Ketika makanan yang semula halal lalu dibalut dengan emas, maka ada ketentuan fiqih yang berbeda. | Istimewa

Fatwa

Bolehkah Memakan Makanan Berlapis Emas?

Ketika makanan yang semula halal lalu dibalut dengan emas, maka ada ketentuan fiqih yang berbeda.

OLEH ANDRIAN SAPUTRA

Makanan berlapis emas atau tengah populer belakangan ini. Orang rela merogoh kocek berjuta rupiah untuk memakan makan atau minuman yang barbalut atau bertabur serbuk emas. 

Biasanya emas yang digunakan seberat 22 karat. Penjual makanan membalutkan emas pada makanan yang umumnya berbentuk seperti lembaran-lembaran daun kertas, karena itu makanan berlapis emas populer disebut juga dengan Gold Leaf.

Menu itu terkadang dijadikan berbentuk serbuk dan ditaburkan pada minuman. Itu dilakukan dengan tujuan meningkatkan nilai jual barang sekaligus memberi kesan mewah. 

Sedangkan, bagi orang yang memakan makanan berlapis emas, itu dilakukan biasanya untuk meningkatkan citra diri dan memberi tahu pengagumnya tentang kehidupannya yang penuh kemewahan. Bagaimana sebenarnya hukum memakan makanan berlapis emas dalam Islam?

Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) KH Mahbub Ma'afi Ramadhan menjelaskan tentang bagaimana makanan berlapis emas atau Gold Leaf dalam kacamata fiqih. Ia menerangkan pada dasarnya fungsi gold leaf pada makanan lebih sebagai pemberi kesan mewah pada makanan dan menarik konsumen, sehingga harga jual makanan tersebut menjadi naik.

Selain itu, Kiai Mahbub menjelaskan, pada umumnya makanan yang disajikan dengan gold leaf bukan makanan pokok melainkan makanan ringan atau sampingan. Semisal es krim bertabur emas, kopi bertabur emas, burger atau steak berbalut emas dan lainnya.

 
Sejatinya, setiap makanan sepanjang memenuhi kriteria halal dan thayyib maka boleh dimakan oleh seorang Muslim.
 
 

Sejatinya, setiap makanan sepanjang memenuhi kriteria halal dan thayyib maka boleh dimakan oleh seorang Muslim. Akan tetapi, Kiai Mahbub menjelaskan, ketika makanan yang semula halal lalu dibalut dengan emas, maka ada ketentuan fiqih yang berbeda. 

"Yang menjadi masalah adalah ketika penyajianya menggunakan gold leaf, yang memiliki kandungan emas 22 sampai 24 karat. Sebab, penggunaan wadah-wadah yang terbuat dari emas maupun perak itu dilarang dalam semua jenis penggunaan, seperti makan-minum dan wudhu kecuali dalam kondisi darurat," kata Kiai Mahbub kepada Republika beberapa waktu lalu.

Dalam Islam terdapat larangan bagi seorang Muslim memakan makanan dari wadah yang terbuat dari emas. Sebagaimana  dipahami dari keterangan yang terdapat dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘Ala Madzhab al-Imam asy-Syafi’i yang menjelaskan bahwa haram menggunakan wadah-wadah yang terbuat dari emas dan perak dalam semua jenis penggunaan.

 
Dalam Islam terdapat larangan bagi seorang Muslim memakan makanan dari wadah yang terbuat dari emas.
 
 

Selain itu terdapat juga dalil yang menopang pandangan tersebut, yaitu hadis Nabi Muhammad SAW. "Jangan kalian minum dengan menggunakan wadah-wadah yang terbuat dari emas dan perak. Jangan kalian makan dengan menggunakan mangkuk-mangkuk yang terbuat dari emas dan perak.” (HR Bukhari). 

Dari keterangan itu, Kiai Mahbub berpendapat, makanan dengan berlapis emas juga tidak boleh bagi seorang Muslim. "Berpijak dari sini maka makanan dengan hiasan emas tersebut dalam pandangan saya adalah tidak boleh. Ketidakbolehan dalam konteks ini bukan karena makanannya, atau dengan kata lain keharamananya bukan karena dzatnya, tetapi karena ada hal lain di luar dirinya (amrun kharij). Yaitu penggunaan emas dalam makanan tersebut yang merupakan simbolitas kesombongan (al-khuyala'). Disamping juga termasuk idla’ah al-mal (menyia-nyiakan harta)," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat