Santri mengaji Alquran menggunakan penerangan lilin dan lampu minyak di masjid Pondok Pesantren Baitul Mustofa, Mojosongo, Solo, Jawa Tengah, Selasa (4/5/2021). | Maulana Surya/ANTARA FOTO

Uswah

Menyemai Ilmu Sedari Dini

Choirunnisa ingin mengamalkan ilmu hingga embusan napas terakhir.

 

OLEH IMAS DAMAYANTI

 

 

Menjadi guru seolah merupakan bakat dari Choirunnisa (22 tahun). Kecerdasannya di bidang akademik membuat Ica, sapaan akrabnya, kerap didapuk menjadi ustazah cilik saat masih duduk di bangku madrasah tsanawiyah. Terlebih, saat dia kerap meraih peringkat pertama selama studi di pesantren. 

“Sejak MTS saya sudah diminta mengajar kitab kuning dan fisika kalau pulang liburan pesantren. Di situ kemudian banyak pesantren lain yang minta dibantu mengajar, terutama saat Ramadhan,” kata Ica saat dihubungi Republika, Rabu (28/7).

Ica yang saat itu masih menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Salafiyah Bangil mengaku termotivasi untuk mengajar di berbagai daerah. Sebagai negeri yang luas, Indonesia memiliki ketersediaan guru dengan tingkat penyebaran yang belum merata. 

Meski usianya masih terbilang dini, Ica memberanikan diri untuk mengajar guna mengisi ketersediaan guru di wilayah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Ica kemudian mengajar dari pesantren ke pesantren untuk mengisi waktu liburnya ataupun di sela-sela kesibukannya sebagai santri.

Usai menamatkan studinya pada dua tahun silam, Ica tak langsung melanjutkan studi S1-nya. Meski banyak tawaran beasiswa pendidikan datang menghampiri, Ica masih meyakinkan diri untuk mengamalkan ilmu-ilmunya beberapa waktu terlebih dahulu sebelum melanjutkan studi di kemudian hari.

 
Saya ingin seperti Bu Nyai saya di pesantren dulu, beliau mengajar hingga akhir hayatnya.
 
 

 

“Saya ingin seperti Bu Nyai saya di pesantren dulu, beliau mengajar hingga akhir hayatnya. Saya ingin mengamalkan ilmu yang saya punya sampai embusan napas terakhir,” kata Ica.

Ica menjelaskan, sebagai guru di sejumlah pesantren, dia telah terbiasa menempuh perjalanan yang cukup jauh dengan moda transportasi terbatas. Tak jarang, Ica harus berjalan kaki melewati sawah demi sawah guna mencapai lokasi mengajar yang dituju.

Ilmu dunia dan akhirat

Ica menjelaskan, akses pendidikan yang berkeadilan di Indonesia belum dapat dipenuhi negara. Ini terlihat dari minimnya sarana dan prasarana sekolah di daerah-daerah. Namun demikian, Ica menegaskan, segala kendala itu tu bukanlah menjadi alasan bagi siapa pun untuk berpangku tangan.

Menurut dia, terdapat banyak cara untuk dapat memajukan pendidikan Indonesia yang dapat dilakukan dengan sederhana. Terlebih bagi umat Islam. Dia menjelaskan, upaya untuk mencari dan mengamalkan ilmu merupakan perintah agama yang memiliki manfaat kebaikan hingga akhirat kelak.

“Ilmu yang bermanfaat bagi orang banyak akan menerangi amalan kita di akhirat. Ilmunya bermanfaat di dunia, bermanfaat juga di akhirat kelak,” kata dia.

Bagi orang-orang seperti Ica yang jauh dari ingar-bingar media, mengajar adalah jalan baginya untuk berkontribusi terhadap bangsa. Dia percaya bahwa umat Islam sejatinya dilahirkan untuk dapat bermanfaat seluas-luasnya, ada ataupun tiada kamera.

photo
Choirunnisa ingin mengamalkan ilmu hingga embusan napas terakhir. - (Istimewa)

Profil

Nama lengkap: Choirunnisa

Tempat, tanggal, lahir: Pasuruan, 28 Oktober 1998

Riwayat pendidikan: Pondok Pesantren Salafiyah Bangil

Riwayat aktivitas: mengajar di Pondok Pesantren Salafiyah Bangil, mengajar di Pondok Pesantren Nurun Najah, mengajar di Pondok Pesantren Nurul Kholil Demangan Barat Madura

Prestasi: peringkat tiga besar sepanjang studi akademiknya, Juara 1 Olimpiade Fisika (2010-2011).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat