Sebanyak 730 boks obat azithromycin diperlihatkan saat rilis kasus di Markas Polres Metro Jakarta Barat, Jumat (30/7). Obat tersebut merupakan barang bukti kasus penimbunan obat Covid-19 dengan tersangka Direktur dan Komisaris Utama PT ASA. | Febryan A/Republika

Kabar Utama

Jaga Stok Obat

Menteri BUMN menyatakan bahwa penimbun obat-obatan tak berakhlak.

JAKARTA – Laporan sulitnya warga memperoleh obat-obatan terapi Covid-19 akibat kelangkaan muncul di berbagai daerah. Pemerintah diharapkan bisa menjaga pasokan obat guna menekan keparahan akibat penularan Covid-19.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melansir kemarin, mereka masih menemukan kelangkaan obat terapi Covid-19 serta tabung oksigen di sejumlah daerah di Indonesia. "Kami menemukan barang-barang tersebut langka di pasaran sehingga harganya melambung. Namun, sepanjang perjalanan, kami terus melakukan monitoring ternyata masih ditemukan hal-hal seperti di awal, masih langka, harga mahal," kata Komisioner KPPU Ukay Karyadi dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat (30/7).

KPPU telah meminta keterangan sejumlah pihak, termasuk regulator, produsen obat, produsen gas (terkait oksigen), distributor, rumah sakit, dan apotek untuk memantau harga dan pasokan obat terapi Covid-19 sejak pemberlakuan PPKM Darurat awal Juli lalu. Berdasarkan hasil pemantauan, ditemukan bahwa masih terdapat obat yang dijual di atas harga eceran tertinggi (HET).

photo
Sebanyak 730 boks obat azithromycin diperlihatkan saat rilis kasus di Markas Polres Metro Jakarta Barat, Jumat (30/7/2021). Obat tersebut merupakan barang bukti kasus penimbunan obat Covid-19 dengan tersangka Direktur dan Komisaris Utama PT ASA. - (Febryan A/Republika)

Kelangkaan pasokan obat dan oksigen ditemukan terutama di wilayah Sumatra bagian selatan, Jawa dan Bali, hingga ke sejumlah wilayah Indonesia timur. Direktur Ekonomi KPPU Zulfirmansyah dalam kesempatan yang sama menjelaskan, kelangkaan obat terapi Covid-19 di wilayah Kalimantan, Sulawesi serta kawasan Indonesia timur akibat distribusi yang terhambat atau karena jauhnya dari sentra produksi.

Ia juga mencatat ada ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan, terutama di daerah dengan kasus aktif yang tinggi, seperti wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. "Kelangkaan obat di apotek juga diduga diakibatkan pedagang besar farmasi (PBF) lebih mengutamakan pasokan ke rumah sakit karena rumah sakit banyak menangani gejala berat. Tapi ini membuat yang isoman tidak bisa mengakses rumah sakit dan klinik yang juga butuh obat," katanya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Polres_Jakbar (polres_jakbar)

Zulfirmansyah juga menilai tingginya ketergantungan Indonesia pada bahan baku impor membuat produksi obat dalam negeri terhambat. Dia mengungkapkan, ada obat yang diproduksi lokal, tapi bahan pokoknya impor, lebih dari 90 persen.

"Bahkan ada jenis obat yang impor. Adanya larangan atau penghentian ekspor dari negara asal semakin memperlambat akselerasi pembuatan obat di dalam negeri atau importasi obat jadi," ujar Zulfirmansyah.

Di lain pihak, Kementerian Kesehatan menyatakan telah berupaya memenuhi kebutuhan pasokan obat-obatan untuk terapi Covid-19 yang semakin langka. Di antaranya Redemsivir, Immuneglobulin, dan Tocilizumab. 

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pemenuhan obat-obatan tersebut dilakukan dari berbagai negara, seperti Cina, India, Iran, dan juga Turki. “Termasuk melakukan negosiasi diplomasi ke negara-negara lain untuk bisa mendapatkan bantuan ketersediaan obat ini,” kata Siti Nadia saat dikonfirmasi, Jumat (30/7).

Ia menyebut, pasokan obat-obatan terapi Covid-19 di dunia saat ini terbatas karena produsennya yang juga terbatas. Sementara seluruh negara menggunakan obat-obatan tersebut untuk terapi Covid-19.

Sedangkan, untuk obat-obatan yang dapat diproduksi di dalam negeri hanya multivitamin, Azithromycin, Favipiravir, serta Oseltamivir. Namun, kata dia, kebutuhan terhadap obat-obatan itu saat ini telah melonjak hingga 12 kali lipat sehingga membutuhkan waktu untuk proses penyediaannya. 

Apalagi, bahan baku produksi obat-obatan tersebut juga didatangkan dari luar negeri. “Dengan lonjakan kebutuhan 12 kali lipat pasti membutuhkan waktu untuk penyediaan bahan baku yang didatangkan dari luar negeri,” kata dia menjelaskan. 

Secara umum, lanjut dia, stok obat-obatan tersedia. Namun, karena tingginya kebutuhan menyebabkan pasokan terhambat. “Karena kebutuhan yang juga tinggi tentunya kadang-kadang stok tidak langsung bisa dipenuhi dan distribusi langsung dari distributor ataupun industri farmasi,” ucap Siti Nadia.

photo
Apoteker memperlihatkan salah satu obat Covid-19 di salah satu apotek di Manado, Sulawesi Utara, Ahad(25/7/2021). - (ANTARA FOTO/ADWIT B PRAMONO)

Tiada akhlak

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengingatkan penimbun obat untuk tidak mengambil keuntungan di atas derita rakyat. "Janganlah pada saat rakyat susah, penimbun-penimbun obat ini enggak punya akhlak. Saya harapkan mereka jadi satu kesatuan karena ini benar-benar rakyat sedang susah. Kita harus dukung mereka agar ekonomi bisa bergerak dan kesehatan kita jaga," ujar Erick di Jakarta, Jumat (30/7).

Kata Erick, Kementerian BUMN telah mengerahkan BUMN membantu penanganan sejak awal pandemi covid-19. "Kita mendukung pemerintah dalam memberikan obat gratis. Kita terus berupaya memastikan keberadaan obat tetap ada di apotek-apotek BUMN. Oleh karenanya kita juga meningkatkan tingkatkan kapasitas produksi," ucap Erick.

Erick menekankan, BUMN tidak akan sanggup berjalan sendirian dalam penyediaan obat-obatan untuk penanganan covid-19. Erick menyebut peran penting swasta yang juga memproduksi obat terapi Covid-19.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat