Sejumlah mahasiswa berunjuk rasa menuntut usut tuntas pelecehan seksual di kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri, Jawa Timur, Jumat (27/8/2021). | ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/rwa.

Tajuk

Revisi Permendikbudristek Nomor 30

Desakan agar Permendikbudristek Nomor 30 segera direvisi bergulir semakin deras.

Sepekan terakhir ini, desakan agar Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudistek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi segera dicabut dan direvisi bergulir semakin deras.

Desakan agar beleid tersebut dicabut atau direvisi disuarakan para ulama dalam forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII yang digelar di Jakarta pada 9-10 November 2021.

Pertemuan yang dihadiri Dewan Pertimbangan dan Dewan Pimpinan MUI, pimpinan dan anggota Komisi Fatwa MUI pusat, pimpinan lembaga fatwa ormas Islam tingkat pusat, Ketua MUI Bidang Fatwa dan Komisi Fatwa MUI Provinsi se-Indonesia, Pimpinan Pondok Pesantren, Pimpinan Fakultas Syariah PTKI, serta para pengkaji, peneliti, dan akademisi di bidang fatwa itu salah satunya menghasilkan rekomendasi terkait Permendikbudristek nomor 30 Tahun 2021.

Sejatinya,  forum Ijtima Ulama  Komisi Fatwa se-Indonesia mengapresiasi niat baik dari Mendikbudristek untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. 

Namun, menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, Permendikbudistek Nomor 30 Tahun 2021 itu telah menimbulkan kontroversi, karena prosedur pembentukan peraturan dimaksud tidak sesuai dengan ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana diubah UU Nomor 15 Tahun 2019.

 
Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia juga menilai materi dan muatan aturan tersebut bertentangan dengan syariat, Pancasila, UUD NRI 1945, peraturan perundangan-undangan lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. 
 
 

Tak hanya itu,  Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia juga menilai materi dan muatan aturan tersebut bertentangan dengan syariat, Pancasila, UUD NRI 1945, peraturan perundangan-undangan lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Menurut Kiai Asrorun, ketentuan-ketentuan yang didasarkan pada frasa 'tanpa persetujuan korban' dalam Permendikbudistek tersebut bertentangan dengan nilai syariat, Pancasila, UUD NRI 1945, peraturan perundangan-undangan lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.

Atas dasar pertimbangan itulah, Ijtima Ulama meminta kepada Pemerintah agar mencabut atau setidak-tidaknya mengevaluasi atau merevisi Permendikbudistek tersebut dengan mematuhi prosedur pembentukan peraturan.

Sebagaimana ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011 yang telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019. Rekomendasi Ijtima Ulama Komisi Fatwa se- Indonesia itu tentu harus segera direspons Mendikbudristek Nadiem Makarim.

Sebab, pada dasarnya forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia sepakat dengan upaya Mendikbudristek untuk mencegah dan menagangi kekerasan seksual di perguruan tinggi.

Hanya saja, para ulama meminta agar materi dan muatan yang kontroversial dan tak sesuai dengan  syariat, Pancasila dan UUD NRI 1945 direvisi.  Suara publik ini, terutama yang datang dari kalangan tokoh agama, harus mendapat perhatian serius dari Pemerintah.

Rekomendasi agar Permendikbudristek Nomor 30 itu agar dicabut dan direvisi yang dilahirkan forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia itu tentu merupakan bentuk kecintaan para ulama terhadap bangsa dan negara. Terlebih, saat menutup pertemuan itu, Kamis (11/11), Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yakin bahwa keputusan yang dihasilkan ijtima ulama akan sangat bermanfaat dan maslahat.

 
Sebab, pada dasarnya forum Ijtima Ulama  Komisi Fatwa se-Indonesia sepakat dengan upaya Mendikbudristek untuk mencegah dan menagangi kekerasan seksual  di perguruan tinggi. 
 
 

"(Ijtima ulama) majelis yang sangat mulia, saya yakin keputusan yang dihasilkan pasti akan sangat bermanfaat dan masalahat, bukan hanya untuk kehidupan diri kita secara pribadi tapi juga bermanfaat dan membawa maslahah untuk keluarga, umat, bangsa dan negara," kata Menag.

Yaqut yakin semua yang dibahas adalah hal-hal penting dan pasti sangat bermanfaat untuk kehidupan semuanya.

Desakan agar Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 agar direvisi dan disosialisasikan untuk mencegah multitafsir juga disuarakan Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian. Saatnya, Mendikbudristek segera mengundang berbagai elemen yang menolak dan mengkritik Permendikbudristek tersebut.  Musyawarahkan kembali poin-poin dari beleid itu yang dinilai kontroversial dan bermasalah.

Lalu, revisi saja pasal yang dianggap tak sesuai dengan nilai Pancasila dan UUD NRI 1945. Dengan begitu, Permendikbudristek terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi bisa diterima semua pihak dan dijalankan dengan baik.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat