Tenaga kesehatan menggunakan topeng pahlawan super (superhero) saat melayani vaksinasi anak usia 6-11 tahun di RSIA Tambak, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/12/2021). | Republika/Thoudy Badai

Nasional

ITAGI: Pendamping Vaksinasi Anak Harus Siap

Meski sekolah terbiasa melakukan imunisasi, tapi untuk vaksin Covid-19, anak 6-11 tahun tetap harus diperhatikan..

JAKARTA -- Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Sri Rezeki Hadinegoro menjelaskan, meski sekolah terbiasa melakukan imunisasi rutin bagi anak didik, tapi untuk vaksin Covid-19 anak 6-11 tahun tetap harus memperhatikan beberapa hal.

Pertama, penerapan protokol kesehatan selama kegiatan harus dilakukan, selain memastikan setiap orang dewasa yang terlibat dalam pelaksanaannya sudah divaksin lengkap dua dosis. Sri Rezeki mengapresiasi pemerintah yang telah mulai memberikan vaksin Covid-19 bagi anak usia 6-11 tahun.

"Kalau ada pemberian vaksin di sekolah, harus didukung bersama. Karena kita tahu, di sekolah juga ada program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang di dalamnya ada program imunisasi,” papar Sri Rezeki dalam diskusi daring, Ahad (26/12).

Meski pemberian imunisasi pada anak sekolah bukan hal asing bagi guru, orang tua, dan anak, tetapi Sri Rezeki mengingatkan, dikarenakan vaksin Covid-19 adalah imunisasi baru, maka beberapa hal harus diperhatikan.

photo
Tenaga kesehatan menggunakan topeng pahlawan super (superhero) mengecek tensi darah anak saat melayani vaksinasi anak usia 6-11 tahun di RSIA Tambak, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/12). Penggunaan topeng superhero tersebut guna menarik minat anak-anak untuk mengikuti vaksinasi Covid-19. - (Republika/Thoudy Badai)

“Hal ini bersangkutan dengan anak, orang tua, sekolah, juga paramedis yang pada umumnya dari puskesmas yang mensupervisi,” tambahnya.

Pelaksanaan vaksinasi di sekolah membutuhkan kerja sama dan dukungan berbagai pihak, dari pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat termasuk di dalamnya orang tua. Kesepakatan dan koordinasi berbagai pihak, kapan imunisasi akan dilakukan juga jadi bagian penting.

“Orang tua sudah bersedia belum membawa putra putrinya ke sekolah. Juga kerja sama dengan puskesmas setempat yang akan menyediakan sumber daya manusia dan logistik dari vaksin itu sendiri,” tuturnya seraya menekankan bila vaksinasi dilakukan di sekolah maka harus dipastikan para guru dan petugas telah lengkap imunisasi.

Dokter spesialis anak dan konsultan dalam bidang infeksi dan penyakit tropis ini mengatakan, sarana penunjang menghadapi potensi munculnya KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi), juga perlu diperhatikan. “Misalnya oksigen, tempat berbaring kalau pusing, peralatan dan obat untuk emergency,” lanjutnya.

Selain itu, penjelasan kepada guru juga perlu ditegakkan untuk mengatur agar anak tidak berkerumun, supaya tidak terjadi klaster di sekolah. Misalnya, vaksinasi dilakukan bergiliran. Setelah disuntik, anak-anak juga sebaiknya diatur untuk langsung pulang.

Perlu diperhatikan pula penyediaan sarana seperti tempat cuci tangan atau tempat sampah di lingkungan kegiatan. Sebagai persiapan terhadap anak sebelum vaksinasi, Sri Rezeki mengajurkan orang tua memberikan pemahaman kepada anak pentingnya vaksinasi dan pelaksanaannya.

Ia menekankan agar orang tua memastikan anak sudah sarapan sebelum vaksinasi, kenakan baju yang nyaman dan longgar untuk mempermudah proses penyuntikan. "Untuk anak-anak yang punya morbiditas, misalnya jantung bawaan atau penyakit lain yang harus minum obat rutin, sebelumnya kita harus jaga mereka terkontrol dengan baik dan minum obat teratur. Saat disuntik dalam kondisi sehat dan fit, tidak ada gejala,” ujar Sri Rezeki.

Diharapkan orang tua membawa catatan kesehatan anak. Hal ini agar saat skrining kesehatan dapat menjelaskan dengan baik dan membantu petugas mendapatkan informasinya secara lengkap. Dalam pelaksanaannya, orang tua juga diperbolehkan menunggu.

Pasca penyuntikan, kata Sri Rezeki, kalau ada efek samping, akan diketahui pada 30 menit pertama. "Perhatikan 30 menit pertama apakah pusing, gatal, atau hal lainnya agar dapat diatasi dengan baik,” tuturnya.

Kemudian selama 3 hari setelah dapat suntikan, anak juga harus diawasi dengan baik, jika perlu,dapat juga melakukan konsultasi dan menghubungi tempat penyuntikan vaksin. “Para petugas kesehatan juga harus siap sedia mengatasi kalau-kalau ada efek samping,” lanjut Sri Rezeki.

photo
Tenaga kesehatan menggunakan topeng pahlawan super (superhero) saat melayani vaksinasi anak usia 6-11 tahun di RSIA Tambak, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/12). - (Republika/Thoudy Badai)

Sekali lagi ia menekankan, vaksinasi sekolah harus disiapkan dengan baik, terutama orang-orang dewasa di lingkungan sekolah dipastikan telah vaksin lengkap dan prokes tidak boleh ditinggalkan. “Semoga apa yang kita rencanakan ini berjalan lancar dan aman, sehingga anak-anak kita sehat dan tidak tertular Covid-19,” harap Sri Rezeki.

Dokter spesialis anak sekaligus anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Komda KIPI, Mei Neni Sitaresmi mengatakan, anak-anak perlu mendapatkan vaksinasi karena sampai saat ini tercatat 10-12 persen populasi yang terkena Covid-19 di rentang usia ini. Angka tersebut artinya lebih dari setengah juta anak terinfeksi.

“Dan kalau kita lihat jumlah kematiannya, sampai saat ini mencapai lebih dari 1.000. Itu bukan jumlah yang sedikit,” ujar Mei.

Masuknya varian omikron yang sangat mudah menular di Indonesia, kata Mei, menjadikan semua pihak harus lebih berhati-hati. “Kita sangat khawatir karena anak-anak lebih rentan terhadap varian” imbuhnya.

Mei juga mengingatkan, perlunya orang tua selalu mendampingi karena hal ini bukan hanya masalah kesehatan fisik,tapi juga dapat menimbulkan trauma bagi anak. Anak, kata Mei, harus mendapatkan perlindungan karena mereka memiliki hak untuk hidup dan bertumbuh kembang. Selain melindungi anak, vaksin tersebut juga memberikan perlindungan bagi orang-orang di sekitarnya.

“Gejala pada anak memang ringan, tapi harus diingat bahwa mereka bisa menjadi sumber penularan bagi sekitarnya, terutama ya karena suatu sebab belum bisa divaksinasi,” tutur Mei.

Sebagai contoh, katanya, balita dan lansia dengan komorbid tidak stabil. Karena anak-anak lebih mudah dijangkau, ujarnya, diharapkan cakupan vaksinasinya dapat mendorong segera tercapainya herd immunity dan pencegahan penularan lebih optimal. “Cakupan vaksin yang tinggi juga akan menunda terjadinya mutasi pada virus,” tambah Mei.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Ikatan Dokter Anak Indonesia (@idai_ig)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat