Foto yang dilansir Taiwan Military News Agency menunjukkan artileri Taiwan menembakkan peluru dalam latihan Han Guang di Taichung in Taiwan, Kamis (16/9/2021). | AP/Military News Agency

Internasional

Biden dan Xi Sepakat Soal Taiwan

Cina dikhawatirkan melakukan invasi skala penuh ke Taiwan pada 2025.

WASHINGTON--Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan, ia telah berbicara dengan Presiden Cina Xi Jinping. Ia mengatakan dalam pembicaraan itu kedua belah pihak sepakat mematuhi perjanjian Taiwan.

"Saya sudah berbicara dengan Xi mengenai Taiwan, kami sepakat mematuhi perjanjian Taiwan,” kata Biden, Selasa (5/10). “Kami menegaskan beberapa hal yang seharusnya tak dia lakukan, kecuali mematuhi perjanjian.”

Biden tampaknya mengacu pada kebijakan AS yang berlaku sejak lama, yaitu mengakui hanya ada “satu Cina”. Ia juga merujuk pada akta yang disebut Taiwan Relations Act.

Akta tersebut mengikat AS untuk memberikan alat untuk mempertahankan diri kepada Taiwan. Namun, akta itu juga membuat AS harus tetap bersikap netral mengenai kedaulatan Taiwan.

Terkait pernyataan Biden terbaru ini, Kementerian Luar Negeri Taiwan langsung mencari penjelasan kepada AS. Namun, AS meyakinkan bahwa kebijakan AS terhadap Taiwan tak berubah dan komitmen AS terhadap mereka akan tetap solid.

photo
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen (tengah) berbicara dengan prajurit di sela latihan Han Guang di Taichung in Taiwan, Kamis (16/9/2021). - (AP/Taiwan Presidential Office)

Pada Selasa dan Rabu  (6/10) Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, dijadwalkan menggelar pembicaraan dengan diplomat top China, Yang Jiechi, di Swiss. Pembicaraan digelar saat ketegangan antara dua negara meningkat atas sejumlah masalah termasuk Taiwan.

"Keduanya bertujuan untuk membangun kembali saluran komunikasi dan menerapkan konsensus yang dicapai antara presiden Xi Jinping dan Joe Biden," lapor surat kabar South China Morning Post, Selasa.

Pada pekan ini Gedung Putih mengungkapkan kekhawatiran Beijing merusak perdamaian dan stabilitas di kawasan dengan aksi-aksi 'provokatif'. Beberapa hari terakhir Cina mengirim puluhan pesawat tempur ke Taiwan.

Dalam kesempatan berbeda, Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo-cheng mengatakan, Cina akan memiliki kemampuan melakukan invasi skala penuh pada 2025. Hal ini disampaikan pada Rabu setelah Cina mengirimkan puluhan pesawat tempur ke pulau yang dikelola demokratis tersebut.

Taiwan melaporkan, dalam rentang waktu empat hari mulai Jumat (1/10), lebih dari 150 pesawat tempur angkatan udara Cina masuk ke zona pertahanan mereka. 

Menteri Pertahanan Taiwan, Chiu Kuo-cheng, mengatakan, Cina dapat melakukan invasi skala penuh ke Taiwan pada 2025. Hal ini diungkapkan Chiu beberapa hari setelah jumlah pesawat tempur Cina yang terbang di zona pertahanan udara Taiwan meningkat.

"Dengan melakukan serangan ke Taiwan, mereka saat ini memiliki kemampuan. Tetapi (Cina) harus membayar harganya. Namun pada 2025 Cina dapat melakukan invasi skala penuh," ujar Chiu, dilansir CNN, Rabu (6/10).

Komentar Chiu muncul setelah Cina mengirim 150 pesawat tempur, termasuk jet tempur dan pembom berkemampuan nuklir, ke Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) Taiwan sejak 1 Oktober. Pada pertemuan parlemen, Chiu mengatakan bahwa ketegangan militer lintas selat kali ini adalah yang paling serius dalam lebih dari 40 tahun sejak ia bergabung dengan militer.

photo
Pesawat tempur siluman J-20 dimaperkan militer Cina dalam Airshow China 2021, di Guangdong, Selasa (28/9/2021). - (AP/Ng Han Guan)

Pada pertemuan itu, militer Taiwan menyerahkan laporan kepada anggota parlemen, yang mengatakan bahwa kemampuan anti-intervensi dan blokade Cina di sekitar Selat Taiwan akan semakin mumpuni pada 2025. Anggota parlemen meninjau anggaran pertahanan khusus senilai 8,6 miliar dolar AS untuk senjata buatan sendiri, termasuk rudal dan kapal perang. Chiu mengatakan bahwa, Taiwan belum membuat langkah apa pun untuk menanggapi  serangan udara Cina.

"Kami akan melakukan persiapan secara militer. Saya pikir jika kita perlu berperang, kita akan berada di garis depan," kata Chiu. Taiwan dan Cina daratan telah diperintah secara terpisah sejak berakhirnya perang saudara lebih dari tujuh dekade lalu, di mana Nasionalis yang kalah melarikan diri ke Taipei.  Namun, Beijing memandang Taiwan sebagai bagian tak terpisahkan dari wilayahnya. 

Beijing mengatakan, ketegangan lintas selat terjadi akibat Taiwan telah berkolusi dengan Amerika Serikat (AS). Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hua Chunying, mengatakan, AS telah membuat langkah negatif dengan menjual senjata ke Taiwan.

"AS telah membuat langkah-langkah negatif dengan menjual senjata ke Taiwan, dan memperkuat hubungan resmi serta militer dengan Taiwan, termasuk peluncuran rencana penjualan senjata senilai 750 juta dolar AS ke Taiwan, pendaratan pesawat militer AS di Taiwan dan seringnya kapal perang AS berlayar melintasi Selat Taiwan," kata Hua.

Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan, diplomat senior Cina Yang Jiechi dan Penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan akan bertemu di Zurich untuk bertukar pandangan tentang hubungan Cina-AS dan isu-isu yang relevan. Kementerian tidak memberikan tanggal pertemuan. Namun televisi CCTV yang dikelola pemerintah Cina mengatakan, delegasi Cina tiba di Zurich pada Selasa (5/10). 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat