Ilustrasi pengeras suara masjid. DMI dan kemenag berupaya mengatur penggunaan pengeras suara di masjid. | ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Khazanah

DMI-Kemenag akan Atur Pengeras Suara Masjid

Secara teknis, pengaturan sound system masjid diyakini bukan hal yang terlalu sulit.

JAKARTA – Dewan Masjid Indonesia (DMI) akan berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) dalam upaya mengatur penggunaan sound system masjid di Indonesia. Pengaturan tersebut dilakukan agar suara masjid tidak mengganggu satu sama lain.

Ketua Umum DMI HM Jusuf Kalla (JK) menyatakan hal itu saat bersilaturahim dengan pengurus DMI Sumatra Utara di Masjid al-Musaannif, Kota Medan, Senin (25/10). “Karena itu, kita (DMI) dan Menteri Agama akan sama-sama agar sound system-nya (masjid) diatur, agar jangan saling mengganggu,” kata JK melalui keterangan tertulis, Senin.

JK menilai, pengaturan sound system antarmasjid penting dilakukan. Sebab, di kota-kota besar di Indonesia, rata-rata terdapat dua masjid dalam satu kilometer. “Paling jauh jarak antara masjid satu dengan masjid lainnya itu sekitar satu satu kilometer," kata JK.

JK juga mengatakan, secara teknis pengaturan sound system bukan hal yang terlalu sulit. Sebab, lembaga Kemenag dan lembaga DMI sama-sama menjangkau wilayah kecamatan, sehingga koordinasi tak terlalu sulit dilakukan.

Namun, JK belum mengungkapkan, kapan koordinasi dengan Kemenag terkait pengaturan sound system masjid ini akan dilakukan. Menurut dia, DMI telah lama menyuarakan soal tata kelola sound system masjid.

Pengelolaan tersebut terkait dengan suara pengajian, suara azan, serta suara speaker dalam masjid. JK beberapa kali mengeluhkan suara speaker yang tak terdengar indah di dalam masjid.

Terkait penggunaan pengeras suara di masjid, sebelumnya Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan, Kemenag telah menerbitkan Instruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushala.

Instruksi No Kep/D/101/1978 diterbitkan seiring meluasnya penggunaan pengeras suara oleh masjid, langgar, dan mushala di seluruh Indonesia, baik untuk azan, iqamah, membaca ayat Alquran, membaca doa, peringatan hari besar Islam, dan lainnya.

Hal tersebut, menurut Kamaruddin, selain menimbulkan kegairahan beragama dan menambah syiar kehidupan keagamaan, pada sebagian lingkungan masyarakat kadang juga menimbulkan ekses rasa tidak simpati disebabkan pemakaiannya kurang memenuhi syarat.

Agar penggunaan pengeras suara oleh masjid, langgar dan mushala lebih mencapai sasaran dan menimbulkan daya tarik untuk beribadah kepada Allah, lanjut Kamaruddin, saat itu yakni tahun 1978, dianggap perlu mengeluarkan tuntunan pengeras suara.

“Tuntunan itu untuk dipedomani oleh para pengurus masjid, langgar, mushala di seluruh Indonesia,” ujar dia.

Ia menerangkan, instruksi tersebut antara lain mengatur tentang penggunaan pengeras suara ke luar dan ke dalam. Kumandang azan menggunakan pengeras suara ke luar. Sebab, ini merupakan panggilan. Sedang kegiatan shalat, kuliah atau pengajian dan semacamnya menggunakan pengeras suara ke dalam.

"Jadi, dalam instruksi yang usianya lebih 40 tahun ini sudah diatur, kapan menggunakan pengeras suara ke luar, kapan ke dalam," katanya.

Pada bagian akhir instruksi tersebut, ditegaskan bahwa ketentuan ini berlaku pada masjid, langgar dan mushala di perkotaan yang masyarakatnya cenderung majemuk dan heterogen. Pada masyarakat pedesaan yang cenderung homogen, bisa berjalan seperti biasa. “Sesuai dengan kesepakatan di daerahnya,” kata Kamaruddin.

Ia juga menilai, Instruksi Dirjen Bimas Islam Tahun 1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushala tersebut masih relevan. “Saya menilai aturan ini masih relevan untuk diterapkan,” katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat