Ilustrasi Nahdlatul Ulama | ANTARA FOTO

Khazanah

NU: Perkuat Kemandirian

PBNU mendesak pemerintah membenahi sistem kesehatan.

 

 

JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menuntaskan perhelatan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU 2021 pada Ahad (26/9). Rapat umum pengurus PBNU yang hanya setingkat di bawah muktamar ini menyimpulkan sejumlah rekomendasi.

Munas-Konbes NU 2021 ini dilaksanakan sebagai media bagi seluruh pengurus wilayah NU yang memiliki hak untuk hadir dan menyampaikan aspirasi dari pengurus cabang NU di wilayah masing-masing. “Harapan besarnya (Munas-Konbes NU) untuk kemaslahatan umat dan kemaslahatan Nahdliyin,” ujar Rais 'Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dalam pidato penutupan Munas-Konbes NU, Ahad (26/9).

Munas dan Konbes yang digelar sejak Sabtu (25/9) di Hotel Grand Sahid Jakarta tersebut dihadiri sebanyak 250 peserta dengan protokol kesehatan yang ketat. Dalam forum ini, para pengurus PBNU membahas dan memberikan berbagai rekomendasi kepada pemerintah untuk penyelesaian persoalan di berbagai bidang.

Bidang-bidang yang menjadi pembahasan, antara lain, tentang kesehatan; politik, hukum, dan keamanan (polhukam); pendidikan; ekonomi; dan kesejahteraan rakyat. Terkait bidang kesehatan, rekomendasi yang dikeluarkan adalah dorongan bagi pemerintah untuk mengembangkan vaksin dalam negeri. “Agar tidak bergantung pada vaksin impor dari negara lain,” kata Sekretaris Komisi Rekomendasi M Kholid Syeirazi saat membacakan hasil putusan sidang komisi, Ahad (26/9).  

Rekomendasi ini seiring dengan yang disampaikan Ketua Umum PBNU KH Saaid Aqil Siroj salam sambutan pembukaan munas-konbes pada Sabtu (25/9). "Saat ini, sekitar 94 persen alkes (alat kesehatan) yang beredar adalah produk impor. Dominasi alkes impor menandai rapuhnya sistem kesehatan nasional," ujar pengasuh Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah ini.

Seperti yang juga disampaikan Kiai Said dalam pidato itu, Komisi Rekomendasi Munas-Konbes NU 2021 juga merekomendasikan agar pemerintah membenahi sistem kesehatan di sisi hilir. Hal ini agar ke depannya Indonesia siap menghadapi bencana alam dan pandemi seperti belakangan. Kesejahteraan dan perlindungan tenaga kesehatan juga direkomendasikan. Selain itu, pemerataan fasilitas kesehatan juga disebut mendesak.

Sementara, di bidang polhukam, menurut M Kholid Syeirazi, PBNU mendesak semua pejabat negara berhenti memolitisasi isu pandemi untuk kepentingan politik pribadi dan golongan serta pencitraan. Isu pandemi, menurut rekomendasi tersebut, tak selayaknya dijadikan isu politik partisan. 

PBNU juga merekomendasikan agar kebijakan pandemi dilakukan secara adil dan tak ambivalen. Misalnya, pemerintah tak bisa menghambat mobilitas warga, tapi di sisi lain membiarkan masuk WNA dari negara-negara episentrum Covid-19. Kebijakan-kebijakan tersebut dikhawatirkan menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintah. 

Rekomendasi lainnya adalah dorongan bagi pemerintah untuk menguatkan berbagai regulasi yang menunjang kemaslahatan dan perlindungan rakyat kecil. Di antara regulasi yang didorong PBNU adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT), RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan strategi nasional pencegahan perkawinan anak. 

Materi pembahasan lainnya yang diselesaikan dalam Munas-Konbes NU 2021 adalah hukum gelatin, hukum daging berbasis sel, moderasi NU dalam politik, pajak karbon dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), dan RUU Larangan Minuman Beralkohol.

Terkait pajak karbon, Komisi Ad-Diniyah Al-Qauniyah merekomendasikan perlunya hal itu diterapkan untuk mengurangi emisi karbondioksida dan gas rumah kaca sebagai upaya mengatasi pemanasan global dan melestarikan lingkungan hidup. Keputusan ini sesuai keputusan Muktamar ke-19 PBNU pada 1994 bahwa persoalan lingkungan hidup juga menjadi persoalan teologis.

Sementara, terkait RUU Larangan Minuman Beralkohol, "Nahdlatul Ulama memandang perlu pengaturan minuman beralkohol yang meliputi pelarangan, pengendalian, dan pengawasan terhadap produksi, peredaran, dan konsumsi." Meski begitu, regulasi tersebut dinilai tak perlu menggunakan istilah agama tertentu melainkan berbasis kesehatan dan keamanan masyarakat. 

Selain rekomendasi-rekomendasi tersebut, ada sejumlah pembahasan yang ditunda untuk dibawa ke Muktamar ke-34 pada 23-25 Desember 2021 mendatang. Di antaranya, soal cryptocurrency dalam perspektif fikih Islam, masalah tentang orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), dan RUU Penodaan Agama. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat