Ustaz Dr Amir Faishol Fath | Republika

Khazanah

Hijrah dan Kemerdekaan

Merdeka dari kemusyrikan, kezaliman, tekanan, dan merdeka dari penjajahan.

DIASUH OLEH USTAZ DR AMIR FAISHOL FATH; Pakar Tafsir Alquran, Dai Nasional, CEO Fath Institute

Pada masa-masa awal dakwah Rasulullah SAW di Kota Makkah, permusuhan kaum musyrikin sangat gencar. Mereka tidak saja mengejek dan menghalang-halangi, tetapi juga melakukan penyiksaan terhadap para sahabat yang beriman.

Bilal ibn Rabah RA disiksa dengan cambukan dan gencitan batu di dadanya karena beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun, semua siksaan itu dijalani dengan tegar.

Dari lisan Bilal terucap “Ahadun ahad” (Allah Tunggal, Allah Tunggal). Ketika ditanya, mengapa Bilal RA mengucapkan kata-kata itu berulang-ulang pada saat disiksa oleh majikannya Umayyah bin Khalaf, Bilal RA menjawab, “Aku suka mengucapkannya karena makin aku ucapkan, majikanku makin marah. Aku menikmati kemarahannya.”

Bukan hanya Bilal RA yang disiksa, keluarga Ammar bin Yasir RA mengalami pembantaian yang sangat menyedihkan. Ibunya disiksa sampai mati syahid. Ammar RA disiksa sampai terucap kata-kata keluar dari Islam.

Namun, Allah Mahatahu isi hatinya. Diturunkanlah ayat untuk mengklarifikasi bahwa Ammar masih beriman: “Illaa man ukriha wa qalbuhu muthmainnun bil iimaan” (kecuali seorang yang dipaksa mengucapkan kekafiran, padahal hatinya masih kokoh beriman) (QS an-Nahl: 106). Tergambar betapa pedih penyiksaan yang diperbuat orang-orang kafir Makkah terhadap umat Islam ketika itu.

Seorang sahabat lain lagi bernama Khubaib RA disiksa di Tan’im, dengan cara dimutilasi secara bertahap. Dicungkil matanya, dipotong telinganya, dibongkar hidungnya, dicabut kukunya, setelah itu ditawarkan kepadanya, “Maukah kamu penyiksaan ini dihentikan sampai di sini, tetapi Muhammad jadi penggantimu?”

 
Demi Allah, aku tidak rela Rasulullah SAW tertusuk duri sekali pun, apalagi untuk menggantikanku disiksa di sini. Tidak, aku tidak rela.
 
 

Khubaib RA dengan tenang menjawab, “Demi Allah, aku tidak rela Rasulullah SAW tertusuk duri sekali pun, apalagi untuk menggantikanku disiksa di sini. Tidak, aku tidak rela.”

Seketika penyiksaan dilanjutkan hingga Khubaib mati syahid dalam keadaan dipotong-potong menjadi tumpukan daging. Kejamnya lagi, penyiksaan tersebut disaksikan beramai-ramai tanpa ada sedikit pun rasa kemanusiaan.

Apa yang dipaparkan di atas adalah kenyataan bahwa hidup dalam tekanan adalah ketersiksaan. Tidak ada pilihan kecuali kita harus merdeka. Merdeka dari kemusyrikan, kezaliman, tekanan, penyiksaan, ancaman, kekejaman, dan merdeka dari penjajahan. Itulah rahasianya, mengapa Rasulullah SAW hijrah ke Kota Madinah bersama sahabatnya.

Allah berfriman: “Orang-orang beriman berhijrah dan berjuang di jalan Allah SWT. Mereka adalah orang-orang yang mengharapkan rahmat-Nya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Baqarah: 218).

Hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat bukan hijrah karena lari dari kenyataan, melainkan berdasarkan perintah wahyu untuk membangun kekuatan baru supaya kelak bisa kembali dengan terhormat, berwibawa, dan penuh kemuliaan.

Itulah buktinya dengan terbukanya Kota Makkah sebagai kemenangan yang nyata “izaa jaa a nashrullahi wal fath” (ketika pertolongan Allah sudah tiba dan Kota Makkah sudah dibuka) (QS an-Nashr: 1). Inilah kemerdekaan hakiki.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat