Ustaz Dr Amir Faishol Fath | Republika

Khazanah

Kemuliaan Bulan Muharram

Bulan Muharram termasuk bulan yang sangat Allah agungkan.

 

DIASUH OLEH USTAZ DR AMIR FAISHOL FATH; Pakar Tafsir Alquran, Dai Nasional, CEO Fath Institute

Setiap memasuki tahun baru Hijriyah, kita pertama kali akan bertemu dengan bulan Muharram. Dalam Alquran ditegaskan bahwa Allah-lah yang membagi waktu setahun menjadi dua belas bulan, “inna iddatasy syuhuuri indallahi itsnaa ‘asyara syahra.” (QS at-Taubah: 36).

Sebagaimana telah memberikan nama-nama bulan tersebut, Allah juga yang langsung menentukan mana bulan yang lebih agung antara satu dan lainnya. Bulan Muharram termasuk bulan yang sangat Allah agungkan “minhaa arba’atun hurum”.

Kata “hurum” artinya terhormat atau mulia. Seperti tanah haram, maksudnya wilayah yang dimuliakan, maka diharamkan berperang di dalamnya. Empat bulan yang diagungkan dalam ayat tersebut adalah bulan Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram.

Rasulullah SAW menyebutkan, bulan Muharram sebagai “bulan Allah”. Karena itu, derajat berpuasa sunah di bulan Muharram satu tingkat setelah puasa wajib di bulan Ramadhan. Para ulama menjelaskan maksudnya memperbanyak puasa.

Nabi SAW bersabda, “Afdhalsushshiyam ba’da syahri Ramadhan syahrullahil muharram.” (Paling utamanya puasa setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yaitu Muharram). (HR Muslim).

Penegasan khusus sebagai “bulan Allah” menunjukkan betapa agungnya bulan Muharram. Karena penisbatan kepada-Nya yang Maha Agung adalah bermakna kekhususan yang tidak dimiliki oleh yang lain. 

Pada hari yang kesepuluh dari bulan Muharram disebut Asyura dari kata “asyara” artinya sepuluh. Nabi SAW menganjurkan agar kita berpuasa.

Dari Qatadah ra, Nabi SAW bersabda: “Shiyamu yaumi asyura ahtasibu ‘alallahi ay yukaffiras sanah allati qablahu.” (Dengan puasa Asyura, aku berharap di sisi Allah akan mengampuni dosa setahun sebelumnya). (HR Muslim).

Maksudnya, mengampuni dosa-dosa kecil, sebab dosa besar tidak bisa diampuni kecuali dengan bertaubat kepada Allah SWT.

Terlepas adanya riwayat bahwa di hari Asyura tersebut banyak peristiwa penting, seperti Nabi Adam AS diterima taubatnya, Nabi Ibrahim AS diselamatkan dari api Namrud, Nabi Ayyub AS disembuhkan dari penyakitnya, Nabi Yusuf AS diselamatkan dari sumur, Nabi Musa AS diselamatkan dari kejaran Fir’aun, jelasnya kita berpuasa karena mencontoh Rasulullah SAW.

Kalaupun ada hadis tentang berpuasanya kaum Yahudi di Madinah pada hari Asyura, karena mensyukuri kemenangan Nabi Musa AS atas Fir’aun, itu tidak ada hubungannya dengan puasa umat Islam di hari Asyura. Sebab, kata Nabi SAW, “Nahnu aula bihim” (Kami lebih berhak berpuasa Asyura atas kaum Yahudi).

Karena itu, supaya berbeda dari puasanya kaum Yahudi, Nabi memberikan cara dengan berpuasa sehari sebelumnya, yaitu Tasu’a (HR Muslim) atau sehari sesudahnya (HR Ahmad), atau sehari sebelum dan sesudahnya (HR Ibn Huzaimah).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat