Warga melakukan evakuasi paksa pengungsi etnis Rohingya dari kapal di pesisir pantai Lancok, Kecamatan Syantalira Bayu, Aceh Utara, Aceh, Kamis (25/6/2020). Warga terpaksa melakukan evakuasi paksa 94 orang pengungsi etnis Rohingya ke darat yang terdiri da | RAHMAD/ANTARA FOTO

Ekonomi

Ironi Kelaparan di Tengah Badai Obesitas

Saat ini tercatat sekitar 3 miliar penduduk dunia mengalami kelaparan.

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengungkapkan, ironi kondisi akses pangan bagi masyarakat dunia saat ini. Di tengah angka kelaparan dunia yang masih terus meningkat, di saat yang bersamaan terjadi peningkatan angka obesitas yang juga hampir sama besarnya.

Kepala Perwakilan FAO untuk Indonesia, Rajendra Aryal, mengatakan, saat ini tercatat sekitar 3 miliar penduduk dunia mengalami kelaparan. Angka itu setara dengan 40 persen populasi dunia. Angka kelaparan tersebut, menurut Aryal, akibat rendahnya kemajuan dalam penanganan masalah gizi sehingga membuat orang tidak mampu membeli makanan sehat secara berkelanjutan. Selain angka kelaparan itu, FAO juga mencatat ada sekitar 811 juta penduduk menderita kekurangan gizi.

"Pada saat yang bersamaan obesitas juga meningkat di sejumlah negara," kata Rajendra dalam peringatan Hari Pangan Sedunia ke-41 di Cirebon, Jawa Barat, Senin (25/10).

Ia mengungkapan, tercatat sekitar 2 juta penduduk dunia mengalami obestias. Banyaknya penduduk dunia yang kelebihan berat badan akibat pola makan yang buruk serta kurangnya aktivitas fisik.

Di Indonesia, Rajendra menyampakan, jumlah orang dewasa yang kelebihan berat badan meningkat dua kali lipat selama dua dekade terakhir. Obesitas pada anak juga terjadi. "Di sisi lain, ada 27,67 persen anak Indonesia di bawah lima tahun yang mengalami stunting atau terlalu pendek usianya," kata dia.

Menurutnya, situasi tersebut harus menjadi perhatian Pemerintah Indonesia. Pembenahan sistem pangan itu memerlukan inovasi yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing negara. Rajendera mengatakan, juga diperlukan kearifan lokal, pemberdayaan perempuan, dan keterlibatan anak muda dalam membuat sistem pangan lebih adil.

Di tengah tantangan tersebut, Rajendra mengapresiasi pembangunan pertanian Indonesia yang mampu tumbuh selama pandemi. Meski perekonomian lesu, pertanian Indonesia tetap mampu menyediakan pangan sehingga pertumbuhan PDB pertanian terus mengalami pertumbuhan positif.

"Pemerintah Indonesia telah melakukan pembangunan pertanian yang luar biasa. PDB pertanian meningkat 2,19 persen setiap tahun meski ekonomi melambat saat pandemi Covid-19," kata Rajendra.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan, Indonesia mampu menghadapi krisis global dari sisi ketahanan pangan karena masih bisa menjaga produksi pangan lokal. Ia mengeklaim, tidak ada masyarakat yang meninggal akibat kelaparan selama hampir dua tahun pandemi Covid-19.

"Kita ada 273 juta orang dan dalam dua tahun ini tidak pernah mendengar ada orang mati kelaparan. Ini bagian dari kebahagiaan kita dalam memperingati hari pangan sedunia," kata Syahrul.

Pada kuartal I 2021, produk domestik bruto (PDB) pertanian tumbuh 3,33 persen (year on year/yoy). Tren positif masih berlanjut pada kuartal II 2021 dengan mencatatkan pertumbuhan 0,38 persen (yoy).

Sementara itu, ekspor pertanian sepanjang semester I 2021 tumbuh 14,05 persen (yoy) dari 1,71 miliar dolar AS menjadi 1,95 miliar dolar AS. "Alhamdulillah di tengah kontraksi ekonomi yang luar biasa, pertanian kita mampu menjaga negara ini karena satu-satunya sektor yang terus tumbuh dan tidak pernah surut," kata Syahrul.

Ia menyebut, perkembangan sektor pertanian bahkan melampaui kinerja yang dihasilkan sebelum pandemi. Menurut dia, capaian tersebut tidak lepas dari peran para petani di daerah yang terus memproduksi pangan bagi masyarakat.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat