Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (non aktif) Giri Suprapdiono berpose usai menghadiri debat soal polemik Tes Wawancara Kebangsaan (TWK) pegawai KPK di gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Jumat (4/6/2021). | ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Kisah Dalam Negeri

Nasib 57 Pegawai KPK, Dipecat tanpa Pesangon

Kini nasib 57 pegawai tersebut harus dipecat tanpa pemberian pesangon.

OLEH RIZKYAN ADIYUDHA

Sudah jatuh, tertimpa tangga dialami nasib pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tidak memenuhi syarat alih status menjadi aparatur sipil negara melalui tes wawasan kebangsaan. Setelah proses tes wawasan kebangsaan (TWK) yang memunculkan banyak kontroversi, kini nasib 57 pegawai tersebut harus dipecat tanpa pemberian pesangon.

Fakta itu diungkap Giri Supardiono, salah satu pegawai KPK nonaktif. Bahkan, Giri sampai membandingkan nasib menjadi pegawai KPK dengan buruh pabrik di Indonesia. "57 pegawai KPK yang dipecat itu tanpa pesangon dan pensiun sama sekali. Buruh pabrik pun masih dapat pesangon, tidak untuk 57," kata Giri Supardiono usai dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (21/9).

Dia mengaku, dalam surat keputusan (SK) pemecatan yang diterbitkan Ketua KPK, Firli Bahuri, tidak menyebutkan adanya pemberian pesangon. KPK hanya memberikan tunjangan yang memang menjadi fasilitas atau tabungan hari tua para pegawai KPK yang dikelola BPJS.

"SK pemecatan ketua KPK ini berbunyi seakan mereka memberikan tunjangan, padahal itu adalah tabungan kita sendiri dalam bentuk tunjangan hari tua dan BPJS," katanya.

Dalam sebuah unggahan foto di Twitter, Giri Supardiono memperlihatkan SK Ketua KPK terkait pemecatan terhadap para pegawai. Foto tersebut memang memerlihatkan KPK hanya memberikan Tunjangan Hari Tua (THT) dan manfaat BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Giri kemudian menyebut kalau puluhan pegawai yang sudah berjuang memberantas korupsi saat ini malah dicampakkan seperti sampah.

Padahal, sambung dia, mereka telah berjasa menyelamatkan uang negara dari para koruptor yang telah mencuri ratusan triliun. Menurutnya, kedzaliman pimpinan KPK yang tidak memberikan pesangon itu harus dilawan.

Dia mengatakan, hal itu serupa dengan ketika pimpinan lembaga antirasuah menyalurkan pegawai KPK tak lolos TWK ke BUMN yang dinilai sebagai akal bulus para pimpinan.

Lebih lanjut, Giri yakin jika rezeki memang sudah diatur. Dia juga meyakini para pegawai bisa tetap hidup dengan berbagai cara yang positif. Dia menegaskan bahwa cara ini lebih baik untuk mendapat penghidupan dari pada bermain kasus di KPK seperti yang dilakukan oleh bekas penyidik, Stephanus Robin Pattuju yang jadi makelar kasus.

"Tuhan telah mengaturnya secara presisi. Beternak lele, jual siomai-gorengan, membuat kue, pelihara kambing, bertani, menulis buku, mengajar, berdagang. Lebih baik bagi kami daripada menggadaikan diri, layaknya lacur diri di Tanjung Balai," katanya.

KPK mengakui pegawai yang diberhentikan dengan hormat tidak mendapatkan pesangon dan uang pensiun. "Pegawai KPK yang berhenti dengan hormat memang tidak mendapatkan pesangon dan uang pensiun," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Selasa (21/9).

Meski demikian, KPK mengaku akan memberikan tunjangan hari tua sebagai pengganti manfaat pensiun. Ali menjelaskan, THT merupakan dana tunai yang diberikan KPK kepada penasihat dan pegawai sebagai jaminan kesejahteraan pada saat berakhirnya masa tugas (purna tugas).

Dia mengatakan, KPK juga akan memberikan manfaat atau fasilitas lain yang menjadi bagian dari benefit kepesertaan program THT yang besarannya ditetapkan KPK. Pengelolaan THT dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan serta pihak ketiga yang ditunjuk.

Besaran iuran THT setiap bulannya adalah 16 persen yang dihitung berdasarkan gaji. Ali menjelaskan, komponen pembayaran THT itu terdiri dari 13 persen berasal dari APBN dan tiga persen dari kontribusi pegawai yang iurannya dikumpulkan sejak seseorang diangkat menjadi pegawai.

"Pemenuhan hak keuangan ini sebagai bentuk kepatuhan terhadap perundang-undangan sekaligus penghargaan atas profesionalitas, jasa dan pengabdian insan KPK selama melaksanakan tugas pemberantasan korupsi di KPK," katanya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat