Waspadai pinjaman online (ilustrasi) | Freepik

Nasional

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Soroti Praktik Pinjol

Pinjaman online (pinjol) meresahkan masyarakat.

JAKARTA -- Praktik pinjaman online (financial technology) yang meresahkan masyarakat mendapat perhatian dari kalangan perguruan tinggi. Regulator diminta untuk perbaikan regulasi dan lembaga penegak hukum agar tegas kepada pelanggar aturan. 

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta A Tholabi Kharlie meminta regulator dan aparat penegak hukum untuk melakukan langkah konkret atas karut-marut dalam praktik pinjaman online di tengah masyarakat. "Praktik pinjaman online yang bermasalah telah merugikan masyarakat. Banyak masyarakat yang terjerat praktik pinjol ini. Harus ada langkah sistemik dari regulator dan lembaga penegak hukum agar masalah di pinjol ini dapat segera diselesaikan," ujarnya di Jakarta, Selasa (7/9/2021). 

Menurut dia, perbaikan regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi salah satu cara untuk perbaikan tata kelola pinjol. Di samping langkah tersebut, Tholabi menambahkan penegakan hukum kepada para pelanggar aturan juga harus dilakukan. "Penegakan hukum mutlak dilakukan agar terdapat efek jera bagi pelaku pelanggar aturan," sebutnya. 

Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia ini menuturkan keberadaan pinjol ilegal yang tidak terdaftar dan tidak ada izin dari OJK semestinya dapat 100 persen diberantas. "Pemberantasan pinjol ilegal oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) patut diapresiasi, namun harus lebih ditingkatkan agar keberadaan pinjol ilegal ini tidak lagi merugikan masyarakat," tegas Tholabi. 

Di samping itu, dia juga meminta Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai asosiasi yang diakui OJK untuk melakukan pengawasan dan penegakan etik kepada para anggotanya yang bermasalah. "Kode etik yang mengatur anggota di asosiasi secara materi substansi cukup baik. Saat ini dibutuhkan pengawasan dan penegakan etik jika ditemukan pelanggaran etik," ujarnya. 

Masalah lainnya, Tholabi menandaskan persoalan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terhadap praktik pinjol ini agar lebih ditingkatkan. "Masalah esensial lainnya soal edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat atas penggunaan pinjol  ini harus lebih ditingkatkan," kata Tholabi.  

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta melalui Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) akan membuka forum konsultasi dan advokasi kepada masyarakat yang memiliki persoalan dengan pinjol. "Sebagai bagian dari edukasi dan empati, LKBH Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta segera membuka ruang konsultasi dan advokasi kepada masyarakat yang memiliki persoalan dengan pinjol," ungkap Tholabi.

 

Imbauan

Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah mengungkapkan, salah satu penyebab utama masih maraknya pinjol ilegal adalah mudahnya bagi seseorang dalam membuat aplikasi, situs serta web jasa pinjaman online. Selain itu, masih banyak juga masyarakat yang belum paham tata cara meminjam uang pinjol atau fintech P2P Lending.

"Problemnya literasi keuangan yang masih sangat minim. Banyak masyarakat yang sudah menggunakan layanan keuangan dan juga layanan keuangan digital tapi mereka tidak mengerti apa namanya, dan bagaimana cara yang bijak menggunakan pinjaman tersebut dan apa risikonya, mereka jadi tidak paham," ujarnya saat acara Focus Group Discussion ‘Krisis Pandemi Jangan Terperangkap Pinjol Ilegal’ secara daring, Senin (6/9).

Pinjol yang terdaftar resmi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membantu perekonomian Indonesia dengan menyalurkan pinjaman khususnya kepada kelompok yang tidak memenuhi syarat pembiayaan bank atau unbankable. Sejak kemunculan pinjol di 2016 hingga sekarang total penyaluran pinjaman pinjol mencapai kurang lebih Rp 221 triliun.

Dana tersebut disalurkan kepada UMKM, penduduk di Indonesia timur, maupun kelompok ibu rumah tangga yang memiliki usaha mikro.

"Di masa pandemi kami memiliki kontribusi positif pada ekonomi nasional. Meskipun sebagian besar industri itu negatif growth namun industri pinjol yang berizin OJK tetap bisa tumbuh sekitar 25 persen," tuturnya.

"Kemajuan digital ini kita harus mengejar dalam ketertinggalan peraturan perlindungan fintech dan literasi kalau kita tidak ikuti perkembangannya maka kita akan ikut tergilas. Literasi digital harus diperbaiki," tambahnya

Karena, dengan perkembangan kemajuan inovasi digital yang sangat pesat, pun harus dibarengi dengan individu yang juga selalu memperbaharui inovasi pengetahuan tentang keuangan.

Sementara Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L Tobing memgungkapkan terdapat beberapa ciri umum pinjol legal dan ilegal. Salah satunya menerapkan bunga yang tinggi kepada nasabah.

Pinjol ilegal juga lebih sering melakukan penawaran melalui SMS atau WhatsApp, menggunakan nama produk yang mirip dengan fintech lending legal, dan langsung mentransfer uang ke korbannya. Akibatnya, banyak masyarakat menganggap semua pinjol berbahaya.

Oleh karenanya, sangat penting memberikan edukasi pinjol ilegal dan legal. Diketahui, saat ini sudah ada 161 pinjaman online legal yang berizin OJK.

Ia pun mendorong agar undang-undang khusus mengenai teknologi finansial atau fintech yang dapat menjerat pidana bagi pelaku pinjaman online atau pinjol ilegal segera dibuat. Hingga saat ini, belum terdapat payung hukum khusus sehingga penindakan pinjol ilegal masih sebatas pemblokiran aplikasi.

"Tapi memang dalam pembuatan UU ada proses politik, ada proses prioritas dan jiga harus didiskusian oleh para pakar dan pemerintah. Namun untuk jangka panjang, kami harap adanya UU Financial Technology yang antara lain berisi ancaman pidana bagi pelaku pinjaman online ilegal dan UU Perlindungan Data Pribadi," tuturnya.

Selain pembentukan regulasi, penanganan entitas ilegal memerlukan peran serta masyarakat dalam membantu memutus mata rantai jebakan pinjol ilegal. Masyarakat pun dinilai perlu lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan pinjaman dengan menghindari pinjaman online yang tidak terdaftar di OJK.

"Masyarakat juga harus lebih cerdas saat meminjam," tegasnya.

OJK mengungkapkan 11 ciri pinjaman online ilegal yang harus diwaspadai antara lain tidak memiliki izin resmi, tidak memiliki identitas pengurus dan alamat kantor yang jelas, pemberian pinjaman sangat mudah, informasi bunga atau pinjaman dan denda tidak jelas, bunga atau pinjaman tidak terbatas.

Kemudian total pengembalian termasuk denda tidak terbatas, akses seluruh data yang ada pada ponsel, ancaman teror kekerasan, penghinaan, pencemaran nama baik, menyebarkan foto atau video pribadi, tidak ada layanan pengaduan, penawaran melalui SMS atau Whatsapp atau saluran pribadi komunikasi lain tanpa izin, dan pegawai atau pihak yang melakukan penagihan tidak memiliki sertifikat penagihan yang dikeluarkan AFPI atau oleh pihak yang ditunjuk AFPI.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat