Kendaraan terjebak macet di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (29/11). Pemerintah berencana akan kembali menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 di seluruh Indonesia pada saat Libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) sebagai an | Republika/Thoudy Badai

Jakarta

PPKM DKI Naik, Warung Makan Takut Omzet Turun

Pelaku usaha harus kembali menyesuaikan diri dengan situasi PPKM.

JAKARTA -- Wilayah aglomerasi Jabodetabek termasuk DKI Jakarta, kini kembali mengalami kenaikan PPKM menjadi level dua. Hal itu menyusul adanya Instruksi Mendagri (Inmendagri) No.63/2021 tentang PPKM Level 3, Level 2, dan Level I Covid-19 di Wilayah Jawa serta Bali, yang diiringi dengan pengetatan aktivitas dan mobilitas masyarakat.

Beberapa hal yang kembali diperketat dalam kenaikan level ini adalah operasional pusat perbelanjaan atau mal, hingga durasi makan di warteg dan restoran yang kembali dibatasi menjadi 60 menit. 

“Kalau dibatasi lagi makan 60 menit, tentu memberatkan kami,” kata Syifa (24 tahun) yang mengelola Warteg Kharisma Bahari di daerah Pejaten Raya, Jakarta Selatan, Selasa (30/11).

Dalam PPKM Juli lalu, Syifa mengatakan, saat pembatasan ketat diberlakukan, omzet usahanya menurun drastis. Dia mengatakan, penurunan itu bahkan mencapai 50 persen dari biasanya.

Meski merasa kecewa, Syifa mengaku harus tetap mengikuti aturan yang diberlakukan pemerintah dalam mengekang Covid-19. Terlebih, saat Juli lalu, dia mengaku hampir didenda oleh Satpol PP DKI Jakarta karena masih beroperasi saat waktu pembatasan malam hampir diberlakukan.

“Padahal, waktu itu belum jam delapan, masih sekitar jam tujuh malam, tapi sudah dimarahin, disuruh tutup langsung, pelanggan juga diusir,” kenangnya.

Hal serupa dikatakan Heni (27) pengelola warteg di jalan Salihara, Jakarta Selatan. Menurut dia, pembatasan waktu makan bagi pelanggannya memang disayangkan. Bukan hanya karena omzet yang bisa menurun dengan pembeli yang berkurang akibat work from home, melainkan juga makan di tempat yang terbatas dan membuat pelanggan enggan datang. “Banyak juga yang akibatnya langsung pergi dan enggak enak diburu-buru katanya,” kata Heni.

Lebih jauh, pekerja swasta yang bekerja dan bermukim di Jakarta Selatan, Angga (24) mengaku memang kerap membeli makan di luar saat hendak bekerja. Menurut dia, keterbatasan waktu untuk menyiapkan makan di tempat kos menjadi pertimbangan membeli makan di luar.

Karena itu, dia mengaku keberatan dengan waktu makan di restoran yang dibatasi. “Masalahnya jadi sering ngantri kalau beli begitu,” kata Angga.

Menurut dia, antrean memang bisa diakali dengan membungkus makan ke tempat kerja atau tempat tinggalnya. Namun, hal itu akan semakin sulit ketika diburu waktu yang singkat antara kerja dan istirahat.

Warga lainnya, Ryan (28) mengatakan, pembatasan makan di tempat memang kadang membuatnya merasa tak nyaman. Alhasil, selain mengandalkan pesanan makanan daring, Ryan kerap membawa makanannya pulang. “Selama PPKM, emang lebih nyaman di rumah,” jelasnya yang masih bekerja WFH.

Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, mengatakan, dalam menerapkan PPKM level dua di Jakarta, pihaknya berkoordinasi dengan banyak pihak. Menurut dia, sejauh ini Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau dinas-dinas di lingkungan kerja Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sedang bersiap menyesuaikan aturan dari pusat itu.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Pemprov DKI Jakarta (dkijakarta)

“Dinas terkait di DKI Jakarta akan menyesuaikan. Pemprov akan mengeluarkan edaran pergub, dan biaya operasional kita kurangi kapasitasnya,” kata Riza saat menghadiri Seminar Pendidikan di Kramat Pulo, Selasa (30/11).

Sejauh ini, kata dia, ancaman varian Omicron dari Afrika Selatan akan disikapi pemerintah dengan sebaik mungkin. Menurut dia, persiapan karantina dari tiga menjadi tujuh hari juga telah disiapkan lebih jauh.

 
Banyak yang harus kita siapkan membatasi orang masuk dan mengurangi mobilitas kerumuman secara bertahap.
 
 

“Banyak yang harus kita siapkan membatasi orang masuk dan mengurangi mobilitas kerumuman secara bertahap. Semuanya sangat bergantung pada disiplin dari masyarakat,” tutur dia.

Riza mengatakan, diskusi dengan pemerintah pusat untuk mengekang kasus Covid-19 dari varian lama dan baru juga selalu dilakukan. Utamanya, dengan melakukan pencegahan di hulu dan di pintu masuk. “Khususnya di bandara, pelabuhan, dan di tempat-tempat umum. Dinas Kesehatan juga sedang mengutamakan upaya-upaya  pencegahan dan penanganan,” ucapnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat