Peserta mengikuti tes seleksi PPPK (Penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) guru yang digelar Pemkab Tulungagung di Tulungagung, Jawa Timur, Senin (13/9/2021). | ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko

Kabar Utama

Guru Senior Terbebani

Selain beban soal seleksi PPPK, tekanan mental juga dialami guru senior.

BANDAR LAMPUNG -- Para guru honorer senior terus mengeluhkan seleksi Pegawai Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Guru 2021. Kondisi dan tingkat kesulitan seleksi saat ini mereka rasa membuat kompetisi dengan para pendaftar lulusan baru jadi tak adil.

Listya (40 tahun), seorang guru honorer Kategori II (K2) di salah satu SMP negeri di Tanjungsenang, Bandar Lampung, salah satu yang tak lolos tes PPPK pekan lalu. “Soalnya njelimet, panjang-panjang, dan tidak cocok untuk guru yang sudah berusia kepala empat atau lima. Apalagi untuk lulus, passing grade-nya tinggi,” tutur Listya kepada Republika, kemarin.

Menurut dia, dari 20 rekannya yang ikut tes PPPK, hanya satu yang lolos. Namun, Listya dan kawan-kawan tetap akan mencoba tes tahap selanjutnya sebab menjadi guru honorer sepanjang hidup tak memungkinkan perbaikan kesejahteraan. 

Sementara itu, Sediono Saputro (45), guru honorer SMP IT Nurul Iman Purworejo di Kabupaten Pesawaran, Lampung, mengatakan, pelaksanaan tes berbasis komputer (CAT) PPPK menjadi alasan banyak rekannya berguguran.  

“Saya dan kawan-kawan guru honorer meminta menambah afirmasi dan passing grade (tes PPPK) jangan tinggi, dan juga guru bersertifikat serta berusia di atas 40 tahun ada prioritas,” kata Sediono kepada Republika, Selasa (21/9). Ia merasa sedih, para guru honorer yang mengabdi belasan sampai puluhan tahun masih harus bersaing dengan lulusan perguruan tinggi yang masih segar.

photo
Sejumlah guru honorer membawa poster dan spanduk saat menggelar unjuk rasa di kantor PGRI, Desa Siron, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Jumat (17/9/21). Aksi guru honorer yang baru selesai mengikuti ujian Seleksi Kompetensi Dasar CPNS itu mengharapkan kepada Presiden Joko Widodo memperhatikan nasib mereka. - (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Ia berencana mengikuti tes PPPK tahap II mendatang. Namun, kisah rekan seprofesinya yang mengikuti tahap pertama membuatnya bergidik. “Saya sudah 45 tahun, mau ikut tes dengan passing grade tinggi. Miris lihat video viral guru-guru (honorer) tua sampai menangis mengerjakan soal dan akhirnya tak lulus,” ujar Sediono yang telah mengajar selama 17 tahun.

Dalam penilaian uji kompetensi teknis seleksi PPPK, guru honorer yang memiliki sertifikat pendidik sesuai jabatan yang dilamar, otomatis mendapat nilai maksimal. Selain itu, guru dengan usia di atas 35 tahun dan waktu mengajar minimal tiga tahun mendapat afirmasi 15 persen nilai total.  

Ramona Adelina, guru honorer SD di daerah Setiabudi, Jakarta Selatan, menuturkan sudah lolos pada uji kompetensi teknis dengan nilai 255. Demikian juga pada uji kompetensi manajerial dan sosial kultural, ia mendapat nilai 174, jauh di atas batas kelulusan pada 130 poin. 

Kendati demikian, ia ternyata kandas dalam uji wawancara, hanya mendapat 15 poin dari syarat 24 poin. “Menurut aturannya, saya harus tetap ikut ke tahap kedua," ujar wanita berusia 48 tahun itu kepada Republika, Selasa (21/9).

 

"Kebanyakan teknis yang bermasalah, justru wawancara mereka tinggi-tinggi 30, 39, manajerial juga tinggilah lumayan yang 170. Teknisnya mereka pada rendah yang seusia saya. Ada yang 195, 95, ada yang 165, nggak tercapai gitu," tutur dia keheranan dengan anomali seleksi PPPK.

Untuk soal kompetensi teknis, Mona menjelaskan, tidak sesuai dengan apa yang dia kerjakan saat mengikuti try out. Soal-soal dalam tes kompetensi teknis itu lebih mirip dengan yang ia kerjakan saat kuliah belasan tahun yang lalu.

"Ibaratnya waktu Ibu Mona kuliah itu keluarlah udah berapa belas tahun yang lalu. Mengingat itu kan nggak mudah. Kebetulan saya adalah ingat-ingat itu. Berdoalah. Masuklah saya mengenai teori-teori," kata dia.

Mona merasa beban mental dan psikologis lainnya juga ia rasakan ketika tahu tidak lolos tes. "Coba kalau cucu kamu bilang, 'Nenek nggak lulus?' Kan malu. Murid kita negur, 'gimana Bu hasilnya, lulus nggak?' Kan malu kita. Di orang tua murid, 'gimana Bu hasilnya?' Kita mau berbohong, kita malu," ujarnya.

Mona berharap pemerintah menghargai usaha dan kerja para guru selama ini. Dia sedih melihat ada rekan guru K2 lain yang mestinya dirawat di rumah sakit, tapi tetap harus ikut seleksi. “Kami hadapi Covid-19 saja sudah stres, ngajar online juga tidak enak. Murid saja pusing, apalagi kami yang sudah di atas 45 tahun ini," kata Mona.

Harapan Kesejahteraan

Seorang guru honorer asal Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya, Sutardi (58) menuturkan mengikuti seleksi PPPK di SMKN 1 Manonjaya, pekan lalu. Guru honorer yang akan pensiun dalam dua tahun mendatang itu masih tetap berharap dapat lolos dalam seleksi tersebut.

photo
Sejumlah peserta seleksi PPPK Guru mengantre untuk mengikuti swab antigen di GOR Indoor Hall B Pajajaran, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (13/9/2021). Kementerian Kesehatan memberikan layanan swab antigen gratis untuk peserta P3K Guru tahun 2021 sebagai salah satu syarat untuk mengikuti pelaksanaan ujian Seleksi Kompetensi Dasar (SKD). - (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)

Guru yang kini mengajar di SDN Timuhegar, Bojonggambir itu menilai, seleksi PPPK merupakan kesempatan untuk memperbaiki penghasilannya. Sebab, upah sebagai guru yang diterimanya selama ini disebut tak cukup untuk menghidupi keluarganya. "Sekarang upah saya itu 250 ribu per bulan, menghidupi empat anak. Tiga hari juga langsung habis," kata dia saat dihubungi Republika, Selasa (21/9).

Sutardi sudah menjadi guru selama puluhan tahun. Ia mengaku awal menjadi guru pada 1988. Namun, empat tahun kemudian ia memutuskan untuk bekerja di sebuah perusahaan untuk mencari penghasilan yang lebih baik.

Bekerja di perusahaan ternyata tak membuatnya bahagia, meski penghasilannya memuaskan. Alhasil, pada 2003, Sutardi memutuskan kembali menjadi guru meski berstatus honorer. "Karena jiwa saya memang di pendidikan. Walaupun upah di perusahaan memuaskan, karena jiwa saya di pendidikan, saya balik lagi (jadi guru)," ujar lelaki lulusan S1 Tarbiyah Institut Agama Islam Cipasung itu.

Sutardi mengaku sudah lebih dari tiga kali memgikuti seleksi CPNS. Namun, upaya itu tak pernah berhasil. Adanya seleksi menjadi PPPK untuk formasi guru tentu tak mau dilewatkan. Meski ia mengakui soal dalam seleksi PPPK terlalu sulit untuk dikerjakannya. "Itu kan waktunya dibatasi, soalnya panjang, jadi waktu habis untuk membaca soal. Jawabannya juga panjang. Jadi untuk menjawab susah banget, karena sudah error di kepala. Apalagi sudah tua," kata dia.

Ia berharap dapat lolos seleksi PPPK, sehingga penghasilannya sebagai guru dapat lebih baik. Sebab, saat ini penghasilannya senagai guru honorer tak bisa menghidupi keluarganya. Karenanya, ia masih harus membuka usaha jahit untuk mendapatkan penghasilan tambahan. "Mudah-mudahan aja lulus. Katanya pengumuman tanggal 24 September," kata dia.

Sementara itu, salah seorang guru honorer di SDN 2 Ciamis, Ajat Sudrajat (46), juga mengikuti seleksi PPPK pekan lalu. Ia sengaja ikut seleksi PPPK untuk mengubah nasib. "Karena upah guru honorer ini sangat terbatas. Saya juga ingin mendapatkan upah yang layak, jadi mengabdikan ilmu juga lebih semangat," kata dia.

Ajat mengaku sudah menjadi guru sejak 2007. Namun, saat ini penghasilannya sebulan sebagai guru hanya Rp 600 ribu. Karenanya, ia harus mencari tambahan penghasilan dengan mengajar di lembaga bimbingan belajar. 

Pada 2009, Ajat sebenarnya pernah mengikuti seleksi CPNS di Kabupaten Garut. Sebab, ketika itu tak ada formasi untuk guru dalam seleksi CPNS di Kabupaten Ciamis. Di Garut, ia harus bersaing dengan sekitar 400 peserta untuk memperebutkan 4 kuota sebagai guru. Alhasil, ia harus tersisih dan kembali ke Ciamis. 

Meski upah sebagai guru honorer sangat minim, Ajat menilai pekerjaan itu sangat membuatnya bahagia. Karenanya, ia tetap bertahan menjadi seorang guru. Ironisnya, saat ini penghargaan kepada profesi guru dari pemerintah masih sangat minim. Ia berharap, para guru honorer yang sudah berumur dan lama mengabdi dapat menjadi PPPK tanpa perlu ikut seleksi. Sebab, seleksi yang dilakukan saat ini cukup menyulitkan, apalagi untuk guru yang sudah berumur.

Ajat mencontohkan, ketika mengikuti seleksi, banyak kendala teknis yang dialaminya seperti komputer eror. Alhasil, komsentrasinya menjadi terganggu. Selain itu, soal-soal yang harus dikerjakan banyak menggunakan model Higher Order Thinking Skills atau HOTS. "Jadi lumayan makan waktu untuk analisis," kata dia.

Beruntung, untuk guru honorer yang berusia di atas 35 tahun mendapat nilai afirmasi sebanyak 15 persen. Ajat salah satu yang mendapatnyanya. Alhasil, nilainya apabila ditambah afirmasi sudah melewati passing grade. 

Kendati demikian, ia berharap nilai afirmasi dapat ditambah ke depannya. Sebab, banyak teman-temannya yang nilainya tak melewati passing grade meski sudah ditambah afirmasi. 

"Kalau sekarang kan hanya 15 persen afirmasinya untuk usia 35 ke atas. Itu terlalu sedikit. Seharusnya masa kerja juga dihitung, bukan sekadar umur. Jadi yang di bawah 35 yang sudah bekerja lama juga terbantu," kata dia.

Kemendikbud Bergeming

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), menyatakan, para peserta tes Seleksi Guru ASN PPPK 2021 yang belum mencapai nilai batas kelulusan, dapat mengikuti tes di tahap II dan III. Penentuan angka nilai batas tetap dilakukan untuk menjamin setiap peserta tes yang dinyatakan lulus memiliki pengetahuan minimal yang dibutuhkan untuk menjadi guru ASN PPPK.

"Bagi peserta tes yang belum mencapai nilai batas kelulusan, Panselnas (Panitia Seleksi Nasional) Seleksi Guru ASN PPPK 2021 memberikan kesempatan untuk mengikuti tes seleksi tahap II dan tahap III," ujar Plt Kepala Biro BKHM Kemendikbudristek, Anang Ristanto, kepada Republika, Selasa (21/9).

photo
Peserta tes Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) mengantre untuk dapat masuk ke lokasi ujian di The Sultan Convention Center, Sumsel, Ahad (5/9/2021). SKD CPNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru dan non guru untuk penempatan instansi pemerintah daerah di Sumatera Selatan ini diikuti oleh 87.407 orang dan digelar mulai 4 September - 18 Oktober 2021 dengan menerapkan protokol kesehatan. - (ANTARA FOTO/Feny Selly/aww.)

Anang menyampaikan, kesempatan kedua dan ketiga tersebut diberikan dengan harapan para guru dapat memanfaatkannya untuk belajar kembali. Dengan belajar kembali tersebut diharapkan, guru-guru peserta Seleksi Guru ASN PPPK dapat mencapai nilai batas kelulusan pada seleksi kompetensi tahap II dan III.

Menurut Anang, nilai batas kelulusan ditetapkan oleh Panselnas Seleksi Guru ASN 2021. Dalam penetapan nilai batas itu, panselnas merujuk kepada hasil proses pengaturan standar yang melibatkan panel ahli substansi, baik dosen, guru, maupun praktisi di setiap mata pelajaran.

"Dan hasil uji coba empiris yang dipandu oleh tim ahli psikometrika, baik dosen maupun praktisi, untuk menjamin bahwa setiap peserta tes yang dinyatakan lulus memiliki pengetahuan minimal yang dibutuhkan untuk menjadi guru ASN PPPK," kata Anang.

Terkait nilai afirmasi, dia menyatakan, pemberian nilai afirmasi tersebut dilakukan sebagai penghargaan kepada peserta tes yang telah memenuhi kriteria atau spesifikasi tertentu. Dia mengambil contoh pemberian afirmasi kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik, guru honorer kategori 2 (K2), guru berumur lebih dari 35 tahun, dan guru penyandang disabilitas.

 
photo
Petugas menyiapkan perangkat komputer untuk pelaksanaan Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) melalui Computer Assisted Test (CAT) di Aula The Sultan Convention Center, Palembang, Sumatra Selatan, Jumat (3/9/2021). - (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Anang menerangkan, soal ujian dan modul serta soal try out pada Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Belajar Mandiri Calon Guru ASN PPPK dikembangkan dari cakupan kisi-kisi yang sama. Namun, ia juga mengakui, tingkat kedalaman soalnya berbeda. "Perbedaan kedalaman cakupan materi tersebut sebagai ruang bagi calon peserta untuk mempersiapkan penguasaan kompetensi teknis, dengan lebih komprehensif sebagai calon guru yang efektif," tutur dia.

Anggota Komisi X DPR dari Frkasi PAN, Zainuddin Maliki, juga menyoroti soal banyaknya guru honorer yang tak lolos seleksi PPPK. Menurut dia, meskipun pengetahuan teknis guru-guru honorer usia 35 ke atas di bawah ambang batas, jangan divonis bahwa mereka tidak bisa mengajar dengan baik.

"Jiwa seorang guru yang kuat meski pengetahuan teknisnya rendah, bisa memberi iklim pembelajaran yang baik bagi siswanya," kata Zainuddin kepada Republika, Senin (20/9). "Sebaliknya, pengetahuan teknisnya tinggi, tetapi tanpa jiwa pendidik, sulit menciptakan iklim pembelajaran," kata dia menambahkan.

Ia menilai, jiwa pendidik seseorang bisa digali melalui tes wawancara. Oleh karena itu, diharapkan, pemerintah mendengarkan pesan petisi sehingga usia 35 ke atas diberi tambahan afirmasi bidang teknis. 

Selain itu, dia juga berharap, pemerintah menambahkan afirmasi kepada guru yang memiliki lama pengabdian, terutama yang sudah mengabdi puluhan tahun. "Jangan terlalu risaukan kualitas mereka. Merekalah yang selama ini mendidik siswa, yang kemudian hari bisa berkarier dengan baik," ucapnya.

Ia optimistis Kemendikbudristek memiliki solusi dalam menyiapkan tambahan afirmasi. "Kalau tidak dalam tes pertama, mereka bisa diberi afirmasi teknis, hasil tes teknis pertama dinilai cukup pada tes yang kedua atau ketiga," tuturnya.  

Sementara itu, Menteri PANRB Tjahjo Kumolo menyatakan, kualifikasi pendidikan minimal S1 bagi guru tenaga honorer juga penting untuk rekrutmen guru PPPK pada 2022. Formasi untuk guru tersebut, menurut Tjahjo, juga akan dialokasikan dari guru honorer Kategori II (K2) yang memenuhi persyaratan sebagai guru dengan pendidikan minimal S-1. 

Tjahjo menyatakan, kebijakan afirmasi juga lebih berpihak kepada guru honorer K2 dibandingkan lainnya. Ia mencontohkan, kebijakan afirmasi lainnya, antara lain dengan tidak mensyaratkan seleksi kompetensi teknis, tetapi cukup dengan seleksi kompetensi manajerial, sosio kultural, dan wawancara.

"Sebagai gambaran, dari data sementara hasil seleksi PPPK Guru tahun 2021 ini, hampir lebih dari 98 persen guru peserta seleksi dapat melampaui nilai ambang batas seleksi kompetensi manajerial, sosio kultural, dan wawancara," katanya.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat