Bitcoin (Ilustrasi) | Unsplash/Jeremy Zero

Inovasi

Menjelajah Peluang Besar Disrupsi Blockchain

Peluang pemanfaatan teknologi blockchain tak hanya terbatas pada bitcoin.

Pertama kali diperkenalkan pada 1991 oleh duo ilmuwan  Stuart Haber dan W Scott Stornetta, dari Bell Communications Research (Bellcore), blockchain baru mulai dikenal luas pada 2008. Tepatnya, ketika Satoshi Nakamoto memperkenalkan sistem mata uang peer to peer bernama bitcoin.

Saat ini, bitcoin sudah semakin populer dan teknologi blockchain juga terus mengalami pertumbuhan. Menurut data MarketsandMarket Research pada 2020, pasar industri blockchain mengalami pertumbuhan sebesar 10,27 persen.

Di Februari 2021, jumlah total transaksi yang dilakukan ekosistem blockchain mencapai 620.369 juta. Sedangkan untuk total pasar blockchain pada 2025, Cision PR Newswire memperkirakan jumlahnya mencapai 39,7 miliar dolar Amerika Serikat (AS).

Di Indonesia, teknologi blockchain masih begitu identik dengan bitcoin dan cryptocurrency lainnya. Meski, sejatinya ada banyak skenario lain pemanfaatan blockchain di luar kegiatan trading dan investing.

photo
Sistem komputasi Blockchain (Ilustrasi) - (Unsplash/Ilya Pavlov )

Chief Marketing Officer Tokocrypto Nanda Ivens mengungkapkan, potensi pemanfaatan blockchain di Indonesia masih sangat luas. "Huge potential untuk menggambarkan blockchain pun masih bisa dikatakan understatement. Apalagi, saat ini kita masih berada di tahap yang sangat infant dalam tahap adopsinya," ujarnya, pada TKO Summit 2021 yang berlangsung secara virtual, beberapa waktu lalu.

Meski begitu, bukan berarti pemanfaatan teknologi blockchain di Tanah Air tak menyimpan tantangan. Menurut Nanda, edukasi untuk para anak muda, terutama yang bergelut di ekosistem blockchain masihlah menjadi pekerjaan rumah yang utama.

Senada, Hutama Pastika dari Project Nano mengakui, saat ini blockchain dan kripto memang belumlah mainstream di Indonesia. "Saat ini, kami di Project Nano bersama dengan Sinarmas Group, tengah berfokus bagaimana menjembatani teknologi blockchain dan kripto dengan mata uang fiat (Rupiah-Red)," ujar pria yang biasa disapa Tommy ini.

Menurutnya, saat ini kripto masih sangat identik dengan kegiatan trading dan investasi. Padahal, sebenarnya amsih ada banyak sekali use case scenario yang dapat melibatkan blockchain dalam pengembangannya.

Project Nano, lanjut Tommy, saat ini tengah membangun ekosistem yang memungkinkan blockchain dapat semakin banyak digunakan masyarakat dalam berbagai transaksinya sehari-hari. Misalnya, untuk melakukan pembayaran, asuransi, hingga investasi di jenis kelas aset di luar aset digital.

Bukan Sekadar Trading

photo
Perdagangan aset digital (ilustrasi) - (Pexels/Tima Miroshnichenko)

Usaha memanfaatkan besarnya potensi industri blockchain juga dilakukan Fajar Yasmin selaku CEO Bekind. Bergerak di bidang filantropi, Bekind hadir untuk memfasilitasi dan mendukung sistem amal/donasi yang akuntabel dengan menggunakan platform yang jelas dan transparan.

Menurut Fajar, teknologi blockchain dapat membuat sistem pemberian donasi lebih cepat dan transparan. "Pemanfaatan teknologi tak akan bisa dilepaskan dari sejauh mana pemanfaatannya dapat memberi solusi terhadap petmasalahan nyata yang ada di tengah masyarakat," ujarnya.

Pemanfaatan blockchain di eksosistem charity, lanjutnya, dapat membantu memastikan bahwa donasi yang diberikan masyarakat dapat benar-bebar memberikan dampak nyata pada para penerimanya. Tak hanya sampai di situ, besarnya ekosistem blockchain yang saat ini melahirkan industri decentralized finance atay Defi juga memungkinkan satu lagi masalah di ekosistem charity terselesaikan.

Memurut Fajar, selama ini para lembaga amal masih banyak yang mengandalkan pemberian grant atau hibah untuk menjaga keberlangsungannya. Kondisi pandemi, adalah saat dimana peran lembaga amal sangat diperlukan oleh masyarakat yang terdampak.

Namun, terbatasnya jumlah sumbangan dari para donatur bisa justru menghambat para lembaga amal bergerak dengan leluasa. "Di industri, kita bisa memanfaatkan staking sebagai upaya untuk terus mengembangkan dana yang dimiliki, sehingga lembaga amal maunpun NGO dapat terus menjaga sustainability-nya," kata Fajar.

Staking adalah aktivitas di mana pemilik aset digital dapat terus mendapatkan keuntungan dari aset yang dimiliki dengan memvalidasi transaksi atau segala aktivitas yang terjadi di atas sistem blockchain. Caranya, pemilik aset digital harus menyimpan atau mengunci dulu aset kriptonya di dalam dompet digital dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.

Kegiatan ini hanya bisa dijalankan di atas sistem blockchain yang memanfaatkan algoritma konsensus proof of stake. Dalam algoritma ini, seseorang dapat memvalidasi transaksi aset kripto sesuai dengan jumlah koin yang ia “kunci”.

Fokus pada pengembangan use case scenario untuk teknologi blockchain di luar aktivitas trading, juga menjadi perhatian BRI Ventures. Nicko Widjaja selaku CEO BRI Ventures menyampaikan, sejak 2017, BRI Ventures sudah melirik teknologi blockchain sebagai salah satu sektor industri yang layak diperhitungkan.

Menurutnya, diskusi secara lebih intensif untuk berinvestasi di usaha rintisan yang mengusung pemanfaatan teknologi blockchain juga sudah dilakukan dalam satu tahun terakhir. “Tapi, kami fokus pada pemanfaatan blockchain, di luar exchange. Lebih ke pemanfaatan teknologi yang satu ini sektor rantai suplai” ungkap Nicko.

Hal ini, ia melanjutkan, tak lepas dari core bisnis BRI yang banyak bersinggungan dengan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan sektor pertanian. “Kami akan fokus pada blockchain di luar fintech. Dan yakin bahwa masih ada banyak use case scenario untuk pemanfaatan blockchain di masyarakat,” katanya. 

 
Potensi pemanfaatan blockchain di Indonesia masih sangat luas. 
NANDA IVENS, Chief Marketing Officer Tokocrypto 
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat