Penari menghibur penonton saat Upacara Pembukaan PON XX Papua di stadion Lukas Enembe, Kompleks Olahraga Kampung Harapan, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura Papua, Sabtu (2/10). Presiden Republik Indonesia Joko Widodo resmi membuka gelaran PON Papu | Republika/Thoudy Badai

Olahraga

PON XX Papua: Ketinggalan Tas dan Sopir Salah Antar

PON XX Papua merupakan kompetisi olahraga kebanggaan Indonesia.

OLEH FITRIYANTO 

Setelah menempuh penerbangan lebih dari lima jam dari Terminal Tiga Bandara Internasional Soekarno-Hatta, akhirnya saya tiba juga di Bandara Sentani pukul 14.20 WIT bersama sejumlah rekan wartawan lain dari Ibu Kota.

Ini perjalanan pertama saya menggunakan moda pesawat pada pandemi Covid-19. Terakhir kali saya terbang, sebelum Covid-19 merebak, yakni awal Februari 2020 saat menghadiri Hari Pers Nasional di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Perlu persiapan lebih dari biasanya untuk ke luar kota dengan pesawat terbang pada masa pandemi ini. Untuk penerbangan ke Papua, penumpang diwajibkan tes swab PCR yang berlaku 2x24 jam. Ini juga pengalaman pertama saya dicolok hidung dan mulut untuk memenuhi persyaratan kesehatan. Alhamdulilah, hasil tes negatif sehingga syarat terbang terpenuhi.

Hasil tes swab PCR ini tidak lagi dalam bentuk surat keterangan yang ditulis di secarik kertas yang rawan pemalsuan. Namun, selain dikirim ke nomor Whatsapp, juga langsung terkoneksi dengan aplikasi PeduliLindungi yang harus diunduh terlebih dahulu. Aplikasi ini pula yang nanti digunakan untuk penerbangan.

Maskapai penerbangan meminta kami datang empat jam sebelum waktu terbang. Jadi, untuk penerbangan pada pukul 06.45, saya sudah berada di bandara pukul 02.45. Sebelum masuk bandara, diharuskan mengisi tujuan penerbangan di mesin pengisian data dengan memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terkoneksi dengan PeduliLindungi. Setelah itu, keluar pernyataan validasi Covid-19 layak berpergian dengan pesawat.

Setelah boarding dan mendapat nomor kursi pesawat. Kami diminta mengisi lagi tujuan dan juga riwayat perjalanan sebelumnya serta riwayat penyakit. Data ini untuk melacak apakah kami dari daerah yang kasus Covid-19 masih tinggi atau tidak. Di terminal kedatangan, data ini harus kami tunjukkan.

Matahari menyengat menyambut kedatangan saya dan juga ratusan orang yang tiba pada Sabtu (2/10) di tanah Papua. Suasana Bandara Sentani cukup padat pada siang itu. Kontingen dari beberapa daerah yang akan mengikuti PON Papua memang datang bergelombang.

Namun, karena kami tiba tepat pada hari pembukaan PON Papua secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, tamu yang datang ke Bumi Cendrawasih semakin padat.

Tidak lama waktu terbuang, setelah mengambil bagasi, panitia PON Papua langsung menyambut saya beserta tiga jurnalis dari Jakarta untuk diantar ke Stadion Barnabas Youwe (SBY), Sentani. Petugas dan sopir yang mengantar begitu ramah menyapa. Bahkan, ketika kami minta ingin berpose narsis dengan lantar belakang tulisan Bandara Sentani, sopir yang mengantar menunggu dengan sabar.

Setibanya di SBY, kami diverifikasi berdasarkan data Electronic Health Alert Card (e-HAC) di aplikasi PeduliLindungi yang sebelumnya diisi di Jakarta. Pemuda-pemudi Papua dengan pakaian adatnya menyambut kami untuk masuk ke tenda utama, panitia sudah menyiapkan snack dan makan siang serta dihibur oleh musisi lokal menemani bersantap siang atau sekedar ngopi.

Innalillahi, ternyata tas kecil (tas selempang) seorang rekan dari Jakarta tertinggal di micro bus yang mengantar kami dari Bandara Sentani ke SBY ini. Sambil menunggu tas tersebut kembali, kami diarahkan ke bagian akomodasi. Setelah berkoordinasi, pihak Panpel memutuskan agar kami yang akan meliput di Klaster Jayapura menginap di Wisma Port Numbay.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by PON XX PAPUA 2021 (ponxx2020papua)

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WIT, dua jam lebih kami di SBY. Namun, tas yang tertinggal itu belum juga ada kejelasan. Panpel menyarankan untuk jalan saja karena kendaraan hanya satu tersisa untuk mengantar ke Kota Jayapura. Saat di Jakarta, untuk berjaga-jaga kami sudah memesan kamar Hotel Delima di kawasan Entrop Jayapura.

Benar saja, ternyata ketika kami diturunkan di Hotel Numbay, tak ada kamar kosong karena semua sudah terisi oleh wasit dan perangkat pertandingan sepak bola putra. Mobil pengantar pun sudah kembali karena memang sudah melewati jam operasional. Ternyata oh ternyata, sopir seharusnya mengantar kami ke Wisma Port Numbay di kawasan Padang Bulan. Pihak hotel menawarkan kami tidur di meeting room karena menurutnya kamar memang sudah penuh semua.

Akhirnya, kami memutuskan untuk menginap di hotel yang sudah kami pesan dari Jakarta. Alhamdulillah, keputusan kami untuk menyewa kamar dari Jakarta akhirnya berguna. Janji panitia yang katanya menyiapkan penginapan bagi pemegang id card resmi PON Papua belum bisa terlaksana. Hingga kini, tas teman kami yang teringgal dan berisi KTP, SIM, ATM, dan kartu kredit pun belum jelas kabarnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat