Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (tengah) saat tiba di gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta,Rabu (26/2/2020). | RENO ESNIR/ANTARA FOTO

Nasional

‘PDIP-Demokrat Sulit Damai’

Serangan Hasto ke SBY dinilai hanya merendahkan dirinya sendiri.

JAKARTA—Saling serang antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat dinilai mengindikasikan sulitnya jalan damai bagi kedua pihak. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, mengatakan, aksi saling sindir PDIP dan Demokrat dilatarbelakangi dendam lama Pilpres 2004.

"Sepertinya akan sulit damai. Karena kedua partai tersebut kini sudah seperti Tom and Jerry (film kartun)," kata Ujang kepada Republika, Selasa (2/11).

Ia menilai tak harmonisnya hubungan PDIP dan Partai Demokrat akan berlangsung lama. Dampaknya, hubungan politik semacam itu justru tak sehat bagi rakyat. "Ini dendam yang tak pernah usai dan bisa saja akan dibawa mati," ujarnya.

Namun demikian perdamaian bukan tak mungkin tidak bisa terjadi antarkeduanya. Damai antarkeduanya bisa terjadi jika PDIP dan Demokrat sama-sama mau dan melakukan perjanjian dan komitmen bersama. "Mestinya antarpemimpin memiliki jiwa sebagai negarawan. Dan saling memaafkan," ujarnya.

Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai perang urat saraf antara partai PDIP dan Demokrat sulit berakhir. "Ketegangan dan saling menyalahkan sebetulnya biasa. Sebab, dua partai ini sama sama pernah berkuasa, sama sama pernah meninggalkan legacy, sama-sama pernah menjadi partai oposisi dan partai the rulling party (partai penguasa)," katanya.

Menurut Pangi, saling serang kedua partai mungkin bukan soal tentang PDIP dan Demokrat. Namun, soal SBY dan Ketua Umum PDIP Megawati. "Ya saya lihat ini bakal kelam terus. Partai PDIP dan Demokrat perangnya akan sulit berakhir," kata dia.

Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai serangan Sekjen PDIP terhadap pemerintahan SBY hanya membuat Hasto merendahkan dirinya sendiri. "Berbagai pernyataan Hasto terkait SBY tampaknya asal bunyi tanpa didukung data yang akurat. Hasto menyampaikan pernyataannya terkesan lebih didasari pada kebencian, sehingga jauh dari objektifitas. Hal itu justru merendahkan dirinya sendiri. Sebagai petinggi partai sangat tidak layak mengeluarkan pernyataan seperti itu," katanya kepada Republika, Selasa (2/11).

Ia menambahkan, ada kesan pernyataan Hasto bertujuan untuk mendegradasikan sosok SBY sebagai Presiden ke-6 RI. SBY dikesankan presiden yang tidak berhasil memimpin Indonesia selama 10 tahun. Kesan tersebut coba dimunculkan setelah akhir-akhir ini sebagian masyarakat menilai kepemimpinan SBY lebih baik dan berhasil daripada kepemimpinan saat ini. 

Perang bansos

Saling sindir PDIP dengan Demokrat kembali terjadi pada Senin (1/11). Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyebut kebijakan bantuan sosial (bansos) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hanya kebijakan populis yang membebani APBN.

"Menurut Marcus Mietzner dari bulan Juni 2008 sampai Februari 2009, Pak SBY itu membelanjakan dua miliar dolar AS untuk politic populism. Ini kan beban bagi APBN ke depan," ujar Hasto.

Serangan itu dibalas Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Kamhar Lakumani. Kamhar menilai argumentasi Hasto soal politik populis membahayakan keuangan negara, justru berbanding terbalik dengan kenyataan. Ia mengatakan, tahun 2008-2010 terjadi krisis ekonomi global, justru Indonesia di bawah pemerintahan Presiden SBY dapat melewati dan mengatasi krisis dengan baik. 

Menurut Kamhar, tuduhan Hasto patut diduga hanya untuk menutup-nutupi ketidakmampuan negara memberikan bantuan meringankan beban penderitaan rakyat. "Jadi perbandingan yang tepat jika disandingkan bahwa, di zaman SBY dan Partai Demokrat, bansos dibagikan untuk rakyat sementara di zaman partainya Hasto (PDIP) berkuasa, bansos dikorupsi. Singkatnya, Pak SBY Bapak Bansos dan kader partainya Hasto, koruptor bansos," tegasnya.

Kamhar menilai pola pikir Sekjen PDIP tersebut merupakan pola pikir pecundang. Menurutnya, PDIP dinilai tak mampu menyiapkan bansos yang memadai dikala rakyat sedang kesusahan dengan menyalahkan pemerintahan SBY. "Jadi bukan politik populis yang berbahaya, tapi politikus seperti Hasto lah yang berbahaya," ujarnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat