsi besar akibat digitalisasi, krisis iklim, dan penyelesaian pandemi hendaknya pemerintah mendorong untuk mengembalikan peran negara yang lebih afirmatif, clean dan entrepreneurial

Dengan demikian, perlu dipertimbangkan agar posisi KPK dan MK dikembalikan menjadi lembaga independen, tetapi kedua lembaga tersebut juga terjaga soliditasnya dalam kesatuan gerak pembangunan dengan lembaga tinggi negara lainnya.

 
Keempat, dalam menghadapi disrupsi besar akibat digitalisasi, krisis iklim, dan penyelesaian pandemi hendaknya pemerintah mendorong untuk mengembalikan peran negara yang lebih afirmatif, clean dan, entrepreneurial
 
 

Hal terpenting, kehadiran KPK dan MK yang independen bermanfaat dalam rangka membangun peradaban bangsa yang bersih dan bermartabat. Juga, DPR tetap berfungsi sebagai kontrol dan keseimbangan meski dalam konteks koalisi besar sekarang ini.

Maka itu, pengalaman buruk adanya cacat formil UU Cipta Kerja sebagai contoh absennya fungsi DPR tak terulang. Sebab, yang dipertaruhkan bangsa jauh lebih strategis dan berjangka panjang daripada kepentingan parpol atau kepentingan jangka pendek.

Kelima, dalam rangka komitmen terhadap COP 26 dengan menghentikan deforestrasi serta pencapaian target SDG’s pada 2030, keduanya saling terkait. Karena itu, hendaknya berbagai kelembagaan ekonomi-politik mendukung komitmen tersebut.

Lebih dari itu, Presiden Jokowi agar mengerahkan seluruh potensi bangsa di luarnya, seperti perguruan tinggi, BRIN, pemda, aktivis LSM, pemimpin ormas, dan tokoh masyarakat agar menyumbangkan pemikiran dan aksi terbaiknya.

Dengan begitu, komitmen internasional yang relevan untuk pencapaian tujuan nasional, dapat direalisasikan. Di dalamnya termaktub untuk mencapai kondisi bangsa yang terbebas dari kemiskinan, ketimpangan, kerusakan lingkungan, dan diskriminasi sosial lainnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat