Petani membersihkan permukaan panel surya di area lahan tumpang sari miliknya di Kelurahan Karanganyar, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (23/9/2021). Petani memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya sebagai sumber energi lampu penerangan serta menghidupkan | ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/foc.

Opini

Ekonomi Nurun ‘Ala Nurin

Pembiayaan syariah dapat menjadi pilihan dalam investasi EBT.

IRVAN MAULANA, Anggota Masyarakat Ekonomi Syariah DKI Jakarta

Saat ini, kita berada di titik transisi dari ketergantungan energi fosil beralih ke energi baru terbarukan (EBT) yang menjadi satu-satunya pilihan untuk ekonomi berkelanjutan demi mencegah kerusakan yang lebih besar di masa depan.

Tak bisa dibayangkan jika proses peralihan ini gagal dan menyebabkan krisis energi. Dunia akan kehilangan cahayanya.

Dari kacamata sains, pandangan As-Saddi dalam Tafsir Ibnu Katsir menyimpulkan, Alquran Surat An-Nur Ayat 35 sangat relevan dalam menjelaskan hubungan komplementer antara minyak dan cahaya.

Menariknya, secara eksplisit pohon zaitun dijelaskan sebagai salah satu sumber penghasil minyak terbaik yang bisa menghasilkan cahaya. 

 

 
Masalahnya, potensi besar energi terbarukan belum terbukti cukup terukur menjadi subsitusi energi fosil. 
 
 

Tak hanya itu, kutipan ayat nurun ‘ala nurin, jika diterjemahkan yang berarti cahaya di atas cahaya, menjadi representasi dalam menguak potensi energi terbarukan sebagai alternatif untuk menggerakkan perekonomian.

 

Indonesia dianugerahi potensi panas bumi sangat besar, sekitar 28,91 giga watt (GW) atau 40 persen dari cadangan dunia tetapi pemanfaatannya masih di bawah lima persen. Untuk biofuel, memiliki pasokan bahan baku sangat besar, terutama biodiesel.

Masalahnya, potensi besar energi terbarukan belum terbukti cukup terukur menjadi subsitusi energi fosil. 

Beberapa hal yang menghambat Indonesia dalam memajukan energi terbarukan, seperti ketergantungan tinggi pada bahan bakar fosil, subsidi minyak terlalu besar, kurangnya penyangga energi alternatif strategis, dan kebijakan kontradiktif terhadap energi terbarukan.

Pengurangan bertahap bahan bakar fosil justru tidak boleh memperburuk risiko  keseimbangan sistem energi baik dari segi biaya maupun ketahanan energi. Dan tak bisa dielakkan, dalam masa transisi EBT, masyarakat berpenghasilan rendah akan terdampak.

Karena itu, semua kebijakan harus diperhitungkan dengan matang. Alih-alih transisi berjalan mulus, ketergesaan mengurangi ketergantungan energi fosil menyebabkan harga melambung tinggi dan mengganggu pasokan energi secara keseluruhan.

 

 
Perlu kita ingat, negara-negara yang rentan terhadap perubahan iklim seperti Indonesia, membutuhkan pendanaan besar, untuk adaptasi dan mitigasi serta melindungi jutaan orang yang hidup dalam kemiskinan energi yang ekstrem.
 
 

 

Hasil kesepakatan KTT COP26 Glasgow, mempercepat transfer teknologi dan penerapan kebijakan untuk beralih menuju sistem energi rendah emisi, termasuk membangun pembangkit listrik bersih dan mempercepat penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara.

Perlu kita ingat, negara-negara yang rentan terhadap perubahan iklim seperti Indonesia, membutuhkan pendanaan besar, untuk adaptasi dan mitigasi serta melindungi jutaan orang yang hidup dalam kemiskinan energi yang ekstrem.

Untuk itu perlu mekanisme pembiayaan efektif, salah satu menggunakan skema kuangan syariah.

Dukungan keuangan syariah

Ekonomi dan keuangan syariah sejalan dengan upaya masyarakat global mencapai pembangunan berkelanjutan. Sektor ini, dapat menjadi salah satu solusi minimnya ketersediaan instrumen pembiayaan yang sesuai kebutuhan investasi EBT.

Selain itu, jika pemanfaatan EBT optimal, maka hasil energi menjadi penopang industri halal, seperti pangan halal, fesyen Muslim, wisata halal, farmasi halal, dan media untuk mendukung industri halal.

Khusus industri pariwisata halal, pemerintah dapat mensinergikan lokasi produksi EBT menjadi salah satu destinasi pariwisata berbasis green tourism. Seperti kita ketahui, salah satu pengguna energi terbesar adalah dari sektor industri.

 
Pembiayaan EBT bisa dengan konsep ta’awun lewat crowdfunding untuk memobilisasi potensi dana wakaf yang mencapai Rp 180 triliun per tahun.
 
 

Pembiayaan EBT bisa dengan konsep ta’awun lewat crowdfunding untuk memobilisasi potensi dana wakaf yang mencapai Rp 180 triliun per tahun. Ini untuk program sosial serta pemberdayaan masyarakat, khususnya yang terdampak parah.

Dalam mengoptimalkan sinergi program EBT dengan ekonomi syariah, beberapa langkah dapat segera diimplementasikan.

Pertama, pemerintah mengampanyekan keunggulan EBT karena salah satu permasalahannya yaitu kurangnya kesadaran masyarakat soal EBT. Ini pun sesuai masterplan pengembangan ekonomi syariah di Indonesia yaitu kampanye nasional gaya hidup halal.

Kedua, membangun kemudahan akses dan skema pembiayaan yang menarik untuk mendukung energi terbarukan. Masalah lain yang dihadapi sektor energi terbarukan adalah sulitnya memperoleh investasi dan pembiayaan untuk proyek-proyek pembangunannya.

Pembiayaan syariah dapat menjadi salah satu pilihan. Banyak instrumen keuangan syariah yang memungkinkan, mulai dari pembiayaan perbankan syariah, pasar modal syariah, hingga instrumen zakat, infak, sedekah, dan wakaf.

Ketiga, melakukan penelitian dan publikasi energi terbarukan dan potensi kerja sama dengan industri lain dalam rantai nilai halal yang dapat dirasakan di Indonesia, khususnya wisata halal. Riset dan inovasi sangat dibutuhkan di sektor EBT.

Maka, perlu kolaborasi semua pihak dalam melibatkan ekonomi dan keuangan syariah sebagai salah satu alternatif pembiayaan untuk  menyokong masa transisi dari energi fosil ke energi terbarukan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat