Murid perempuan menulis di papan tulis dalam kelas di Sekolah Putri Tajrobawai di Herat, Afghanistan, Kamis (25/11/2021). Wilayah tersebut sejauh ini jadi satu dari sedikit yang mengizinkan perempuan bersekolah selepas Taliban berkuasa. | AP Photo/Petros Giannakouris

Kisah Mancanegara

Di Herat, Murid Putri Bersuka Cita

Taliban tak kunjung mengizinkan siswi kelas 7 hingga 12 kembali bersekolah.

OLEH LINTAR SATRIA

Hampir semua siswi di Afghanistan tidak pergi ke sekolah karena dilarang pemerintah Taliban. Tapi ada satu pengecualian.

Selama beberapa pekan putri-putri di Provinsi Herat sudah kembali ke ruang kelas. Keberhasilan ini merupakan hasil dari usaha unik guru dan orang tua yang membujuk penguasa Taliban setempat untuk mengizinkan sekolah putri dibuka kembali.

Fadieh Ismailzadeh (14 tahun) mengatakan, ia menangis bahagia ketika mendengar sekolahnya dibuka kembali. "Kami sempat kehilangan harapan bahwa sekolah-sekolah bisa dibuka kembali," kata siswi kelas sembilan itu, Rabu (1/12).

Sebenarnya Taliban tidak pernah resmi membuka sekolah putri itu. Tapi mereka juga tidak mencegah ketika para guru dan orang tua memulai kembali kelas pada awal Oktober lalu.

"Orang tua, siswi dan guru bergandengan tangan untuk melakukan ini," kata ketua serikat guru Herat, Mohammed Saber Meshaal, Rabu (1/12). "Ini satu-satunya tempat di mana aktivis komunitas dan guru mengambil resiko untuk bertahan dan berbicara dengan Taliban," tambahnya.

photo
Murid perempuan belajar dalam kelas di Sekolah Putri Tajrobawai di Herat, Afghanistan, Kamis (25/11/2021). Wilayah tersebut sejauh ini jadi satu dari sedikit yang mengizinkan perempuan bersekolah selepas Taliban berkuasa. - (AP Photo/Petros Giannakouris)

Saat Taliban berkuasa mulai 15 Agustus lalu, sebagian besar sekolah ditutup karena pandemi Covid-19. Atas tekanan internasional, Taliban membuka kembali kelas 1 hingga enam untuk anak-anak perempuan dan semua kelas tingkatan untuk anak laki-laki-laki.

Namun, Taliban tak kunjung mengizinkan siswi kelas 7 hingga 12 kembali bersekolah. Taliban beralasan, mereka perlu memastikan kelas digelar sesuai “dengan aturan Islam”. Taliban juga melarang perempuan bekerja di pemerintahan yang sebelumnya merupakan menjadi peluang terbesar perempuan Afghanistan.

Herat ternyata berbeda. Para guru sekolah di provinsi ini terus bergerak. Pendekatan terus dilakukan kepada Taliban. Pada September, sekitar 40 kepala sekolah perempuan bertemu dengan pejabat pendidikan Taliban untuk membahas kekhawatiran utama mereka.

"Kami menyakinkan mereka kelasnya dipisah, hanya guru perempuan dan para siswi mengenakan hijab yang benar, kami tidak perlu melakukan perubahan apa pun, kami Muslim dan kami sudah memenuhi semua syarat Islam," kata Basira Basiratkhah, salah satu kepala sekolah khusus putri, Tajrobawai.

photo
Seorang murid perempuan membaca di depan kelas di Sekolah Putri Tajrobawai di Herat, Afghanistan, Kamis (25/11/2021). Wilayah tersebut sejauh ini jadi satu dari sedikit yang mengizinkan perempuan bersekolah selepas Taliban berkuasa. - (AP Photo/Petros Giannakouris)

Pada Oktober, para guru merasa mereka mendapatkan kesepakatan dari Taliban untuk tidak menghalangi mereka. Para guru mulai menyebarkan informasi di Facebook dan media sosial, sekolah putri dibuka kembali pada 3 Oktober.

"Kami memiliki kekhawatiran dan rasa itu masih ada, tapi putri-putri kami harus mendapat pendidikan. Tanpa pendidikan, hidup kita akan terhambat," kata Mastoura, seorang wali murid.

Meski semula ragu, akhirnya banyak orang tua mengizinkan putri mereka kembali bersekolah. Basiratkhah mengatakan, di sekolahnya ada 3.900 siswi dari kelas 1 hingga 12.

Tak ingin diikucilkan

Keberhasilan di Herat menunjukkan perbedaan besar antara kekuasaan Taliban yang sekarang dengan kekuasaan mereka sebelumnya pada 1990-an. Ketika itu milisi tersebut sama sekali tidak berkompromi.

Sikap baru ini untuk menghindari dari pengucilan, terutama saat Taliban tengah menghadapi kehancuran ekonomi. Bantuan internasional tertahan, ancaman kelaparan dan bahaya meningkatnya pemberontakan dari militan ISIS. Mereka mencoba memperkecil kemungkinan rakyat Afghanistan melakukan perlawanan.

photo
Untuk mengisi hari dan tetap menyibukkan pikirannya, Hawa, duduk di dekat jendela rumahnya di Kabul dan membaca buku. Seperti ratusan ribu gadis dan wanita muda Afghanistan lainnya, mahasiswi sastra Rusia berusia 20 tahun itu tidak diizinkan untuk kembali ke kampus sejak Taliban berkuasa. - (Zohra Bensemra/Reuters)

Shehabeddin Saqeb, direktur pendidikan Taliban di Herat, berkeras bahwa Taliban tidak keberatan jika perempuan bersekolah. “Kami tidak pernah mengeluarkan perintah resmi yang menyatakan anak perempuan tidak boleh sekolah lanjutan atas,” katanya.

Hanya di Herat, sekolah putri dibuka di seantero provinsi. Di provinsi lain, hanya ada satu atau dua sekolah putri yang buka.

Namun, dalam tubuh Taiban tampaknya memang memiliki beragam faksi. Kisah di Herat berbeda dari Kandahar. Taliban di Kandahar menolak membuka sekolah putri, dengan alasan belum ada izin dari pemerintahan pusat.  

“Semoga suatu hari akan ada berita baik untuk mereka (murid-murid putri, Red),” kata Fahima Popal, kepala sekolah Hino.

Popal tak ingin memaksa membuka sekolah, karena khawatir nanti akan ditutup Taliban. Menurutnya, jika sekolah ditutup lagi, “Itu akan melukai para murid dan guru,” katanya

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat