Mantan penyidik KPK Stepanus Robin bersiap mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/9/2021). Sidang perdana tersebut beragendakan pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas perkara dugaan suap terkait pengurusan atau pen | ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah

Kabar Utama

Peran Azis Dikuak di Dakwaan Robin

KPK menegaskan, surat dakwaan terhadap terdakwa Stepanus Robin Pattuju disusun berdasarkan proses penyidikan.

JAKARTA — Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stepanus Robin Pattuju didakwa menerima suap senilai Rp 11,025 miliar dan 36 ribu dolar AS (sekitar Rp 513 juta) sehingga totalnya Rp 11,5 miliar dari sejumlah pihak. Salah satu pemberi suap yang dicantumkan dalam dakwaan adalah Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar, Azis Syamsuddin.

Menurut jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Robin yang merupakan anggota kepolisian itu beroperasi bersama advokat Maskur Husain. Dalam perincian yang dibacakan JPU KPK, Robin dan Maskur menerima suap langsung dari Azis Syamsudin bersama dengan kader partai beringin lain, yaitu Aliza Gunado.

“Bahwa untuk mengurus kasus yang melibatkan Azis Syamsudin dan Aliza Gunado di KPK, terdakwa telah menerima uang dengan jumlah keseluruhan sekitar Rp 3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS (sekitar Rp 513 juta)," kata JPU KPK Lie Putra Setiawan dalam sidang perdana kasus ini di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.

Dalam surat dakwaan disebut, pada Agustus 2020 Robin diminta tolong Azis Syamsudin mengurus kasus yang melibatkannya dan Aliza Gunado terkait penyelidikan KPK di Lampung Tengah. Robin dan Maskur lalu sepakat mengurus kasus tersebut asal diberi imbalan uang sejumlah Rp 2 miliar dari masing-masing Azis dan Aliza dengan uang muka Rp 300 juta.

photo
Mantan penyidik KPK Stepanus Robin mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/9/2021). Sidang perdana tersebut beragendakan pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas perkara dugaan suap terkait pengurusan atau penanganan sejumlah kasus di KPK. - (ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah)

Azis lalu menyetujui syarat pemberian uang tersebut. Robin kemudian menerima uang muka Rp 100 juta dan Maskur menerima Rp 200 juta melalui transfer rekening milik Azis Syamsudin pada 3 dan 5 Agustus 2020. 

Pada 5 Agustus 2020, Robin juga menerima uang tunai sejumlah 100 ribu dolar AS dari Azis Syamsudin di rumah dinas Azis di Jalan Denpasar Raya 3/3, Jakarta Selatan. "Terdakwa datang ke rumah dinas diantar oleh Agus Susanto (wiraswasta). Uang tersebut sempat terdakwa tunjukkan kepada Agus Susanto saat ia sudah kembali ke mobil dan menyampaikan Azis Syamsudin meminta bantuan terdakwa. Yang nantinya Agus Susanto pahami itu terkait kasus Azis Syamsudin di KPK," kata jaksa. 

Robin lalu membagi-bagikan uang tersebut dengan Maskur. "Selanjutnya mulai akhir Agustus 2020 sampai Maret 2021, terdakwa beberapa kali menerima sejumlah uang dari Azis Syamsudin dan Aliza Gunado dengan jumlah keseluruhan 171.900 dolar Singapura," kata jaksa mengungkapkan. 

Robin lalu menukar uang tersebut menggunakan identitas orang lain sehingga diperoleh uang senilai Rp 1.863.887.000. Sebagian uang lalu diberikan ke Maskur. 

Suap lain yang diterima Robin dan Maskur senilai Rp 1,695 miliar diberikan secara bertahap oleh wali kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial. Dana itu diberikan agar kasus korupsi jual beli jabatan yang menjerat Syahrial pada 2020 tak naik ke penyidikan.

Awalnya, Robin dikenalkan kepada Syahrial oleh Azis Syamsudin pada Oktober 2020 di rumah dinasnya di Jakarta Selatan. Pada pertemuan tersebut, M Syahrial kemudian meminta kasusnya tak disidik. 

Sebagai bagian kesepakatan, uang suap kemudian secara terpisah ditransfer Syahrial ke rekening adik teman perempuan Robin, kemudian ke rekening Maskur, dan diserahkan secara tunai. "Pada November 2020, M Syahrial hanya mengirim uang Rp 350 juta sehingga pada Desember 2020 terdakwa (Robin) meyakinkan M Syahrial agar segera mengirim sisa uang yang telah disepakati dengan kata-kata 'karna di atas lagi pada butuh bang'," ujar jaksa penuntut umum Lie Putra Setiawan. 

Melalui penyuapan dalam kasus inilah kemudian tindak-tanduk Robin terkuak. Ia lalu dijadikan tersangka KPK melalui operasi tangkap tangan dan kemudian dikenai sanksi pemecatan oleh Dewan Pengawas KPK.

Dakwaan selanjutnya memerinci pemberian suap dari mantan bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari senilai total Rp 5,197 miliar untuk mengurus pengembalian aset yang disita KPK terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan peninjauan kembali (PK). Penyuapan ini lagi-lagi bermula dari Azis Syamsuddin yang pada Oktober 2020 mengenalkan Robin kepada Rita Widyasari. 

Sepekan kemudian, Robin bersama Maskur datang ke Lapas Kelas IIA Tangerang guna menemui Rita Widyasari dan menjanjikan pengembalian aset-aset yang disita KPK dengan imbalan Rp 10 miliar. Ia menjanjikan upaya itu akan berhasil sebab klaim Robin yang bisa menekan hakim. 

Rita lalu menghubungi Azis Syamsuddin guna menginformasikan komunikasi dirinya dengan Robin dan Maskur. Pada 20 November 2020, terpidana kasus korupsi di KPK, Usman Effendi, mentransfer uang sejumlah Rp 3 miliar ke rekening atas nama Maskur Husain sebagai pembayaran lawyer fee oleh Rita. 

Rita juga menyerahkan dokumen atas aset kepada Robin dan Maskur Husain berupa satu unit apartemen di Sudirman Park Tower A Lt 43 Unit C di Jakarta Pusat dan sebidang tanah beserta rumah di Bandung. 

Pada 27 November 2020, Rita Widyasari menandatangani surat kuasa kepada Maskur Husain terkait permohonan PK dan mencabut kuasa kepada penasihat hukum sebelumnya. Setelah itu, Rita melakukan sejumlah transfer uang dan penyerahan tunai ke Robin. 

Robin juga menerima uang sejumlah 200 ribu dolar Singapura atau senilai Rp 2.137.300.000 untuk mengurus perkara Rita Widyasari. Uang itu diambil Robin bersama Agus Susanto dari rumah dinas Azis Syamsuddin di Jalan Denpasar Raya 3/3 Jakarta Selatan. 

Selain menyetor suap terkait kasus Rita tersebut, Usman Effendi yang merupakan terpidana kasus korupsi hak penggunaan lahan di Sukabumi juga memberikan suap senilai Rp 525 juta kepada Robin Pattuju agar tidak dijadikan tersangka. Suap itu diberikan pada rentang waktu 6 Oktober 2020 sampai 19 April 2021. 

Selain itu, wali kota nonaktif Cimahi Ajay M Priatna juga dalam dakwaan disebut memberikan suap senilai Rp 507,39 juta kepada Robin Pattuju agar tidak jadi tersangka dalam penyidikan dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) di Kabupaten Bandung, Kota Bandung serta Kota Cimahi.

Terkait dakwaan itu, Robin menyatakan mengakui ia menerima aliran dana dari Syahrial, Rita Widyasari, Ajay M Priatna, dan Usman Effendi. Uang itu, menurut dia, hasil penipuan yang ia lakukan dengan menjanjikan bantuan penanganan perkara. 

Kendati demikian, ia membantah menerima uang dari Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado. "Kedua, terkait saudara Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado, saya tidak menerima uang dari yang bersangkutan," ujarnya. Atas dakwaan yang dibacakan JPU, Robin menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi.

Sementara, Azis Syamsuddin dalam persidangan terhadap M Syahrial menyangkal bahwa uang yang ia berikan kepada Robin merupakan suap. Azis berdalih, uang tersebut ia pinjamkan.

"Bukan minta, tapi pinjam. Pinjaman saat itu persisnya atas permintaan beliau (Robin) ada Rp 200 juta atau Rp 150 juta," kata Azis Syamsuddin dalam sidang pada Senin (26/7). 

KPK: Dakwaan Sesuai Penyidikan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, surat dakwaan terhadap terdakwa mantan penyidik Stepanus Robin Pattuju sudah disusun berdasarkan proses penyidikan. Dakwaan terhadap mantan penyidik KPK itu menyebutkan nama Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin.

photo
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin berjalan meninggalkan Gedung Merah Putih KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (9/6/2021). Azis Syamsuddin diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap penghentian kasus yang menyeret penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. - (Republika/Thoudy Badai)

"Hari ini baru mulai pembacaan surat dakwaan oleh jaksa KPK. Surat dakwaan disusun berdasarkan hasil proses penyidikan," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, di Jakarta, Senin (13/9).

Meski demikian, lembaga antirasywah itu mengaku, tidak bisa menjelaskan lebih lanjut hasil penyidikan dalam dakwaan tersebut. Namun, Ali Fikri memastikan, hasil penyidikan KPK akan dibuktikan oleh jaksa di persidangan.

Ali mengatakan, semua alat bukti dan hasil pemeriksaan selama penyidikan juga akan diperlihatkan dan kembali dikonfirmasi kepada para saksi. Termasuk, sambung dia, dugaan keterlibatan beberapa pihak yang disebutkan dalam surat dakwaan tersebut, juga akan didalami lebih lanjut. "Masyarakat dapat mengikuti proses persidangan dimaksud karena terbuka untuk umum," katanya.

Sementara itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta KPK bertanggung jawab atas dakwaan yang diberikan terhadap Stepanus Robin Pattuju. "Mestinya, nanti ada saksi, bukti dokumen, percakapan dari hp atau telepon, setidaknya ada tiga itu," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman di Jakarta, Senin (13/9).

Dia mengatakan, alat bukti tersebut akan menguatkan dakwaan terhadap Stepanus Robin Pattuju di persidangan. Dia melanjutkan, kalau nantinya ditemukan dua alat bukti, KPK seharusnya sudah tidak perlu ragu lagi untuk menetapkan Azis Syamsuddin sebagai tersangka.

Boyamin menegaskan, seharusnya alat bukti yang menjadi dasar dakwaan KPK akan diperlihatkan dan ditunjukkan di dalam persidangan. Dia mengatakan, hal tersebut untuk memperjelas konstruksi dugaan keterlibatan Azis Syamsuddin dalam tiga perkara rasywah.

Dia melanjutkan, MAKI akan mengajukan praperadilan kalau nanti KPK tidak melakukan penyidikan terhadap Azis setelah ditemukan alat bukti. Sebaliknya, MAKI menuntut pertanggungjawaban KPK apabila dakwaan Stepanus Robin Pattuju yang telah menyebut sejumlah nama, tidak dilengkapi dengan alat bukti yang kuat.

"KPK tidak boleh menuangkan nama-nama orang dalam dakwaan, tapi tidak didukung alat bukti. Kalau kejadian seperti ini nanti kita minta pertanggungjawaban ketua KPK, bagaimana meloloskan dakwaan yang ternyata tidak didukung oleh alat bukti," katanya.

Seperti diketahui, dalam dakwaan JPU KPK, Stepanus dan Maskur Husein berbagi uang suap dari Azis Syamsuddin serta beberapa orang lainnya. Robin dan Maskur Husain didakwa menerima seluruhnya Rp 11,025 miliar dan 36 ribu dolar AS.

Atas perbuatannya, Robin dan Maskur didakwa berdasarkan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat