Ampul vaksin Moderna yang digunakan untuk vaksinasi massal Covid-19 dosis tiga di Graha Wana Bhakti Yasa, Yogyakarta, Selasa (30/11/2021). | Wihdan Hidayat / Republika

Tajuk

Jenama Vaksin dan Kepatuhan Kita

Bisalah kita simpulkan, vaksin dan kepatuhan menerapkan protokol kesehatan jauh lebih penting daripada sekadar jenama vaksin apa pun.

Salah satu hal yang tidak terelakkan dari situasi pagebluk Covid-19 ini adalah ‘perang farmasi’. Raksasa farmasi dunia berkompetisi paling cepat menyajikan vaksin dan obat terbaik yang bisa mereka produksi. Baik efikasi vaksin maupun kemanjuran obat menjadi bahan perbincangan warga sehari-hari.

Vaksin mana yang lebih mujarab ketimbang vaksin lainnya? Obat apa yang saat ini sedang diproduksi dan bagaimana hasil uji tes klinisnya? Di balik pandemi ini, suka tidak suka, perusahaan farmasi memang meraup untung amat besar. Kita bisa melihat datanya di pasar modal Amerika Serikat, London, ataupun Jerman.

Jenama vaksin seolah menjadi ‘berhala’ baru. Bahwa di antara belasan atau puluhan jenama vaksin Covid-19, ada segelintir yang dianggap paling mujarab. Jenama vaksin lainnya dianggap remeh.

Padahal, ada berbagai faktor yang sangat memengaruhi efikasi vaksin tersebut. Tingkat kemanjuran per individu di Amerika, Eropa, Asia dengan jenama vaksin yang sama bisa saja berbeda beberapa persen.

Menyebarnya varian omikron, yang berasal dari Afrika Bagian Selatan, tidak luput dari ‘perang farmasi’ itu. Dengan data yang masih terbatas, berbagai laboratorium berlomba menyajikan hasil penelitian soal efek vaksin mengadang varian omikron.

Sudah bisa kita tebak, hasil dari uji laboratorium itu hanya akan memperlihatkan, apakah jenama vaksin tertentu mampu menghasilkan antibodi yang ampuh melawan omikron atau tidak. Atau dibutuhkan suntikan ketiga bahkan keempat.

 
Menyebarnya varian omikron, yang berasal dari Afrika Bagian Selatan, tidak luput dari ‘perang farmasi’ itu.
 
 

Namun, mari kita lihat situasi lainnya dari hal tersebut. Kita bisa ambil 10 negara yang dalam 24 jam terakhir mengalami lonjakan kasus harian terbesar di seluruh dunia. Mengacu dari data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang diakses kemarin, negara itu berturut-turut dengan kasusnya adalah: Amerika Serikat (200 ribuan kasus), Inggris (100 ribuan kasus), Prancis (79 ribuan kasus), Jerman (44 ribuan kasus), Italia (36 ribuan kasus), Spanyol (32 ribuan kasus). Kemudian ada Rusia (25 ribuan kasus), disusul Afrika Selatan (21 ribuan kasus), Turki (19 ribuan kasus), dan Polandia (17 ribuan kasus).

Dengan mudah kita bisa menebak, negara Eropa dan AS menggunakan jenama vaksin apa. Dan mereka tidak menggunakan jenama vaksin apa. Dari situasi itu pula kita melihat, toh lonjakan kasus harian terbesar justru masih muncul dari kawasan yang ramai memilih jenama vaksin tertentu. Apakah ini berarti jenama vaksin itu tidak manjur? Belum tentu.

Faktor lainnya muncul, dan sepertinya ini yang lebih memengaruhi. Tingkat kepatuhan warga terhadap protokol kesehatan! Bagi publik Eropa dan AS, keharusan menggunakan masker meskipun dalam situasi pagebluk berbahaya saat ini, sama dengan mencoreng hak asasi kebebasan mereka. Dengan akar liberalisme itu, mereka lebih memilih untuk mementingkan hak individu, menolak masker atau memakai masker, di atas segalanya.

 
Bisalah kita simpulkan, vaksin dan kepatuhan menerapkan protokol kesehatan jauh lebih penting daripada sekadar jenama vaksin apa pun.
 
 

Kita melihat, dengan keanehan tentunya, bagaimana stadion olahraga di AS dan Eropa sudah penuh penonton. Konser musik sudah mulai digelar. Festival-festival besar diadakan dan ramai dipenuhi warga.

Sebagian besar yang datang itu, karena merasa sudah divaksin, Eropa dan AS termasuk yang tercepat memvaksinasi mayoritas warganya untuk mencapai kekebalan komunal, merasa tak perlu menggunakan masker. Apalagi, menjaga jarak.

Demikianlah, AS dan Eropa memberikan pelajaran amat penting dalam menangani wabah Covid-19. Bahwa jenama vaksin bukanlah faktor utama melawan virus ini. Bisalah kita simpulkan, vaksin dan kepatuhan menerapkan protokol kesehatan jauh lebih penting daripada sekadar jenama vaksin apa pun.

Indonesia, kita tahu, bisa menjadi seperti itu. Sekarang, tingkat kepatuhan warga menggunakan masker mulai amat kendur, sementara percepatan vaksinasi terus melambat. Pada saat yang sama, pemerintah membiarkan tempat wisata, mal, pusat belanja, dan aktivitas lainnya.

Pilihan kita tetap terbatas, dan memang itu-itu saja. Membatasi mobilitas dan taat prokes. Godaan pada akhir tahun ini memang amat banyak, tapi itulah ujian utamanya kalau mau memenangkan peperangan melawan Covid-19. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat