Petugas menunjukkan sampel bahan bakar B30 saat peluncuran uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 yang berkandungan biodiesel di Kementerian ESDM, beberapa waktu lalu. | Republika/Prayogi

Tajuk

Hilirisasi di Pabrik Biodiesel

Ketergantungan pada minyak yang berbasiskan fosil menjadi perhatian serius pemerintah.

Presiden Joko Widodo meresmikan pabrik biodiesel di Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, Kamis (21/10). Peresmian pabrik milik PT Jhonlin Agro Raya itu dinilai Presiden Jokowi sangat penting bagi ketahanan energi nasional. 

Kita ketahui dalam beberapa tahun terakhir ini, Indonesia sangat bergantung pada impor bahan bakar minyak (BBM). Itu terjadi setelah Indonesia keluar dari anggota negara-negara pengekspor minyak (OPEC). Bila sekitar 20 tahun lalu, Indonesia masih masuk dalam negeri pengekspor minyak, kini Merah-Putih termasuk negara pengimpor minyak. 

Hal itu terjadi setelah produksi minyak di dalam negeri tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan nasional. Pergeseran dari negara pengekspor menjadi pengimpor minyak sejalan dengan semakin terpangkasnya produksi minyak di dalam negeri.

Salah satunya disebabkan oleh belum ditemukannya cadangan minyak yang baru. Pada saat bersamaan, konsumsi BBM terus meningkat karena bertambahnya jumlah penduduk Indonesia yang kini mencapai sekitar 275 juta jiwa. 

Boleh dikatakan, saat jumlah penduduk Indonesia 175 juta jiwa, jumlah produksi minyak nasional lebih tinggi dibanding pada saat ini, ketika jumlah penduduk Indonesia sekitar 275 juta jiwa. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia menjadi negara pengimpor minyak.

 
Ketergantungan pada minyak yang berbasiskan fosil dalam beberapa tahun terakhir ini, sesungguhnya sudah menjadi perhatian serius pemerintah.
 
 

Ketergantungan pada minyak yang berbasiskan fosil dalam beberapa tahun terakhir ini, sesungguhnya sudah menjadi perhatian serius pemerintah. Sebab, dengan eksplorasi yang terbatas dan cadangan minyak yang nantinya akan habis, Pemerintah Indonesia mau tidak mau harus mengembangkan bahan bakar alternatif.

Biodiesel merupakan salah satu jalan keluar untuk dapat menjawab tantangan yang dihadapi Indonesia dalam peningkatan konsumsi BBM, yang akan terus terjadi pada tahun mendatang.

Sebagai salah satu negara surga berbagai komoditas, pengembangan biodiesel menjadi pilihan yang sangat tepat. Hampir semua bahan baku komoditas untuk mengembangkan energi terbarukan biodiesel bisa ditemukan di Indonesia. Apalagi, pada saat bersamaan, Presiden Jokowi juga sedang menyorot pentingnya hilirisasi industri bahan baku.

Presiden ingin Indonesia tidak hanya dikenal sebagai pengekspor komoditas atau bahan mentah. Komoditas-komoditas tersebut, baik itu CPO, kakao, rotan, karet, maupun yang lain hendaknya diproduksi dahulu di dalam negeri untuk mendapat nilai tambah. Setelah itu, diekspor.

Keinginan Presiden tersebut layak diapresiasi. Kita sering kali mengimpor produk jadi dengan harga yang lumayan tinggi. Padahal, semua bahan baku produk tersebut berasal dari Indonesia yang diekspor dengan harga murah. 

Bila Indonesia mengekspor produk sudah dalam bentuk jadi, tidak hanya harganya yang sudah lebih tinggi, tetapi ada juga tenaga kerja yang diserap. Selain itu, ada pemasukan pajak yang bisa dikantongi negara.

Ekspor dalam bentuk bahan jadi juga sangat menguntungkan karena produk jadi harganya relatif sangat stabil. Kita tidak pernah mendengar harga cokelat olahan yang jatuh. Sedangkan kita sering menemukan harga biji kakao, yang merupakan bahan dasar pembuat cokelat olahan, jatuh dan sangat merugikan petani. Hal yang sama juga sering dialami komoditas lainnya yang dijual secara gelondongan.

 
Bila Indonesia mengekspor produk sudah dalam bentuk jadi, tidak hanya harganya yang sudah lebih tinggi, tetapi ada juga tenaga kerja yang diserap. 
 
 

Hilirisasi industri biodiesel yang diresmikan Presiden Jokowi kemarin, tidak hanya memperkuat ketahanan energi, tetapi juga dapat menghemat devisa. Dalam catatan pemerintah, hilirisasi industri biodiesel pada 2020, menghemat devisa Rp 38 triliun dan pada 2021, diperkirakan naik menjadi Rp 56 triliun. Nilai tambah lainnya adalah dapat menyerap tenaga kerja.

Hilirisasi industri biodiesel ini hendaknya dapat menjadi role model bagi industri bahan baku lainnya. Selain untuk menghemat devisa, pengembangan hilirisasi sejumlah komoditas lainnya juga akan mampu menyerap tenaga kerja, yang berkontribusi menekan angka pengangguran.

Namun, pemerintah hendaknya membuat kebijakan yang tepat. Jangan sampai dalam upaya mendorong hilirisasi sejumlah industri komoditas, pemerintah membuat aturan ‘membatasi’ ekspor komoditas dalam bentuk mentah, melalui penerapan pajak ekspor yang tinggi. Apalagi, sampai melarang ekspor bahan baku gelondongan. Padahal, saat bersamaan, hilirisasi industri di dalam negeri belum berkembang. 

Keadaan tersebut akan menyebabkan petani perkebunan yang dirugikan. Mereka mengekspor gelondongan dilarang atau harus membayar pajak ekspor yang tinggi sehingga tidak mampu bersaing dengan harga komoditas dari negara lain di pasar internasional. Tapi, pada saat yang sama, industri pengolahan di dalam negeri belum bisa menyerap. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat