Warga menonton film karya sineas Indonesia. | Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO

Geni

Yang Muda dan Terbaik di FFI

Para sineas berjuang menggarap film meski di tengah pandemi Covid-19. 

Malam anugerah Festival Film Indonesia (FFI) 2021 akhirnya digelar di Assembly Hall, Jakarta Convention Centre, pada Rabu (10/11) malam. Dalam ajang tahunan bergengsi tersebut, film Penyalin Cahaya sukses memboyong 12 Piala Citra FFI 2021 dari 17 nominasi.

Kedua belas piala itu diraih untuk berbagai kategori, meliputi Film Cerita Panjang Terbaik, Sutradara Terbaik (Wregas Bhanuteja), Penulis Skenario Asli Terbaik (Henricus Pria, Wregas Bhanuteja), dan Pengarah Sinematografi Terbaik (Gunnar Nimpuno). Ada juga Penyunting Gambar Terbaik (Ahmad Yuniardi), Pengarah Artistik Terbaik (Dita Gambiro), Penata Suara Terbaik (Sutrisno, Satrio Budiono), Penata Musik Terbaik (Yennu Ariendra), Penata Busana Terbaik (Fadillah Putri Yunidar), Pemeran Utama Pria Terbaik (Chicco Kurniawan), Pemeran Pendukung Pria Terbaik (Jerome Kurnia), dan Pencipta Lagu Tema Terbaik (Mian Tiara).

Pencapain ini tidak hanya membanggakan, tapi juga cukup mengejutkan karena film ini digarap oleh para sineas muda. Penyalin Cahaya merupakan film panjang pertama sutradara Wregas Bhanuteja. Karena itulah, dia tidak menyangka bisa dianugerahi Piala Citra untuk kategori Sutradara Terbaik.

"Saya tidak akan berhasil dengan film ini tanpa dukungan semua pemain dan kru yang selama berbulan-bulan ikut berproses. Terima kasih untuk support-nya kepada saya," kata Wregas dalam pidato kemenangannya di panggung FFI.

Pada kategori ini, Wregas mengalahkan sutradara lain, termasuk Riri Riza (Paranoia), Kamila Andini (Yuni), Lucky Kuswandi (Ali & Ratu-ratu Queen), dan Aria Kusumadewa (Bidadari Mencari Sayap). Menurut dia, semua nomine di kategori tersebut adalah sineas hebat karena telah berjuang menggarap film di tengah pandemi Covid-19. 

Selain Wregas, rekannya, Henricus Pria, yang ikut terlibat menulis skenario Penyalin Cahaya merupakan wajah baru di dunia perfilman Indonesia. Henricus mengungkap, menulis skenario tentang isu kekerasan seksual memiliki banyak tantangan tersendiri.

Satu hal yang dia pelajari dari proses tersebut adalah ketika menulis film dengan isi yang penting, dia tidak hanya melihat keluar, tapi juga melihat ke dalam diri untuk belajar. “Hanya dengan belajar, kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik,” kata dia.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Festival Film Indonesia (festivalfilmid)

Untuk kategori pemeran utama wanita dan pria terbaik FFI 2021 juga jatuh kepada pemeran muda. Arawinda Kirana keluar sebagai pemenang kategori Pemeran Utama Wanita Terbaik untuk perannya di film Yuni. Bagi perempuan berusia 21 tahun itu, Yuni merupakan film panjang pertamanya.

“Maaf agak bergetar sedikit. Terima kasih untuk semua yang mau memeluk anak kecil ini yang baru pertama kali main di film,” ujarnya dalam pidato kemenangannya.

Dia berterima kasih kepada Kamila Andini selaku sutradara yang memberikan kesempatan kepadanya untuk bermain dalam film Yuni. Arawinda juga mendedikasikan penghargaan ini untuk semua perempuan, laki-laki, dan semua orang yang merasa suaranya tidak didengar, terbatasi mimpinya, pekerjaannya, maupun ekspresi dirinya karena gender.

“Jagalah mimpi-mimpi kalian. Teruslah belajar, berjuang, untuk sesuatu yang besar di hidup kalian,” kata dia. 

Pada kategori ini, Arawinda mengalahkan nomine lain seperti Hana Prinantina Malasan (Cinta Bete), Nirina Zubir (Paranoia), Shenina Syawalita Cinnamon (Penyalin Cahaya), dan Wulan Guritno (Jakarta Vs Everybody).

Sementara, untuk Piala Citra kategori Pemeran Utama Pria Terbaik jatuh kepada Chicco Kurniawan atas perannya di film Penyalin Cahaya. Dia juga tak pernah menyangka bisa meraih Piala Citra untuk kategori bergengsi tersebut.

“Nama saya Chico Kurniawan, tinggi 173 sentimeter”, itulah kata-kata pertama Chicco ucapkan ketika casting untuk film ini. 

“Saya ingat betul saat itu saya terbata-bata dan sekarang pun saya masih terbata-bata, tidak menyangka bisa mendapatkan ini,” ujarnya.

Kabar membahagiakan lain datang dari film animasi Nussa the Movie yang keluar sebagai pemenang untuk kategori Film Animasi Panjang FFI 2021. “Masya Allah, Alhamdulillah, enggak nyangka sekali,” ujar sutradara, Bony Wirasmono.

Nussa adalah debut film panjang bagi Little Giantz dan penyutradaraan film panjang perdana bagi Bony. “Penghargaan ini bukan karena kami hebat, tapi karena Allah SWT yang memudahkan,” kata Bony saat menerima pialanya.

Dia berterima kasih kepada sahabat Nussa yang selalu memberikan dukungan kepada tim dan film Nussa. Bony berharap, ke depannya, akan lahir karya-karya animasi terbaik dari anak bangsa. 

Beberapa peraih Piala Citra untuk kategori lainnya, antara lain, Marissa Anita sebagai Pemeran Pendukung Wanita Terbaik untuk perannya di film Ali & Ratu-ratu Queen, Novie Ariyanti sebagai Penata Rias Terbaik di film Preman, Bintang Adi Pradana sebagai Penyunting Efek Visual Terbaik di film Preman, Gea Rexy sebagai Penulis Skenario Adaptasi Terbaik di film Sobat Ambyar.

Untuk kategori Film Animasi Pendek Terbaik jatuh pada Ahasveros, Film Dokumenter Pendek Terbaik diberikan kepada Three Faces In The Land of Sharia, Film Dokumenter Panjang Terbaik diberikan pada Invisible Hopes, serta Film Cerita Pendek Terbaik jatuh pada Laut Memanggilku

Penghargaan seumur hidup

Pada kesempatan itu, FFI juga memberikan Penghargaan Seumur Hidup untuk Film kepada aktris senior Jajang C Noer. Perempuan bernama asli Lidia Djunita Pamontjak ini dinilai pantas menerima penghargaan tersebut karena dedikasinya yang luar biasa di perfilman Tanah Air.

Pengumuman tersebut disampaikan oleh aktris Happy Salma. “Untuk dedikasi dan kontribusinya di dunia film, penghargaan ini diberikan kepada perempuan tangguh, pantang menyerah, dan berdedikasi. Saya biasa memanggil dia Jeng Lidia Djunita, menerima penghargaan seumur hidup,” kata Happy.

Dalam pidato kemenangannya, Jajang berpendapat, penghargaan ini sangat logis diberikan kepada dirinya. “Suatu penghargaan yang sangat logis, di tengah bangsa Indonesia yang kadang-kadang tidak logis,” seloroh Jajang.

Jajang kemudian mendedikasikan penghargaan ini untuk kedua anaknya, yakni Nazyra C Noer dan Marah Laut Noer yang selalu memberikan dukungan kepadanya. Utamanya, setelah suaminya Arifin C Noer tiada.

“Saya juga ingin berterima kasih kepada dua menantunya yang tidak pernah melarang anak-anaknya untuk membahagiakan ibunya,” kata Jajang.

Tak lupa, Jajang juga mendedikasikan piala tersebut untuk mendiang suaminya Arifin C Noer. Menurut dia, Arifin telah banyak berjasa dan memberikan pembelajaran dari dulu sampai detik ini.

Karier Jajang sebagai aktris film yang dimulai sejak 1970 membentang selama enam dekade dengan berbagai prestasi gemilang. Dari awalnya pencatat skrip dan diikutkan di sejumlah film, dia akhirnya mendapat peran di film Bibir Mer (1992) yang mengantarkannya meraih Piala Citra sebagai Pemeran Pembantu Perempuan Terbaik pada FFI 1992. 

Dia kembali memenangkan Piala Citra untuk kategori yang sama lewat perannya di film Cinta Tapi Beda (2012) pada FFI 2013. Total tujuh nominasi dan dua penghargaan Festival Film Indonesia telah diraihnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat