Penonton menyaksikan upacara penutupan PON XX Papua di Stadion Lukas Enembe, Kabupaten Jayapura, Papua, Jumat (15/10). Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua resmi ditutup oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Maruf Amin dengan juara umum diraih Jawa Bar | Republika/Thoudy Badai

Olahraga

PON XX Papua: Kalimat Magis di Bumi Cenderawasih

PON XX Papua menjadi kebanggaan bersama.

OLEH MUHAMMAD IKHWANUDDIN 

Perjalanan dari Jakarta ke Jayapura sungguh sangat melelahkan raga. Setelah berhasil meluruskan kaki di penginapan, saya pun meneguk air minum pemuas dahaga. Syahdan, saya terpaku pada sebuah tulisan yang asing di mata, Hen Tecahi Yo Onomi T'mar Ni Hanased.

Rasa penasaran membawa saya mencari arti dari kalimat tersebut di mesin pencarian Google. Usut punya usut, rentetan kata itu memiliki arti yang begitu dalam, "Membangun Kota untuk Kemuliaan Tuhan".

Kadar magis kalimat itu belum begitu terasa pada hari-hari pertama meliput PON XX Papua 2021. Namun, lambat laun, saya makin paham alasan kalimat tersebut dipakai sebagai moto Kota Jayapura.

Sebagai ibu kota provinsi, Jayapura adalah jantung Papua. Di tulisan sebelumnya, saya sempat menyinggung ihwal betapa warga Jayapura sangat menjunjung toleransi dalam setiap aspek kehidupan mereka. Warga dari kota lain yang lebih heterogen agaknya perlu belajar dari ibu kota paling timur di Indonesia ini.

Sebelum menapakkan kaki di Bumi Cenderawasih, saya harus jujur ada perasaan khawatir yang menyeruak. Betapa tidak, gelombang pemberitaan dengan narasi negatif di Papua terus bermunculan, mulai dari isu politik, ekonomi, hingga budaya.

Namun, di sanalah saya punya rezeki untuk membuktikan hal-hal buruk yang dikatakan orang tentang Papua ternyata tidak benar. Ada anggapan penganut Islam akan sulit mencari makanan halal dan tempat ibadah. Dalam catatan Wahid Foundation, setidaknya ada 140 masjid di seputar Jayapura. Melirik data Pemerintah Kota Jayapura, populasi Muslim sudah mencapai 43 persen dari seluruh penganut agama di sana.

Fakta tersebut membuat saya sama sekali tak kesulitan mencari makan yang sesuai dengan syariat Islam. Hanya butuh jarak selemparan batu untuk menemukan warung nasi halal. Biasanya pedagang yang menjajakan kudapan ramah Muslim berasal dari Jawa dan Sulawesi. Namun, tak sedikit juga warga asli Papua yang tidak menjual makanan haram menurut Islam.

Kemudian soal tempat ibadah. Selama 10 hari saya di Jayapura, sudah dua kali saya melaksanakan shalat Jumat di masjid. Saya benar-benar tidak kesulitan menemukan masjid yang menggelar shalat Jumat.

Jika sewaktu-waktu mampir ke Jayapura, saya bisa jamin kita tidak perlu pusing tujuh keliling hanya untuk beribadah. Karena sampai ke ujung perbatasan Republik Indonesia dan Papua Nugini pun ada dua masjid, Al-Aqsa dan Al-Hijrah, yang terbuka untuk umum.

Berstatus sebagai pusat penyelenggaraan PON XX Papua 2021, Jayapura sukses menjadi salah satu lokasi tuan rumah yang menyenangkan, dari pemandangan alamnya hingga keramahan warganya.

Untuk ukuran sebuah kota, Jayapura boleh dibilang memiliki komposisi lengkap dengan pemandangan lautan, bukit, dan pegunungan yang meneduhkan. Saat melintas jalan raya dari Bandara Sentani menuju pusat Kota Jayapura, birunya air Danau Sentani akan menyambut siapa pun yang melewatinya. Begitu pun ketika mengaspal di sepanjang jalan Abepura-Entrop, mata kita akan disuguhi dengan luasnya pemandangan Samudra Pasifik dari ketinggian bukit.

Jika melanjutkan perjalanan terus menuju timur, kita pun akan terkagum dengan megahnya jembatan Holtekamp yang menjadi ikon Jayapura. Debur ombak laut di Teluk Youtefa pun seakan menyapa orang-orang yang melintasinya. Bagi mereka yang belum puas, teruskanlah petualangan menuju Pos Batas Lintas Negara (PLBN) RI-Papua Nugini di Skouw, Distrik Muaratami.

Adapun yang istimewa, hampir seluruh jalan di Jayapura sudah halus dan layak dilalui. Marka jalan juga jelas terbaca bagi mereka yang pertama kali datang meski harus ekstra hati-hati pada malam hari karena sedikitnya penerangan.

Tidak ada yang perlu diragukan soal sarana dan prasarana di Papua. Hen Tecahi Yo Onomi T'mar Ni Hanased meresap bukan hanya dalam bangunan fisik, melainkan juga manusianya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat