Ketua DPR Puan Maharani (kedua dari kanan) memberikan keterangan pers terkait Surpres Presiden Joko Widodo tentang RUU Ibu Kota Negara di Media Center DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/9/2021). | ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Nasional

Formappi: Putusan Pansus Kacaukan Hukum Bernegara

Kinerja Pansus RUU IKN akan lebih dinamis dan efektif jika anggota lebih sedikit.

JAKARTA -- Tindakan DPR mengubah tata tertib (tatib) usai menetapkan 56 anggota Pansus (Panitia Khusus) Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menuai kritik.

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai, menetapkan jumlah anggota Pansus RUU IKN maupun merevisi tatib DPR setelah penetapan Pansus RUU IKN sama-sama kacau. "Ini melecehkan martabat DPR sebagai lembaga pembentuk peraturan dan UU sekaligus figur-figur terhormat yang mestinya menjadi teladan bagi bangsa soal kepatuhan pada aturan sekaligus konsisten dengan kepastian hukum bernegara," kata Peneliti Formappi, Lucius Karus, Ahad (12/12).

DPR seolah-olah buta menyadari aturan terkait jumlah anggota Pansus lantaran memutuskan sesuatu yang jelas-jelas melanggar tata tertib. Ia pun mempertanyakan legitimasi DPR sebagai pembuat aturan jika anggotanya sendiri sendiri justru menunjukkan sikap tak peduli terhadap aturan.

"Bayangkan kalau rakyat juga mencontoh praktik DPR ini. Ketika melanggar peraturan, rakyat minta aturannya diubah. Betapa kacau jadinya bangsa kita karena itu artinya tak ada peraturan apapun yang bisa mengikat siapapun," ujarnya.

Lucius menambahkan, pelecehan berlanjut ketika DPR membenarkan kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan dengan melakukan revisi terbatas tatib untuk menjustifikasi keputusan salah yang sudah dilakukan ketika menetapkan Pansus. DPR dinilai melecehkan hukum ketika dengan sadar melakukan praktik yang mengacaukan hukum itu.

"Pelecehan atas aturan tatib oleh DPR ini tak bisa dibiarkan atau dimaafkan pun jika kita sepakat dengan misi RUU IKN. RUU IKN lain, pelanggaran aturan lain lagi. Dua hal berbeda ini jangan sampai dicampuradukkan sekedar untuk mengabaikan kesalahan fatal DPR yang memutuskan pembentukan Pansus dengan jumlah anggota melebihi apa yang diatur dalam Tatib DPR," terangnya.

Formappi berpendapat, jika praktik serupa dibiarkan begitu saja, ke depan DPR dikhawatirkan bisa sesuka hati melakukan pelanggaran aturan. Sebab setelah melanggar DPR hanya perlu mengubah aturan bukan justru mempertanggungjawabkan kesalahan.

"Karena itu saya kira harus dikembalikan keputusan terkait Pansus ini pada aturan Tatib Nomor 1 Tahun 2020 yang menyatakan jumlah maksimal anggota Pansus hanya 30 orang. Revisi terbatas tatib harus dibatalkan agar kesan bahwa DPR mengubah tatib untuk menjustifikasi kesalahan tak terus menjadi kebiasaan," katanya.

Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay, juga menilai jumlah anggota Pansus tidak ideal. "Sebetulnya kan sudah ada ketentuannya di dalam aturan tatib. Saya kira ikut saja aturannya," kata Saleh di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (9/12).

Ia menilai banyaknya jumlah anggota Pansus RUU IKN lantaran ingin menampung aspirasi masyarakat melalui berbagai macam partai. Padahal, menurutnya, kinerja pansus akan lebih dinamis dan efektif jika anggota lebih sedikit. Karena itu, Saleh mendukung agar keanggotaan Pansus RUU IKN disederhanakan dengan tetap memperhatikan proporsionalitas partai.

DPR menetapkan 56 anggota Pansus RUU IKN dalam rapat paripurna Selasa (7/12) lalu. Pada Kamis (9/12), Baleg DPR menggelar rapat pleno perubahan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. Selama ini keanggotaan pansus di DPR paling banyak berjumlah 30. Hal itu diatur dalam pasal 104 ayat 2 jo pasal 105 ayat 5 Peraturan DPR 1 Tahun 2020.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat