Nasabah Bank Wakaf Mikro Almuna Bekah Mandiri Miftah (45) berpose di depan usaha material miliknya di Krapyak, Bantul, DI Yogyakarta. | ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

Opini

Mendayagunakan Aset Wakaf

Melakukan edukasi soal wakaf paling efektif dengan memberikan contoh dan menunjukkan kisah sukses.

BOBBY P MANULLANG, Ketua Forum Wakaf Produktif

Wakaf sejatinya pesan untuk ekonomi produktif. Setidaknya, ini sesuai tonggak sejarah wakaf yakni saat Sayyidina Umar Bin Khattab datang kepada Rasulullah SAW untuk menyerahkan tanahnya di Khaiba guna disedekahkan di jalan Allah kepada Rasulullah.

Namun Rasulullah menolak dan memberikannya kembali kepada Umar seraya berpesan agar dirinya terus mengelola lahan itu agar apa yang tumbuh di atasnya dialirkan kepada para mawkuf alaihi, para pengelola, juga keluarga Umar yang masih membutuhkan.

Jadi jelas inti pesan sejarah ini, wakaf hendaklah dikelola secara produktif dan berkesinambungan.

Seperti kita ketahui, World Giving Index menyatakan, tingak kedermawanan orang Indonesia tertinggi di dunia.

 
Seperti kita ketahui, World Giving Index menyatakan, tingak kedermawanan orang Indonesia tertinggi di dunia.
 
 

Ini menandakan, passion orang Indonesia dalam filantropi cukup tinggi. Namun disayangkan, kedermawanan ini tak diiringi tingkat literasi wakaf yang memadai. Tentu kondisi ini berujung rendahnya partisipasi masyarakat berwakaf.

Saat ini, kita melihat masih lebarnya kesenjangan potensi wakaf sebesar Rp 180 triliun yang baru bisa dicapai Rp 500 miliar dalam satu tahun (Rilis Badan Wakaf Indonesia 2020).

Artinya capaiannya masih sekitar 0,3 persen dari potensi. Maka kondisi ini membawa kita pada suatu kesimpulan teoritis bahwa “menciptakan pasar wakaf dengan cara menaikkan tingkat literasi masyarakat tentang wakaf”.

Postulat ini membawa kita ke tiga misi dalam mengubah pola pikir masyarakat. Pertama, mengubah pola pikir bahwa wakaf adalah ibadahnya orang kaya saja. Kedua, wakaf hanya lazim ditunaikan dalam bilangan-bilangan besar.

Ketiga, mengubah pola pikir bahwa wakaf tak perlu segera ditunaikan. Ini paling urgen untuk diubah. Tiga perubahan tersebut sangat mungkin terjadi jika kita konsisten memberikan edukasi publik dan berkelanjutan dalam mengembangkan literasi tentang wakaf.

Melakukan edukasi soal wakaf paling efektif dengan memberikan contoh dan menunjukkan kisah sukses. Begitu pula dengan wakaf. Nazir atau pengelola wakaf, diharapkan melakukan edukasi efektif tatkala mampu memaparkan contoh positif dan keberhasilan pegelolaan aset wakafnya.

 
Melakukan edukasi soal wakaf paling efektif dengan memberikan contoh dan menunjukkan kisah sukses. 
 
 

Maka tugas nazir adalah mengedukasi masyarakat dengan memberikan informasi secara luas atas keberhasilannya dalam mengelola aset wakaf. Terkait edukasi, perlu ada kontinuitas dan menguasai komunikasi baik media luar ruang, penyiaran, maupun media sosial.

Hal lainnya yang mesti menjadi perhatian nazir adalah penghimpunan wakaf. Nazir mesti mampu membangun kolaborasi strategis dan membuka kanal penghimpunan, misalnya kerja sama dengan perbankan, industri nonkeuangan maupun CSR.

Langkah berikutnya, mendayagunakan aset wakaf agar dapat menjadi sumber penghasilan dengan memberikan surplus usaha/wakaf. Maka, nazir harus mampu mengelola aset sesuai prinsip kewirausahaan yang berorientasi profit center.

Sebab, dari profit itulah nazir mampu mengalirkan manfaat kepada mawkuf alaih, mendapatkan benefit operasional, dan sumber pemeliharaan dan pengembangan asset wakaf. Dan nazir bisa mengoptimalisasi surplus wakaf yang ada.

Ini terkait tugas nazir membuat model penyaluran atas surplus wakaf yang diraihnya. Termasuk saat  akan memulai pengelolaan aset wakaf, nazhir harus punya target surplus.

Tujuannya, memastikan berapa besar manfaat mawkuf alaih yang bisa disalurkan, nilai dana reinvestasi untuk pengembangan usaha yang bisa diperoleh dari surplus wakaf, dan hak operasional nazir yang bisa digunakan sebagai insentif pengelola.

Jika nazir  mampu mendefinisikan fungsi dan peran seperti itu, maka target capaian dan indikator keberhasilan pegelolaan aset wakaf akan sangat terukur dan terjamin keberlangsungannya.

 
Memahami wakaf tidak boleh lagi sebatas pengelolaan aset yang utilitasnya untuk sosial ibadah. Aset wakaf harus memiliki manfaat produktif yang punya efek bagi ekonomi umat. 
 
 

Ekosistem

Memahami wakaf tidak boleh lagi sebatas pengelolaan aset yang utilitasnya untuk sosial ibadah. Aset wakaf harus memiliki manfaat produktif yang punya efek bagi ekonomi umat. Karena itu, nazir harus bisa menjadi bagian dari ekosistem ekonomi Syariah.

Nazir mesti bisa membangun kinerja yang membuat institusi dan profil aset wakaf yang dikelolanya layak untuk berinterkoneksi dengan aktivitas pemangku kepentingan dalam ekosistem ekonomi Syariah.

Misalnya, nazir harus mampu membuat program kerja pendayagunaan aset wakaf yang memiliki manfaat langsung terhadap kaum dhuafa baik dalam bentuk pemberdayaan ekonomi dhuafa, layanan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

Nazir pun harus bisa membuat program yang secara substansi menjadi sumber permodalan ekonomi produktif. Selain itu, nazir dituntut memiliki program/proyek yang memungkinkan dikerjasamakan dengan mitra individu, korporasi dan lembaga.

Di sisi lain, nazir harus memiliki proyeksi usaha/bisnis yang dapat memberikan gambaran prospektus yang jelas agar dapat dipertimbangkan sebagai obyek usaha produktif yang layak untuk dibiayai dan dikerjasamakan.

Keuangan inklusif

Salah satu agenda penting dalam ekosistem ekonomi syariah Indonesia adalah menciptakan pasar keuangan inklusif lebih luas. Wakaf dalam pasar ekonomi inklusif sebetulnya bisa berposisi dalam dua peran, di antaranya menjadi sumber keuangan inklusif.

 
Salah satu agenda penting dalam ekosistem ekonomi syariah Indonesia adalah menciptakan pasar keuangan inklusif lebih luas. 
 
 

Hal tersebut mewujud ketika wakaf tunai yang dikelola nazir dapat diakses publik sebagai sumber permodalan usaha yang harus diperlakukan sebagai pinjaman modal berkelanjutan (revolving fund).

Peran lainnya, aset wakaf yang dikelola nazir dapat dijadikan prospektus usaha yang digunakan untuk mengakses sumber permodalan lembaga keuangan kepada nazir yang mengelolanya. Namun, sejauh ini akses permodalan untuk pelaku usaha dari  wakaf uang masih terbatas.

Penyebabnya, masih minimnya perolehan wakaf uang yang dicapai nazir di Indonesia. Begitu pula, perbankan saat ini masih belum melihat nazir wakaf sebagai pelaku usaha yang bankable.

Dengan kepatutan syariah yang tidak memboleh aset wakaf dijadikan jaminan menyebabkan aktivitas keuangan terhadap aset wakaf belum dinamis. Namun, nazir dan aset wakaf juga belum dinilai layak untuk dibiayai karena masih rendahnya kapasitas dan karakter usahanya.

Sehingga, membangun ekosistem menuntut willingness yang sama dari seluruh pemangku kepentingan. Nazir harus meningkatkan kapasitasnya agar bankable, perbankan juga diharapkan membuka diri agar memungkinkan sumber daya keuangannya diakses nazir.

Belum dinamis dan kondusifnya keuangan inklusif terkait perwakafan, menyebabkan nazir memerlukan waktu cukup lama memulai pengelolaan aset wakaf.

Untuk mencukupi kebutuhan pembangunan aset wakaf, kebanyakan nazir perlu tiga tahun penghimpunan, sementara proyek pembangunan dibangun dalam satu tahun. Jadi, ada gap dua tahun yang sebetulnya bisa dipenuhi dari bridging pinjaman permodalan perbankan.

 
Belum dinamis dan kondusifnya keuangan inklusif terkait  perwakafan, menyebabkan nazir memerlukan waktu cukup lama memulai pengelolaan aset wakaf.
 
 

Sementara perbankan belum mengakomodasi kebutuhan pembiayaan ini, maka nazir melakukan blended finance menggunakan bridging atau talangan dari dana zakat dan infak, yang akan dikembalikan secara bertahap sesuai surplus wakaf yang diperoleh. Misalnya, nazir ingin membangun sekolah berbasis wakaf, biasanya butuh penghimpunan tiga tahun.

Jika perbanan berkenan memberikan bridging fund maka sebetulnya bisa saja pembangunan tersebut diwujudkan dalam satu tahun. Nazir dapat melunasi setelah penghimpunan selesai di tiga tahun berikutnya.

Selain itu, pola blended finance juga dilakukan untuk meningkatkan layanan mustahik/dhuafa yang menggunakan aset wakaf.

Contohnya, rumah sakit yang dibangun berbasis dana wakaf, operasional layanan kesehatannya kepada mustahik menggunakan dana infak dan sedekah. Sehingga dapat beroperasi meskipun memberikan layanan secara gratis.

Pada akhirnya, kita berharap suatu saat ekosistem ekonomi syariah dapat terwujud dalam waktu tak lama lagi. Pada saat itu terjadi, kita berharap wakaf bisa menjadi bagian penting  instrumen penggerak ekonomi umat.

Dengan terus memperhatikan perkembangan dinamis wakaf maka sejalan dengan itu, nazir juga harus terus meningkatkan kapasitasnya agar mampu menjadi pengelola aset wakaf andal dan dapat memberikan kepastian keberlanjutan manfaat atas aset yang dikelolanya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat