Tim sepakbola perempuan Afghanistan tiba di kantor federasi sepakbola Pakistan di Lahore setelah melintasi perbatasan di Toorkham dari Afghanistan, Rabu (15/9/2021). | EPA-EFE/RAHAT DAR

Internasional

Taliban Minta Ratusan Perempuan Kabul di Rumah

Siswi senior di sekolah menengah Afghanistan masih menunggu kejelasan apakah mereka dapat melanjutkan sekolah.

KABUL – Wali kota sementara Kabul, Hamdullah Namony, mengatakan Taliban telah memerintahkan ratusan perempuan yang bekerja di kota tersebut untuk tinggal di rumah. Perintah itu menimbulkan pertanyaan tentang apakah Taliban bakal membatasi atau bahkan melarang aktivitas perempuan di ruang publik.

Saat memberi keterangan pers pada Ahad (19/9), Namony mengungkapkan, berdasarkan instruksi Taliban, perempuan boleh bekerja jika posisinya tak bisa digantikan oleh lelaki. Perempuan yang diizinkan bekerja termasuk pekerja terampil di departemen desain dan teknik serta petugas wanita di toilet umum untuk perempuan.

Namony menyebut, sebelum Taliban mengambil alih Afghanistan bulan lalu, hanya sepertiga dari hampir 3.000 pegawai Pemerintah Kota Kabul adalah perempuan. Mereka menyebar di berbagai departemen.

Saat Taliban memerintah Afghanistan pada 1996-2001, mereka melarang perempuan dan anak perempuan bersekolah serta bekerja. Kali ini, Taliban sempat berjanji akan bersikap lebih moderat setelah mereka berhasil menguasai Afghanistan pada 15 Agustus lalu.

photo
Perempuan keturunan Afghanistan melakukan aksi unjuk rasa terhadap Taliban di New Delhi, Infia, Kamis (16/9/2021). - (AP/Altaf Qadri)

Sekolah dibuka

Sejumlah siswi sekolah dasar di Afghanistan kembali bersekolah pada Sabtu (18/9), namun siswi senior di sekolah menengah masih menunggu kejelasan apakah mereka dapat melanjutkan sekolah.

Sebagian besar sekolah di Kabul masih tutup semenjak Taliban menguasai kota tersebut lebih dari sebulan yang lalu.Pejabat Taliban menegaskan bahwa mereka tidak akan lagi menerapkan kebijakan ekstrem, seperti melarang anak perempuan mengenyam pendidikan, saat mereka terakhir memerintah Aghanistan pada 1996-2001. Mereka kini berjanji bahwa anak perempuan akan diizinkan bersekolah, namun hanya di ruangan kelas khusus.

Nazife, seorang guru sekolah swasta di Kabul, mengatakan mereka telah merevisi kebijakan agar dapat kembali membuka sekolah.Sebelum Taliban mengambilalih Kabul, sekolah itu mencampur siswa dan siswa dalam satu kelas.

"Para siswi belajar di pagi hari dan siswa di sore hari," katanya. "Guru laki-laki mengajar siswa dan guru perempuan mengajar siswi."

Pada Jumat kementerian pendidikan mengatakan sekolah menengah bagi siswa akan segera dibuka tanpa menyebutkan kelanjutan sekolah bagi murid perempuan. "Semangat mereka luntur dan mereka sedang menunggu pengumuman pemerintah agar dapat melanjutkan sekolah," kata Hadis Rezaei, guru yang mengajar murid perempuan di sekolah menengah.

Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid pada Sabtu mengatakan kepada Kantor Berita Bakhtar bahwa aturan sekolah menengah bagi siswi sedang disusun. Dia tidak menyebutkan tanggal yang pasti kapan aturan itu diterapkan.

"Pendidikan bagi anak perempuan memperbaiki generasi. Pendidikan anak laki-laki mungkin berpengaruh pada keluarga, namun pendidikan anak perempuan memengaruhi masyarakat," kata kepala sekolah Mohammadreza. "Kami sangat cermat mengikuti masalah itu sehingga anak perempuan dapat melanjutkan pendidikan mereka dan menyelesaikan studinya."

photo
Perempuan dan anak-anak Afghanistan menantikan donasi roti di Kota Tua Kabul, Afghanistan, Kamis (16/9/2021). - (AP/Bernat Armangue)

Sedangkan lembaga pendidikan dan kebudayaan PBB (UNICEF) menyambut positif kabar dibukanya kembali sekolah menengah di Afghanistan setelah ditutup selama berbulan-bulan. 

“Kami sangat khawatir banyak gadis mungkin tidak diizinkan kembali (bersekolah) saat ini,” kata UNICEF dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Mehr News Agency, Ahad (19/9).

UNICEF menekankan, anak-anak perempuan di Afghanistan tak boleh dibiarkan tidak bersekolah. Sangat penting bahwa semua anak perempuan, termasuk anak perempuan yang lebih tua, dapat melanjutkan pendidikan mereka tanpa penundaan lebih lanjut. Untuk itu, kami membutuhkan guru perempuan untuk melanjutkan mengajar,” katanya.

UNICEF mengungkapkan, sebelum Afghanistan dilanda krisis kemanusiaan, terdapat 4,2 juta anak di sana tak bersekolah. Sekitar 60 persen dari mereka adalah anak perempuan. “Setiap hari anak perempuan kehilangan pendidikan adalah kesempatan yang terlewatkan bagi mereka, keluarga mereka, dan komunitas mereka,” kata UNICEF.

Kendati demikian, UNICEF menyebut terdapat kemajuan signifikan dalam pendidikan di Afghanistan selama dua dekade terakhir. Jumlah sekolah meningkat tiga kali lipat. Peserta didik bertambah dari 1 juta menjadi 9,5 juta. “Ini adalah peningkatan penting bagi anak-anak negara yang harus kita hormati dan lindungi,” ucapnya.

UNICEF mendesak para mitranya untuk mendukung pendidikan bagi semua anak di Afghanistan. “UNICEF akan terus melakukan advokasi dengan semua aktor sehingga semua anak perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk berkembang dan membangun Afghanistan yang damai dan produktif,” kata UNICEF.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat