Ilustrasi ulama berdakwah | DOK IST

Khazanah

RI Majemuk, Taati Etika Dakwah

Dakwah di ruang publik harus saling menghargai dan menghormati.

JAKARTA — Indonesia merupakan negara yang majemuk, baik suku, budaya, maupun agama. Di tengah bangsa yang sangat beragam ini, para dai dan daiyah harus memahami dan menaati etika saat berdakwah.   

Terkait hal itu, dai kondang sekaligus pimpinan Ponpes Daarut Tauhid, Bandung, KH Abdullah Gymnastiar, menyampaikan, hal pertama yang perlu dilakukan adalah meluruskan niat.

"Yang pertama adalah niat. Betul-betul harus lurus menyampaikan indahnya Islam rahmatan lil 'alamin, apalagi di Indonesia yang sangat majemuk ini," ujar ulama yang akrab disapa Aa Gym ini kepada Republika, Senin (23/8).

Kedua, dia melanjutkan, dai harus bijaksana. Seorang dai harus cermat membaca situasi, lingkungan, dan karakter masyarakat yang menjadi sasaran dakwahnya. Dengan demikian, dakwah yang disampaikan pun sesuai kebutuhan, keadaan, serta menjadi solusi.

"Harus cermat membaca situasi, lingkungan, dan karakter sehingga yang disampaikan benar-benar sesuai dengan keperluan, keadaan, dan menjadi solusi serta tidak sampai menimbulkan masalah baru," katanya.

Aa Gym mengingatkan, dalam berdakwah dengan menggunakan media sosial, benar-benar harus sangat bisa menahan dan mengendalikan diri. Sebab, apa yang disampaikan punya dampak yang luas dan bisa kontraproduktif. Kalau tidak berhati-hati, justru bisa merusak kebersamaan dan dakwah itu sendiri.

"Jadi, harus berlapis-lapis kehati-hatiannya dan disertai semangat bertanggung jawab yang besar atas dakwah dan atas kebersamaan di negeri kita ini. Wallahu a'lam," ujarnya.

Sementara, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI KH Ahmad Zubaidi menyampaikan, dakwah di tengah masyarakat yang majemuk harus mengedepankan sikap saling menghargai dan menghormati, baik di internal umat beragama maupun antarumat agama.

"Di internal umat beragama saja kita harus saling menghargai dalam berdakwah, walaupun sama-sama Islam tidak boleh saling sikat dan saling singgung, apalagi antarumat beragama (yang berbeda agama)," kata Kiai Zubaidi.

Kiai Zubaidi menekankan, berdakwahlah untuk menambah keimanan umat, jangan berdakwah untuk menghina, menistakan, dan menyinggung agama lain. Sikap saling menghargai dan menghormati dalam berdakwah ini harus diperhatikan di NKRI yang Bhinneka Tunggal Ika.  

Ia yakin, agama-agama yang ada di Indonesia mempunyai ajaran toleransi, saling menghargai, dan menghormati. Karena itu, ia yakin pula, tokoh-tokoh agama tidak akan saling menyinggung dan melecehkan umat agama-agama lain.

Apalagi, sampai menggunakan simbol agama tertentu dan menggunakannya untuk menghina agama tersebut. Tentu itu akan menimbulkan reaksi sosial yang berbahaya.

"Kita akan mengajak umat kita untuk berdakwah dengan cara yang benar. Masing-masing pemimpin agama punya tugas untuk mengajak, membimbing agar umatnya beragama dengan benar, saling menghargai, dan toleransi dalam berdakwah," ujarnya.

Kiai Zubaidi menegaskan, intinya dalam berdakwah di ruang publik harus memperhatikan sikap saling menghargai dan menghormati. Jangan sampai menyinggung dan melecehkan ajaran agama lain.

Ia menegaskan, sikap yang tidak menghargai dan menghormati ajaran agama lain bertentangan dengan hak kebebasan beragama. Hak kebebasan beragama bukan berarti boleh menghina agama-agama lain. Hak kebebasan beragama, menurut dia, justru memberi kesempatan kepada umat agama lain untuk menjalankan ajaran agamanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat