Kapsul Molnupiravir yang disebut ampuh mengobati pasien Covid-19. Menkes berharap obat-obatan baru segera bisa digunakan untuk pasien Covid-19. | AP Photo

Nasional

Kemenkes Sambut Baik Obat Covid-19

Menkes berharap obat-obatan baru segera bisa digunakan untuk pasien Covid-19.

JAKARTA -- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pihaknya bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta sejumlah rumah sakit vertikal sedang melakukan kajian dan uji klinis terhadap obat-obatan baru untuk terapi pasien Covid-19.

Salah satu yang sedang dikaji, yakni obat antivirus baru Molnupiravir produksi Merck. "Obat-obatan tersebut sudah kami approach pabrikannya dan kami sudah merencanakan untuk beberapa sudah mulai uji klinis," kata Budi dalam konferensi pers secara daring, Senin (4/9).

Ia berharap, obat-obatan baru tersebut segera bisa digunakan untuk pasien Covid-19. "Mudah-mudahan akhir tahun ini kami sudah mengetahui obat-obatan mana yang cocok untuk kondisi masyarakat kita," kata Budi.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, meminta masyarakat tak bersuka cita berlebihan dalam merespons Molnupiravir. Ia menekankan, obat bukanlah satu-satunya solusi menghadapi pandemi Covid-19.

"Sampai saat ini jangankan obat, vaksin saja tidak bisa selesaikan pandemi. Obat itu kuratif di bagian hilir (perawatan). Perannya obat ini tetap ada, tapi jangan euforia," kata Dicky kepada Republika, Senin (4/10).

Dicky mengimbau semua pihak tetap menjalankan 3T dan 5M walau sudah ada vaksin dan obat Covid-19. Langkah ini diperlukan guna menjaga rendahnya kasus Covid-19 di Tanah Air. "Mau ada obat ini, mau ada vaksin, 3T 5M tetap terus karena kalau tidak maka banyak kasus lagi walau ada obatnya," ucap Dicky.

photo
Dua pekerja mengawasi proses pengemasan obat di pabrik Merck Sharp & Dohme di Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. - (ANTARA)

Dicky juga mewanti-wanti masyarakat agar tak menurunkan kewaspadaan pencegahan Covid-19. Sebab, mereka yang pernah terjangkit Covid-19 berpeluang mengalami gangguan kesehatan secara kontinu bahkan pascasembuh dari Covid-19.

"Harus dipahami infeksi Covid-19 ada yang sepertiganya dari yang pulih berpotensi alami long Covid. Sebesar 70 persen dari sepertiga itu mengalami setidaknya satu organ vital rusak antara jantung, paru, ginjal, hati. Upaya cegah orang terinfeksi itu tetap yang utama," ucap Dicky.

Meski begitu, Dicky Budiman juga menilai Molnupiravir cukup menjanjikan sebagai obat Covid-19. Ia mendukung bila pemerintah Indonesia mulai melakukan penjajakan guna memulai produksi Molnupiravir di dalam negeri.

Menurut Dicky, klaim kemanjuran Molnupiravir punya dasar kuat dari uji klinis fase 3 yang diperkirakan sudah mencapai 90 persen. Ia menduga hasil lengkap uji klinis fase 3 akan dilakukan dalam waktu dekat ini.

"Obat ini dari uji awal-awal sudah menjanjikan. Terbukti, tapi tentu harus tunggu hasil akhir dilihat datanya. Kalau dari beberapa jurnal fase 1, 2, 3, sebenarnya cukup menjanjikan," kata dia.

Munculnya Molnupiravir juga mendapat perhatian Guru Besar FKUI Tjandra Yoga Aditama. Ia menyebut Molnupiravir ialah obat antiviral yang dalam hasil penelitian interimnya menunjukkan penurunan sebesar 50 persen angka perawatan di rumah sakit serta juga mencegah kematian akibat Covid-19 pada pasien derajat ringan dan sedang.

Datanya menunjukkan, 7,3 persen pasien (28 orang) yang mendapat Molnupiravir dirawat di rumah sakit sampai hari ke-29 penelitian. Pada mereka yang tidak mendapat Molnupiravir atau dapat plasebo saja ada 53 orang (14,1 persen) yang harus masuk RS. Selain data masuk RS, pada mereka yang tidak dapat Molnupiravir ada delapan orang yang meninggal.

"Dari yang mendapat Molnupiravir memang tidak ada yang meninggal sampai hari ke-29 penelitian ini dilakukan," kata Prof Tjandra dalam keterangan pers.

Prof Tjandra mengamati sampel penelitian Molnupiravir Covid-19 bagi mereka yang bergejala ringan dan sedang, dengan onset gejala paling lama lima hari. Hasil penelitian ini juga menunjukkan data pada 40 persen sampelnya bahwa efikasi Molnupiravir bisa konsisten pada berbagai varian yang ditemukan, yaitu Gamma, Delta, dan Mu.

"Secara umum efek samping adalah seimbang antara yang dapat Molnupiravir dan plasebo, yaitu 35 persen dan 40 persen. Sampel penelitian ini mempunyai setidaknya satu faktor risiko atau yang biasa kita kenal dengan komorbid. Yang paling sering adalah obesitas, diabetes mellitus, penyakit jantung dan juga usia tua (di atas 60 tahun)," ujar mantan Direktur WHO Asia Tenggara itu.

Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi, menanggapi positif obat Covid-19 buatan perusahaan asal Amerika Serikat. Menurutnya, khasiat obat bermerek Molnupiravir itu cukup menjanjikan.

Perusahaan farmasi AS Merck baru saja mempublikasikan obat Covid-19 eksperimental yang mereka kembangkan. Obat tersebut diklaim dapat menurunkan risiko keparahan Covid-19. Bahkan efikasi Molnupiravir konsisten pada berbagai varian yang ditemukan, yakni Gamma, Delta, dan Mu. "Kalau info awal dari Merck iya (cukup menjanjikan)," kata dr Nadia kepada Republika, Senin (4/10).

Walau demikian, Nadia menyatakan pemerintah belum melakukan pembicaraan lebih dalam mengenai kemungkinan membeli obat oral Covid-19 merek Molnupiravir. Pihaknya masih menunggu kepastian hasil uji klinis Molnupiravir secara komprehensif. "Kita tunggu selesainya hasil uji klinisnya ya," ujar Nadia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat