Gedung PPATK. Foto: Tahta Aidilla\Republika. | Tahta Aidilla/Republika

Nasional

PPATK: Uang di Bilyet Giro Akidi Tio Nihil

PPATK akan menyerahkan hasil akhir analisis kasus Akidi Tio ke Kapolri.

JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan, berdasarkan hasil analisis sementara, pihaknya menyimpulkan uang yang disebut oleh putri almarhum Akidi Tio, Heriyanti Tio sejumlah Rp 2 triliun dalam bilyet giro tidak ada.

Nantinya, PPATK akan menyerahkan laporan akhir hasil analisis kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. "(Laporan) Hanya akan diserahkan ke Kapolri dan Kapolda Sumatera Selatan, itu sudah sesuai aturan hukumnya," kata Kepala PPATK Dian Ediana Rae saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (4/8).

Menurut Dian, hingga saat ini, pengumpulan data masih terus dilakukan. Dian menyebutkan, sejak awal PPATK memberikan perhatian kepada donasi dari keluarga Akidi Tio. Alasannya, PPATK menilai, profil penyumbang tidak sesuai dengan jumlah yang disebut disumbangkan.

"Juga karena keterlibatan pejabat publik yang menerima yaitu Kapolda Sumsel. Keterlibatan pejabat publik seperti ini memerlukan perhatian PPATK agar tidak mengganggu nama baik yang bersangkutan dan institusi kepolisian," tambah Dian.

Seperti diketahui, pada 26 Juli 2021, almarhum Akidi Tio melalui anak perempuannya yaitu Heriyanti Tio dan dokter keluarga, Hardi Darmawan menyerahkan bantuan secara simbolis sebesar Rp 2 triliun kepada Kapolda Sumsel Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi Eko Indra Heri. Hibah itu disebut diberikan untuk membantu korban Covid-19 di Sumsel.

Irjen Eko pun mengaku Akidi Tio adalah keluarga yang ia kenal saat bertugas di Aceh. Namun, pada Senin (2/8) Polda Sumsel kemudian melakukan pemeriksaan terhadap Heriyanti Tio karena saat petugas Polda Sumsel hendak melakukan pencairan dana melalui bilyet giro, didapati uang dalam bilyet giro tersebut kurang dari Rp 2 triliun.

Polda Sumsel pun kemudian mengirimkan surat kepada otoritas bank Mandiri sebagai bank mengeluarkan bilyet giro itu karena bank tidak dapat memberitahukan informasi pemilik rekening berdasarkan Undang-Undang Perbankan. Heriyanti seharusnya kembali diperiksa pada Selasa (3/8) namun ia mengalami sesak napas sehingga pemeriksaan belum dapat dilakukan lagi.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumsel Kombes Polisi Hisar Siallagan mengatakan, penyidik masih harus memperkuat alat bukti berkoordinasi dengan ahli pidana termasuk otoritas perbankan. Sebab menurutnya, dengan merujuk dalam Undang-Undang Perbankan tidak bisa memberikan informasi mengenai identitas dan jumlah isi saldo rekening yang bersangkutan.

"Untuk melakukan pemeriksaan lebih jauh, tunggu sampai balasan surat dari Bank Indonesia," kata Hisar.

Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto meminta Polri bertindak transparan, terukur, profesional, dan akuntabel dalam menangani kasus dugaan sumbangan fiktif senilai Rp 2 triliun dari keluarga Akidi Tio yang menjadi polemik di tengah masyarakat. Didik juga meminta polisi segera mengusut tuntas jika ada dugaan tindak pidana oleh keluarga Akidi Tio yang menjanjikan bantuan tersebut.

photo
Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri saat menerima bantuan sebesar Rp 2 triliun dari keluarga pengusaha Akidi Tio untuk dana penanganan Covid-19, Senin (26/7/2021). - (Dok Polda Sumsel)

"Karena bagaimanapun juga muncul dugaan adanya upaya untuk melibatkan kepolisian meskipun secara tidak langsung terhadap sebuah kepentingan tertentu oleh pemberi komitmen," kata Didik saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Ia menilai kasus tersebut menyangkut persoalan integritas dan kredibilitas institusional Polri dan juga terkait dengan governancedan akuntabilitas seorang aparat dan pejabat. Oleh karena itu, menurut dia, kasus tersebut harus ditangani secara tepat dan proporsional serta jangan sampai institusi kepolisian ditarik-tarik secara tidak langsung dalam kepentingan tertentu, apalagi kepentingan praktis dan merugikan orang lain.

Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid menilai keluarga Akidi Tio tidak perlu menjadi tersangka meski niat menyumbang Rp 2 triliun untuk membantu pemerintah menangani pandemi Covid-19 tidak terlaksana. Gus Jazil, sapaan akrabnya, mengatakan keluarga Akidi Tio baru menyatakan niatnya untuk membantu, sementara uangnya belum ada.

Menurut dia, niat membantu bukanlah kesalahan. "Apa salahnya orang mau membantu?" ujar Gus Jazil dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu.

Bahkan, lanjut Gus Jazil, kalau nanti uang itu benar ada dan ditemukan, kemudian keluarga Akidi Tio menyatakan batal menyumbangkan Rp 2 triliun, hal itu tidak bisa disalahkan karena apa yang dilakukan baru niat dan sukarela. "Semua yang terjadi ini baru mau," kata anggota Komisi III DPR RI itu menandaskan.

Mabes Polri mengirimkan tim internal untuk memeriksa Kapolda Sumsel Irjen Eko Indra Heri. Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Argo Yuwono mengatakan, yang diminta untuk memeriksa Kapolda, dari tim Inspektorat Pengawasan Umum (Irwassum), Pengamanan Internasl (Paminal), Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.

 “Tentunya pemeriksaan ini, sebagai ranah internal (kepolisian) untuk klarifikasi, untuk melihat kejelasan seperti apa awal mula kasus ini,” ujar Argo, dalam konfrensi pers resmi di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (4/8).

Argo mengatakan, Mabes Polri masih menjadikan kasus tersebut sebagai perkara yang ditangani penuh oleh Polda Sumsel. Akan tetapi, kata dia, perlu bagi Mabes Polri untuk meminta penjelasan, dan alur soal permasalahan sumbangan yang berujung menjadi polemik tersebut. “Jadi kami, menurunkan tim internal ya,” terang Argo menambahkan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat